"!!"
Leo memalingkan wajahnya kearah dimana Exxone dan Tomelone bertarung.
Lapangan latihan tempur sekolah sudah berganti bentuk menjadi pegunungan batu yang tinggi dan penuh akan listrik dan api.
"Apa itu barusan? Sebaiknya aku cepat kesana"
…..
"Uh…kk… Be…lum!"
Tomelone menggerakkan kedua tangannya mencoba meraih tangan yang sudah mencekiknya daritadi.
Disaat yang sama muncul kembali bidang-bidang ruang persegi dari laki-laki yang tercekik itu.
KRANGG!!!
Semua bidang ruang persegi itu langsung pecah sesaat mereka semua muncul.
"Aku sudah bosan melihat trik murahanmu itu"
"Eehhk…!!"
Laki-laki yang berpenampilan seperti Exxone itu mengepalkan tangan kirinya disamping pinggangnya.
Muncul aura hitam mengelilingi tangan kirinya itu.
BUASHH!!!
Tinjunya menembus dada tengah Tomelone, namun tidak ada darah yang keluar dari tusukkannya itu.
"UAHK!!"
Kemudian dia mencabut tangannya dari dada Tomelone, dia mendapat sebuah benda berwarna kuning berkilauan.
Tertulis sebuah tanda "IV" di tengah-tengah benda berbentuk bulat tidak beraturan itu.
KRAKSH!!
Tangan laki-laki itu sekali lagi mengepal dan memecah benda berkilauan itu.
Terlihat sisa pecahan berwarna kuning jatuh ke tanah dan menghilang.
"Eva..ch..Kra..ch!! Kuh..ancur..kan.."
Kedua mata milik Tomelone yang berwarna hijau itu mulai pudar dan kembali ke warna asalnya, merah permata.
Laki-laki bertampang Exxone itu hanya tersenyum puas tanpa menunjukkan giginya.
GRAB!!
"!!"
"KENA KAU KALI INI! LEO!! DIMANA KAU?!"
Exxone muncul dan mengunci seluruh tubuh Tomelone dari belakang.
"Kau!"
"Untuk kedua kalinya, selamat tinggal Tomelone"
Laki-laki berpenampilan seperti Exxone itu masih mencekik Tomelone, mengabaikan Exxone yang asli.
Namun Exxone yang asli tak mampu melihatnya.
Kemudian laki-laki bermuka Exxone itu memegang tangan Exxone yang asli dan perlahan-lahan memudar dan menghilang menjadi percikan-percikan abu hitam, memasuki Exxone yang asli.
Vampir laki-laki yang terus mengunci Tomelone sama sekali tidak menyadari hal itu.
"E..va..ch…Krach!!"
"Apa yang terus kau sebut daritadi? Sihir apa lagi yang masih kau simpan?!"
TIK!
Suara jentikkan jari yang menggema di telinga mereka berdua memunculkan Leo di hadapan mereka.
"Sihir pemisah jiwa dan tubuh! Dengan kekuatan pemberian Tuhan untuk memisahkan hal baik dan buruk, dengan ini kuperintahkan kau untuk keluar dari tubuh gadis ini! Baptism Vuera!!"
Leo menapakkan tangannya di dahi Tomelone begitu dia datang.
"!!"
Leo menyadari sesuatu saat dia menggunakan sihirnya kepada Tomelone.
SIINGGGG!!!
....
"Rotania! Hei!"
"Hnn?"
"…"
Kedua mata merah permata Rotania terbuka. Dia melihat dua orang vampir menatapnya selagi dia bersandar di tangan Exxone.
"Ini…dimana?"
"Kau tidak apa-apa nak?"
"Rotania! Kau tidak apa-apa?"
"Hmm… aku baik-baik saja Pak Leo. Dan kau?"
"Eh?"
"Ini Exxone. Dia yang menolongmu keluar dari pengaruh sihir Tomelone. Dewa yang diwariskan turun-temurun oleh keluargamu, Slavia"
"Exxone? Aku tidak pernah dengar nama itu di sekolah ini"
"Eh?"
