Salah bila Lili berpikiran Ratu Lala akan diam begitu saja. Ia mendekatkan diri pada jeruji yang terbuat dari daun kering itu. Ia menatap tajam Lili sebelum akhirnya meramas rambut peri itu.
Dengan senyum penuh amarah membalas semua kalimat Lili. "Apa yang kamu ketahui tentangku, hm? Apa kamu pikir itu semua akan berguna di sini? Biarkan aku memberitahukanmu sesuatu." Ratu Lala melihat keadaan sebentar sebelum berbisik, "Hukumanmu belum aku putuskan, bersikap baiklah padaku sebelum aku memenggal kepalamu."
Alih-alih menjadi takut, Lili tak segan membalas, "Apa kamu memiliki wewenang untuk itu? Beginilah bila kamu menjadi Ratu tanpa tahu apa-apa tentang Kerajaan Floe dan segala peraturannya. Miris sekali."
Lili berhasil membuat geram Ratu yang berada di depannya. Tangannya semakin keras menarik rambut panjang peri itu. Mungkin bila tak ada peri lain di sana, Lili sudah habis dilenyapkannya, atau … sebaliknya.
"Ratu, hamba mohon lepaskan tangan Anda dari Peri Lili." Salah seorang dari prajurit yang berada di sana mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara.
"Cuih! Siapa kau berani memerintahku, hah?!" Ratu Lala tak terima. Tak segan ia membentak sebelum akhirnya ia menyadari sesuatu. Ia menengok ke wajah Lili dan mendapati peri itu sedang tersenyum penuh kemenangan. "Oh … jadi ini rencananya? Sial!" umpatnya dalam hati.
Lala lalu melepaskan cengkremannya dan tersenyum. "Maaf atas perlakuanku, Peri Lili. Aku tersulut emosi. Melihatmu yang sangat bahagia berada di jeruji daun ini membuatku ingin melepaskanmu dengan segera. Ah, apa yang aku bicarakan? Seperti katamu tadi … hm … aku tak memiliki wewenang penuh dan membutuhkan persetujuan seluruh tetua." Dengan demikian, Ratu Lala mengembalikan keadaan.
Peri Lili menjadi kesal. Bisa-bisanya Lala dengan tenang mengatakan itu setelah semua kalimat yang sempat membuatnya tersulut emosi. Kali ini ia harus mengakui bila kemampuan Ratu Lala tidak bisa diremehkan begitu saja.
"Aku sudah selesai mengunjungi peri ini. Ayo kita kembali ke kastil!" titahnya pada beberapa prajurit yang mengikutinya. Setelah itu, Ratu Lala benar-benar meninggalkan Lili sendiri.
Sesampainya di kastil kerajaan, Ratu Lala meminta seorang peri untuk membawakan segelas nektar bunga. Ia membutuhkan minuman untuk menenangkan emosinya.
"Kurang ajar! Lili benar-benar tahu tentang kerajaan ini dariku!" umpatnya dalam hati. "Apa masih lama? Bukankah sangat mudah mengambil segela nektar? Apa hal kekecil ini pun harus aku yang bertindak?" Suara Ratu Lala menggema.
Para peri yang berada di sana menjadi ketakutan. Peri Lala seolah memiliki dua kepribadian dalam waktu yang bersamaan. Sosok tenang dan juga halus seolah lenyap darinya. Semua itu berubah ketika ia bermain di taman terlarang. Beberapa Tetua juga sedang menyelidiki ini. bukan tidak mungkin bila Sang Ratu sedang dikenalikan.
Peri pelayan kembali dengan wajah yang ketakutan. Ia membawa segelas nektar dengan nampan daun hijau. Sangat berhat-hati, ia memperhatikan langkahnya menuju Ratu Lala. Ia berjalan menaiki tangga dengan sanagt hati-hati. Semuanya terlihat berjalan lancar hingga ia menumpahkan nektar itu pada jubah Sang Ratu.
"Dasar bodoh! Tidak berguna!"
"Ma-maafkan hamba, Yang Mulia." Peri pelayan itu segera mengambil selembar daun dan hendah membersihkan gaun cantik milik Sang Ratu.
"Apa yang sedang kamu lakukan?! Singkirkan tangan kotormu itu!" Peri Lala mendorong tubuh peri itu hingga terjungkal. "Benar-benar tidak berguna."
Peri lain yang berada di sana segera membantunya berdiri. Mereka juga merasa kasihan. Tak selayaknya seorang pelayan diperlakukan seperti ini. tindakan Sang Ratu sudah berlebihan. Meski begitu, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Di saat seperti ini hanya Para Tetua yang bisa menegur Sang Ratu.
"Kenapa kalian menatapku? Apa yang kalian harapkan? Ingin aku meminta maaf padanya? Jangan mimpi. Lihat ini!" tunjuknya pada jubah yang terkena cipratan nektar itu. "Peraturan mengenai pelayan yang bodoh apa perlu aku tegaskan di sini? sudah bagus aku tak memnejarakannya. Aku bisa melakukannya bila aku mau!"
"Ma-maafkan hamba …."
"Keluarlah, aku muak melihat wajah kalian!" Ratu Lala benar-benar mengusir para peri pelayan yang masih berada di sana.
Ia lalu menyuruh salah seorang parjurit untuk membawakan nektar yang lain. Kali ini tugas ringan itu menjadi terasa berat. Ini bukan soal nektar yang akan dihidangkan, namun tentang mood Sang Ratu yang sedang tak baik. Kalau sudah begini, siapa saja bisa menjadi sasaran empuk amukannya.
"Pastikan kali ini kau melakukannya dengan baik, wahai Prajurit!" serunya sebelum prajurit itu benar-benar meninggalkan kastil dan mencari nektar pesanan Sang Ratu. "Hm, mari kita lihat betapa tidak becusnya semua pesuruhku di negeri ini. Aku memang tidak beruntung. Ini semua karena kesalahan satu peri yang menumpahkan bubuk pixie." Ia mengeluh dalam hatinya. Ia menganggap semua itu adalah kesialan yang bertubi-tubi dan sangat tidak bisa dimaafkan.