Saat ini Tommy mengajak Sherly ke Jawa. Karena ketiga anaknya sudah bisa ditinggal bersama nenek-nenek mereka, Sherly pun merasa tenang dan senang karena bisa menemani suaminya ke luar kota.
Karena memiliki perusahan di kota yang sama, Tommy sudah membangun rumah di sana agar di saat ia dan keluarganya datang mereka tidak perlu lagi menyewa hotel atau apartemen. Untung saja Sherly tidak pernah bertanya kenapa alasan Tommy membuat rumah di luar kota. Tapi karena Pak Malik sering memberikan proyek di seputaran Pulau Jawa kepada Tommy, Sherly pun tahu kalau alasan suaminya membuat rumah itu demi kebutuhan pekerjaannya.
"Sayang, apa kau tidak ingin melakukan sesuatu?" tanya Tommy di saat mereka sedang makan malam. Rumah besar itu berlantai dua, sementara penghuninya hanya Tommy dan Sherly. Namun jika Tommy pulang ke Sulawesi, rumah itu dijaga oleh beberapa orang yang merupakan pengurus rumah itu.
"Melakukan apa maksudmu, Sayang?" tanya Sherly seraya menaruh sesendok saus kacang yang baru saja dibuatnya, "Ini resep baruku, Sayang. Dimakan pakai bakso rasanya enak."
Tommy tersenyum sayang. "Apa kau tidak berencana membuat restoran di kota ini?" tanya Tommy.
Sejak menikah Sherly telah memiliki hobi baru. Ia jadi sering belajar memasak sebagai aktivitas untuk menyibukkan dirinya di rumah ketika Tommy meninggalkannya di luar kota. Dan sekarang, karena suaminya sendiri yang telah merekomendasikan untuk membangun restoran, mereka pun mencari lokasi untuk membuat usaha untuk kesibukkan barunya selama di Jawa.
"Aku ingin coba yang seperti itu saja, Sayang. Kalau resto kan tidak mungkin, karena waktu kita di sini tidak akan lama," kata Sherly keesokan harinya saat melihat rumah makan yang ukurannya sepetak ruko.
"Kau yakin?" tanya Tommy. Mereka berdua sekarang berada di dalam mobil.
"Aku yakin, lagi pula sepanjang jalan tadi aku perhatikan warung-warung seperti itu sangat ramai. Jadi tidak ada salahnya aku membuat rumah makan yang sama, yang pentingkan resepnya beda dengan mereka. Aku yakin, dengan makanan khas sulawesi, warung aku pasti lancar."
"Amin." Tommy tersenyum lebar. Ia meraup wajah Sherly dan mengecup bibirnya. "Baiklah, kalau begitu aku akan menyuruh Andrew untuk mencari lokasinya."
"Terima kasih, Sayang," kata Sherly seraya memeluk Tommy.
***
Sesuai janjinya kepada Sherly, keesokan harinya Tommy menemukan lokasi yang strategis untuk Sherly membangun usahanya. Ia mengajak istri tercintanya itu untuk melihat tempatnya secara langsung. "Kau suka?"
Sherly mengagguk mantap. "Suka sekali."
Tommy sengaja membeli ruko agar proses pembuatannya tidak memakan waktu lagi. Jadi ia dan Sherly hanya tinggal membeli segala keperluan dan kebutuhan yang diperlukan agar istrinya itu bisa langsung memulai usahanya. Rumah makan itu bernama Warung makan Ibu Sherly. Meski merasa aneh dengan nama tempat itu, tapi Tommy tetap melakukannya demi kebahagiaan Sherly. "Kau tidak keberatan kan kalau aku membeli ruko ini?" Ruko yang dibeli Tommy itu dua petak. Masing-masing ruko berdua lantai dengan ukuran yang lumayan besar.
"Aku suka, Sayang. Lagi pula kau yang lebih paham dengan hal-hal yang berbau bangunan," kata Sherly sambil menahan tawa, "Ayo kita turun. Aku tak lagi sabar ingin melihat dalamnya." Sherly turun lebih dulu dan meninggalkan Tommy di dalam mobil.
Karena melihat istrinya begitu bersemangat, Tommy tersenyum sayang. Ia sangat senang melihat istri bahagia ketika mendapatkan sesuatu darinya.
"Bisa aku mulai beroperasi besok saja?" tanya Sherly saat Tommy menyusulnya untuk membuka pintu ruko itu. Ia pun terkejut saat pintu besi itu terbuka. "Sayang, ini bagus sekali."
Dilihatnya perabot-perabot dan alat tempur sudah tertata rapi di tempatnya masing-masing. Dindingnya dicat putih, khiasan-khiasan dinding juga yang terbuat dari gambar-gambar berbagai menu makanan bergelantungan. Meski hanya warung makan, tapi desain yang dibuat oleh Tommy terkesan sangat elit.
"Terima kasih banyak, Sayang. Ini sudah sangat bagus. Aku jadi tak sabar ingin memulainya," kata Sherly seraya melingkarkan kedua tangannya di pinggang Tommy. Ia mengecup pipi suaminya. "Aku mencintaimu."
Tommy balas menciumnya. "Aku senang kalau kamu suka. Tapi kamu harus mencari orang kerja dulu baru bisa memulainya, Sayang. Aku tidak mau kau sendiri yang mengelolanya, karena nanti kau akan kelelahan. Kau harus mencari beberapa orang untuk bantu-bantu di sini."