"Apa?"
...…..
2 hari berlalu.
Seorang vampir perempuan mendatangi ruangan penghargaan Magicna Mudrost. Ruangan yang sama tempat dimana Exxone dan Richard dibawa untuk membahas masalah pertikaian mereka dengan anak kelas dua.
"Permisi. Saya mencari-"
"Masuklah. Duduk disini"
Leonar Degriexette sudah menunggunya selagi duduk di depan meja kerjanya.
"Bagaimana kondisimu sesudah istirahat di klinik asrama?"
"Saya sudah baikan. Terimakasih"
"Saya akan memberikan berita untukmu. Saya tahu ini mungkin mendadak, tapi Anda harus mendengar ini sekarang"
"Ba-baik pak"
"Rotania Slavia. Penyihir kelas satu yang menempati peringkat pertama dari ujian masuk Magicna Mudrost, hampir terbunuh oleh serangan orang asing yang dianggap Rion Lu Slavia, ayah Anda sendiri"
Tatapan Rotania menjadi tajam dan dia menaruh kedua tangannya diatas pahanya setelah mendengar kata-kata Leo.
"Setelah penyelidikan dan pemeriksaan lebih jauh, hasil menunjukkan bahwa dia bukanlah ayahmu"
"He?"
"Seseorang menanamkan sihir pengendali pikiran dan juga sihir penyamar untuk membuatnya terlihat seperti ayahmu, dengan tujuan untuk membunuhmu"
"Ini serius?"
Rotania berdiri dan menepak meja Leo.
"Sebenarnya kabar ini sudah saya dapatkan sepuluh bulan lalu tepat satu hari sesudah kejadian. Namun setelah melihat reaksimu menunjukkan tanda-tanda trauma yang cukup dalam, itu membuat saya menundanya. Saya minta maaf"
"Ah! Jangan meminta maaf pak! Itu salah saya karena terlalu naif dan polos. Berkat kejadian itu, saya belajar untuk menjadi orang yang lebih mawas diri dan terus mau belajar. Meskipun terkadang saya memiliki rasa takut untuk mempercayai seseorang, namun suatu hari saya pasti akan sembuh!"
"Hmm. Sepertinya Anda berhutang permintaan maaf kepada keluarga Anda karena sudah tidak kembali dan tidak memberi kabar selama hampir satu tahun"
"…"
Muncul air mata dari ujung kedua mata Rotania, mulut merah mudanya menegang dan terlipat ke dalam.
"Anda akan menjadi penyihir yang hebat suatu hari nanti, mungkin lebih hebat dari saya"
"!"
Rotania mengangkat kepalanya menatap Leo yang sebelumnya tertunduk.
"Ini. Cuti spesial untuk Rotania Slavia selama satu minggu. Pergi dan berbaikanlah dengan mereka. Mulai hari ini, jangan lagi mengkhawatirkan tentang dewa yang akan mengambil alih tubuhmu ya"
Leo tersenyum selagi menaruh surat dengan cap lingkaran bertanda "M", lambang sekolah Magicna Mudrost.
"Tolong… jangan gunakan kata spesial lagi. Saya merasa tidak enak mendengar kata itu"
"Kalau itu maumu"
Leo menutup matanya dan tersenyum lagi kepada Rotania.
"…"
Sesudah Rotania keluar dari ruangan, Leo membuka matanya dan menatap keluar jendela.
Muncul lima orang vampir keluar dari bayang-bayang barang-barang di ruangannya.
"Dia anak yang baik kan?"
"Sudah kubilang! Seseorang dengan mental yang bagus pasti bisa bertahan dari kekuatan dewa yang mencoba mengambil alih tubuhnya!"
