Chereads / Hidden Desires / Chapter 58 - Bab 58. Mulai Jualan.

Chapter 58 - Bab 58. Mulai Jualan.

Keesokan harinya warung itu pun mulai beroprasional. Tommy sibuk dengan pekerjaannya, sementara Sherly sibuk dengan kesibukkan barunya bersama beberapa pekerja yang juga ikut berperan.

Warung itu dibuka mulai dari pukul tujuh pagi dengan menu saparan berupa bubur ayam, tinutuan dan nasi kuning. Juga terdapat minuman berupa kopi hitam, kopi susu dan teh. Untuk sarapan pagi closing menunya sampai jam sembilan, sementara di atas jam sembilan sampai sore jam lima, Sherly memasak menu makanan seperti ayam bakar iloni, ayam bakar rica, kuah asam kakap merah khas Manado, cumi bakar rica, cumi kare dan menu sayur seperti, kangkung cah, capcay, sup sayur, pakis santan dan terong goreng yang atasnya ditaburi kuah santan.

Karena menunya yang berbeda dengan warung-warung yang lain, jualan Sherly semakin hari semakin laris. Keramaian yang terus menerus terjadi di warung makan itu membuat Sherly seakan lupa bahwa ia sedang berada di Jawa.

Karena menunya yang enak dan murah, banyak pegawai-pegawai kantoran yang menjadi langganan Sherly. Bahkan ia memiliki banyak teman karena ada beberapa pelanggan yang sudah menjadi langganan tetap termasuk lelaki yang tempo hari membantunya untuk menutup pintu.

"Mbak Cantik, aku pesan makan seperti biasa, ya?" kata lelaki itu saat menghampiri Sherly yang sedang duduk di meja kasir.

Karena lelaki itu menjadi pelanggan setianya, Sherly sendirilah yang melayani dan mengambil menu yang dipesan lelaki itu. Dengan cepat Sherly berdiri sambil tersenyum. "Pak minumnya apa?"

"Aku minumnya es teh tawar saja."

"Yakin tak pakai gula?" ledek Sherly karena memang sudah akrab dengan beliau, "Atau Anda memang manis ya, Pak?" tanya Sherly saat lelaki itu menghampirinya saat menyajikan pesanan lelaki itu.

Lelaki yang tubuhnya sejajar dengan Sherly itu berdiri tepat di sampingnya lalu berbisik, "Kamu sudah manis, jadi aku tak perlu lagi pakai gula. Cukup melihatmu saja tehku sudah pasti manis."

Zet!

Wajah Sherly kontan memerah. "Ah, Bapak ini." Ia tersipu malu. "Ngomong-ngomong nama Bapak siapa? Sudah cukup lama menjadi langganan saya, tapi nama Anda pun saya tidak tahu."

Lelaki itu tekekeh. "Namaku Denny. Kalau bisa Mbak Cantik panggil aku saja dengan sebutan nama. Lagi pula aku belum menikah, jadi jangan memanggilku dengan sebutan Bapak."

Sherly terkejut. Ia tak menyangka, lelaki jelek yang tua itu ternyata belum menikah. "Maaf, aku pikir Anda sudah menikah. Ngomong-ngomong usia Anda berapa?"

"Aku masih muda, hanya saja pekerjaan dan hobiku membuat aku terlihat tua."

Candaan pria itu membuat Sherly terbahak. "Kalau begitu kau juga bisa panggil aku juga dengan sebutan nama. Panggil aku Sherly saja," katanya seraya menyodorkan piring yang sudah terisi menu makan yang sering dipesan Denny: cumi bakar rica dan kangkung cah.

"Sherly?" ulang Denny saat meraih piring terisi lauk-pauk yang disondorkan Sherly, "Nama yang cantik, sama seperti orangnya."

"Kamu ternyata tukang gombal. Ya sudah, aku buatkan minumannya dulu ya?" Sherly pun bergerak ke dapur. Entah kenapa jantungnya bergetar-getar setiap kali lelaki itu memujinya. Apa karena Tommy tidak pernah memujinya, sehingga di saat ada yang memujinya, hati Sherly seakan berbunga-bunga.

***

Setiap jam, hari, bulan pun berlalu usaha Sherly semakin ramai. Bahkan selain menjual makanan siap saji, ia juga membuka pesanan nasi kotak dan katering untuk acara-acara kantor. Dan yang membuatnya senang karena hal itu didukung sepenuhnya oleh Tommy.

Selama kesibukkan itu membuat istrinya bahagia, Tommy pun ikut bahagia. "Sayang, kamu kok pagi sekali sih berangkatnya? Kan ada pekerja-pekerja yang akan beres-beres di sana dan masak," tanya Tommy saat melihat Sherly sedang berdandan di depan meja rias. Ia sendiri masih berbaring di atas ranjang.

"Sayang, kan aku harus mengontrol mereka. Aku tidak mau resepnya berbeda dengan resepsu. Kurang satu bahan saja bisa mempengaruhi rasa lho, Sayang."

Tommy tersenyum lalu menepiskan selimutnya untuk mendekati Sherly. Dipeluknya tubuh Sherly dari belakang dan membenamkan wajahnya di leher yang sudah diberi parfum. "Hmmm, kau wangi sekali, Sayang. Aku jadi pengen." Tommy menyerang leher Sherly dengan kecupan-kecupan kecil yang selalu berhasil menggoda gadis itu.