"Kalau hanya itu gampang, Sayang. Aku kan lahir di sini. Aku juga punya teman dan keluarga di sini. Jadu aku tinggal menghubungi mereka dan menyuruh mereka untuk membantuku mencarikan beberapa orang."
Tommy tersenyum. "Baiklah, kalau begitu kau atur saja. Hmmm, apa kau mau di sini dulu atau mau ikut denganku? Aku harus ke lokasi proyek untuk memonitor pekerjaan mereka."
"Aku di sini saja. Tapi nanti kalau pulang jangan lupa jemput aku, ya?"
"Pastilah, Sayang." Tommy mencium dahi Sherly. "Aku pergi dulu, ya?"
Setelah melihat kepergian Tommy, Sherly pun langsung meraih ponsel untuk menghubungi kerabatnya. Ia menjelaskan tentang usahanya itu dan beberapa orang yang akan dibutuhkannya nanti. Ia juga membicarakan soal gaji, sehingga kerabatnya itu pun siap membantunya.
"Permisi," Suara lelaki menyapa dari depan pintu.
Sherly terkejut dan menoleh ke arah pintu ruko. Dilihatnya sosok lelaki pendek dengan postur tubuh yang kurus berkulit hitam. "Ya, Pak, ada apa?"
"Aku mau pesan makanan."
Sherly terkekeh. "Ya ampun, maaf." Ia menghampiri lelaki yang tampak jelek dan tua itu. "Maaf, Pak, tapi warungnya belum beroperasi. Ini masih tahap persiapan. Mungkin lusa atau besoknya lagi baru bisa mulai jualan."
"Oh, habisnya pintunya terbuka. Jadi aku pikir warungnya sudah dibuka."
Sherly tertawa. "Maaf. Pintunya lupa ditutup." Sherly segera menarik pintu besinya. Sekuat tenanga ia menariknya, tapi tak sedikit pun pintu itu bergerak. Ia memaki dalam hati, "Kenapa juga Tommy membuka pintunya lebar-lebar,"
"Biar kubantu." Lelaki itu menawarkan diri.
Sherly terkejut. "Memangnya Bapak bisa?"
Lelaki itupun tertawa. "Jangan lihat kurus begini, Mbak. Aku masih kuat."
Sherly pun mundur dan mempersilahkan. Ia pun dengan senang hati membiarkan lelaki itu membantunya, karena biar sekuat apapun dirinya, ia tidak akan bisa menutup pintu besi itu.
Dilihatnya pria itu saat dia menarik pintu gerbang ruko dengan kekuatan penuh. Sherly terkesan, bahkan matanya sampai terbelalak seakan kagum. Tapi karena tidak ingin berpikir yang macam-macam, dengan cepat Sherly menepiskan pikirannya terhadap lelaki itu. "Begitu saja, Pak. Terima kasih ya." Dalam hati Sherly tak percaya, ternyata tubuh kurus dan pendek lelaki itu mampu menggerakan pintu besi yang baginya sangat berat.
"Sama-sama. Berarti nanti lusa ya baru warungnya dibuka?"
"Kurang lebih begitu," jawab Sherly ramah.
"Baiklah, aku pulang dulu. Lusa aku akan kembali lagi untuk mencoba menunya."
"Oh iya, Pak, daripada menunggu lusa, kan di sana ada warung makan yang buka. Kenapa tidak makan di sana saja, Pak?"
Lelaki itu tertawa. "Tidak, aku sudah bosan dengan makanan sini. Tadi kebetulan lewat saja dan tak sengaja membaca menu-menunya." Lelaki itu menunjukkan iklan yang tercantum di depan ruko. "Aku penarasan saja rasanya seperti apa."
Sherly terkekeh. "Iya, aku sengaja membuat menu yang berbeda biar orang-orang di sini semakin penasaran."
"Hebat," puji lelaki itu sambil mengangguk, "Ternyata Anda selain cantik kreatif juga, ya." Wajah Sherly kontan memerah. Ini kali pertama ia mendapat pujian dari seorang lelaki selain Tommy. "Kalau begitu aku permisi dulu. Lusa aku kembali lagi untuk menjadi pembeli pertama."
"Iya, Pak. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya."
"Sama-sama, Cantik."
Lagi-lagi wajah Sherly memerah. Rasanya ia ingin terbang. Seumur-umur Tommy tidak pernah memanggilnya dengan sebutan seperti itu. Namun sadar akan statusnya, Sherly pun segera menepiskan pikiran yang tidak-tidak. "Memang aku tidak kelihatan tante-tante ya sampai dia memanggilku seperti itu?" tanya Sherly pada diri sendiri.
Drtt... Drtt...
Ponselnya yang bergetar itu membuyarkan pikiran Sherly terhadap pujian lelaki tadi. Dengan cepat ia menyambungkan panggilan begitu melihat nama kerabatnya sebagai pemanggil.
Setelah mendapat kabar dari kerabatnya soal pekerja-pekerja yang sudah ditemukan, Sherly langsung menyebutkan alamat warungnya dan menyuruh mereka untuk datang. "Suru mereka datang sekarang biar besok kita bisa mulai jualan."
Continued___