"…"
"Dia memiliki mental yang bagus karena dia naksir pada bocah pendek itu kan? Bukan karena dia penyihir yang hebat. Dia menjadi kuat karena rasa cinta, dasar anak remaja. Ini sangat konyol"
"Jadi…. Apa kesimpulan insiden kali ini Leo? Dan juga, kita tidak dibutuhkan bukan?! Kau mengurus semuanya sendirian! Laporan, pertarungan, sampai memberi penjelasan kepada keluarga anak itu!"
Tiga vampir laki-laki dan dua vampir perempuan berurutan berbicara.
Geoner, Ulux, Dirin, Ria, dan Fiel nama masing-masing mereka. Masing-masing mereka bersetelan sama seperti Leo, hanya saja perbedaanya terletak pada tanda yang berada di lengan kiri mereka yang tertulis "X".
"Kali ini…. kita beruntung. Sebenarnya, kita kalah. Seorang manusia mampu membobol pertahan negeri Ostrvo dan menyusup ke sekolah elit vampir, dan hampir merebut kekuatan penghancur masal. Untung saja Tomelone masih berada di tahap kebangkitan, kekuatannya hanya seperdelapan dari aslinya"
Semuanya hanya terdiam mendengar penjelasan Leo.
"Lalu bagaimana dengan bocah laki-laki yang Anda bilang berbakat itu? Saya melihat kalian bertarung bersama, namun hanya dialah yang menahan Tomelone dari awal hingga akhir"
"Sejujurnya aku ingin melihat sendiri kemampuan anak itu, hehe! Sayang sekali aku hanya mengajar anak kelas tiga"
"Mungkin aku akan memberinya kelas akselerasi"
"Eh?"
"Kau serius Leo? Yah harus kuakui dia memang hebat untuk ukuran anak kelas satu"
"Kalian masih belum sadar ya? Dia mampu melawan Tomelone satu lawan satu. Seorang anak baru pasti sudah gemetar dan pingsan hanya dengan merasakan kekuatannya saja. Namun dia mampu memojokkan Tomelone hingga memaksanya mengeluarkan seluruh kekuatannya"
Kelima vampir yang menghadap Leo hanya bisa bertukar pandang, heran karena penjelasan Leo.
"Ditambah lagi, sebelum aku menggunakan sihir pemisah tubuh dan jiwa, entah bagaimana Tomelone sudah melemah. Sudah hampir tidak tersisa Cloe miliknya, hanya cukup untuk mempertahankan kesadarannya saja"
Leo mengeluarkan botol kaca, berisi cahaya kuning berkilauan.
"Inilah sisa kekuatan Tomelone yang berhasil kudapatkan. Terhempas sedikit angin saja maka dia akan lenyap"
"…"
Semuanya hanya bisa diam menatap botol itu. Mereka masih kesulitan untuk menerima semua perkataan Leo.
"Anak itu harus kuperhatikan lebih jauh. Ukuran kelas tahunan Magicna Mudrost tak bisa dipakai untuk mengukur kemampuannya. Itulah sebabnya dia berada di peringkat 198"
…..
"Huahhh…!!"
Exxone berjalan setelah bangun dari kasurnya. Kedua matanya masih tertutup karena banyak kotoran matanya menghalangi kelopak matanya terbuka.
Vampir laki-laki itu mencuci mukanya untuk mendapatkan kembali kesadarannya setelah bangun tidur.
"!!!"
"Aku…aku bertambah tinggi ya?!"
Dia segera berdiri di depan kusen pintu kamar asramanya yang sudah penuh akan goretan.
"Tunggu! Aku benar bertambah tinggi sebanyak ini?"
Dia heran setelah menggores kusen pintu kayu itu dengan kukunya, terlihat pertambahan tinggi sebanyak sepuluh sentimeter.
"Apa vampir bisa tumbuh setinggi ini dalam satu malam?"
Mukanya memancarkan ketegangan.
"Ah! Yang penting aku tambah tinggi kan. Itu saja sudah menjadi kabar baik untukku"
Seluruh keheranannya langsung menghilang sekejap.
Volume 1 –End-