Sherly mendesah pelan. "Sayang, aku sudah mau rapi dan mau pergi. Aku sudah janjian dengan pekerja akan datang pagi-pagi. Kalau aku terlambat, yang ada mereka akan memasak dengan resep sembarangan. Kau tidak mau itu terjadi, kan?"

Tommy yang sedari tadi mencium leher istrinya tiba-tiba berhenti. Ia tersenyum menatap Sherly. "Aku senang kau sudah bisa mandiri. Sudah pintar mengurus usaha sendiri, lagi."

Sherly menatap suaminya dari bayangan cermin. "Siapa dulu dong suamiku? Tommy Fabian, dong."

Tommy yang merasa tergoda langsung memeluk Sherly lagi. "Jangan terlalu capek, ya? Aku tidak mau kau sakit, Sayang."

"Tenang saja." Sherly mengecup bibir Tommy. "Aku berangkat dulu, ya. Sarapanmu sudah siap di atas meja."

Tommy mengangguk kemudian melepaskan pelukannya. "Iya, Sayang, terima kasih. Mau kuantar?"

Sherly meraih tasnya. "Terima kasih, Sayang, tapi aku menyetir sendiri saja." Ia mengecup pipi Tommy lalu pergi.

Tommy terkekeh sendiri saat melihat sikap lucunya Sherly. Benar-benar satu perubahan besar dalam diri Sherly yang membuat Tommy bangga; dulunya wanita manja dan tak tahu apa-apa soal dapur, kini Sherly menjadi istri bos yang super sibuk dengan usahanya dan kerja kerasnya sendiri.

Setelah Sherly pergi, Tommy melihat jam dinding sudah menunjukan pukul enam pagi. Karena tak bisa tidur lagi, ia segera bersiap diri untuk berangkat bekerja.

Setelah mandi dan berpakaian rapi, Tommy turun dari lantai dua untuk sarapan. Dilihatnya menu sarapan yang sudah disiapkan sang istri. Merasa sangat merindukan Sherly, ia pun tak jadi sarapan dan menyuruh semua pengurus rumahnya untuk menghabisi makanan itu.

"Tuan tidak sarapan?" tanya wanita paruh baya yang merupakan kepala asistan rumah tangga.

"Tidak, Bi, aku mau sarapan bersama istriku. Oh iya, sarapanya untuk Bibi dan yang lain, ya? Jangan lupa habiskan, biar Sherly tidak marah-marah," ledeknya seraya meraih kunci mobil di atas meja.

Si pengurus rumah itu tertawa. "Itu sudah pasti. Terima kasih banyak ya, Tuan."

"Sama-sama, Bi."

"Hati-hati, Tuan."

Tommy mengangguk lalu pergi meninggalkan wanita itu. Dalam perjalanan ia terus terbayang akan sikap Sherly yang lagi-lagi membuatnya kagum. Sherly yang dulu biasanya akan selalu bergantung padanya, tapi sekarang Sherly justru menjadi istri yang mandiri dan bekerja keras. "Ternyata tidak sia-sia aku membuatkannya usaha."

Tak berapa lama Tommy pun tibanya di depan ruko di mana warung makan milik istrinya. Karena melihat parkiran di depan ruko kosong, alisnya mengerut ketika tidak melihat mobil Sherly di sana. Karena penasaran, Tommy pun menepikan mobilnya kemudian turun dan langsung masuk ke dalam ruko.

"Selamat pagi, Tuan," sapa salah satu pelayan wanita saat melihat Tommy memasuki tempat itu.

"Pagi," jawab Tommy pelan. Dilihatnya ada beberapa pelanggan yang sedang menikmati sarapan pagi dan minum kopi. "Nyonya mana?" tanya Tommy setelah tersenyum pada beberapa tamu yang menatapnya.

"Nyonya belum datang, Tuan."

Tommy terkejut. Tapi seingatnya Sherly datang masih pagi sekali. "Kau yakin? Memangnya kamu masuk kerja jam berapa?"

"Saya masuk pukul enam pagi, Tuan. Tapi sejak tadi pagi setelah saya tiba Nyonya memang belum datang, Tuan."

"Apa Nyonya pergi ke pasar?" tanya Tommy seakan meyakinkan pikirannya.

"Setahuku tidak, Tuan. Bumbu dapur dan olahan makanan masih banyak, kok."

Tommy tak mau bertanya lagi. "Baiklah, terima kasih, ya." Ia hendak pergi, tapi pertanyaan pelayan itu membuatnya berhenti.

"Apa Tuan mau kopi atau sarapan dulu?"

"Tidak, terima kasih." Tommy segera berbalik dan merogoh ponselnya. Ia mencari kontak yang tertulis nama wife lalu menekan radial.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah___"

Tut... Tut...

Sambil menuju mobil Tommy tampak bingung. Diliriknya jam tangan yang menunjukan pukul setengah sembilan. "Perasaan tadi dia turun dari rumah pukul enam pagi. Kenapa kata mereka dia belum datang?" Tommy pun masuk ke dalam mobil dan kembali menghubungi nomor Sherly.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah___"

Tut... Tut...

"Kalau kata mereka dia belum datang, lalu ke mana dia?"

Continued___