Setelah puas 'merampok' makanan Cindy, Anti segera meninggalkan kamar itu. Cindy tak lagi memikirkan soal makanan, ada hal lain yang lebih 'worth' di banding itu. Ini tentang sesosok makhluk yang mengatakan dirinya adalah peri. Sangat sulit dipercaya.
"Kamu itu bodoh atau bagaimana? Mengapa membiarkannya begitu saja mengambil semuanya? Lain kali kamu harus membalasnya atau tak mengijinkannya."
"A …."
"Apa? Tidak bisa membela diri?"
"Aku …."
"Aish! Berhentilah menatapku sambil ketakutan! Aku sudah bilang kalau aku ini bukan hantu!"
"Aku sedang be-berusaha."
Peri Ella juga duduk di kasur. Ia tersenyum pada Cindy lalu mulai berkata, "Jangan percaya dengan hal-hal mistis yang sama sekali tidak terbukti. Di dunia ini tak ada hantu. Itu hanyalah sebuah kamuflase."
"Lalu … bagaimana aku bisa mempercayai keberadaanmu yang katanya adalah seorang peri?"
"Kamu sudah melihatku, kan? Apa itu tak cukup membuatmu percaya? Astaga … sepertinya aku menemui tuan yang salah."
"Tuan?"
"Ah tidak … aku salah ucap. Maksudku … aku akan menolongmu."
"Aku berharap semua ini hanyalah mimpi."
"Ha?! Sampai sekarang? Kamu bahkan sudah melihat dan mendengar suaraku! Ya sudah, sana! Kerjakan saja tugasmu itu. Mungkin dengan berkonsentrasi bisa mengembalikkan akal sehatmu."
"Aku rasa memang sebaiknya begitu … ini adalah halusinasi yang aku ciptakan sendiri karena tugas kuliah yang begitu rumit." Cindy lalu bergegas bangun dan kembali duduk di kursi. Ia sangat siap melihat soal yang terpampang dalam layar laptopnya. "Bisa-bisanya aku melihat dan mendengar peri, hahaha! Bahkan tak ada satu pun reaksi kimia yang bisa menjelaskannya."
Peri Ella menjadi kesal sat mendengar itu.
"Sekarang apa lagi? Aku disamakan dengan reaksi kimia? Tapi tunggu … apa itu reaksi kimia?" tanyanya dalam hati. "Mungkin sejenis bunga … a … aku akan menanyakannya nanti pada peri pengetahuan. Aku yakin mereka memiliki jawaban."
Malam semakin larut, begitu pun Cindy yang makin larut dalam tugas yang perlahan ia selesaikan. Ia baru saja ingin mengembalikan gula darahnya yang sudah turun sebelum akhirnya menyadari tak ada makanan di sisinya.
Ia menertawakan dirinya yang tak berdaya. "Hehe, harusnya memang tak aku berikan semuanya. Sekarang aku sudah teralu malas untuk turun dan menggorengnya lagi. Dan juga …." Mata Cindy tertuju pada sebuah jam dinding berwaran pink di kamarnya. "Terlalu pagi untuk itu."
Akhirnya, ia hanya menegak air putih sebagai gantinya. Mau bagaimana lagi, tak ada pilihan kali ini. Meski perutnya sudah 'memberontak' untuk diberi makan, Cindy memilih tetap melanjutkannya hingga selesai. Ia sudah tak sabar ingin merebahkan diri di kasur dan tertidur dengan pulas. Ini adalah hari yang sangat panjang.
Sama halnya dengan Cindy, Peri Ella juga ingin beristirahat. Ia sudah mencari beberapa bunga yang bisa ia hinggapi. Sayangnya, tak ada. di kamar itu hanya ada bunga palsu yang terbuat dari plastik. Rasanya ingin sekali keluar dari rumah itu dan hinggap pada bunga yang berada di taman.
"Dan aku sudah terperangkap di sini," gerutunya. "Bisa tolong aku buka jendelamu?" Elal mencoba berkompromi dengan Cindy yang masih serius dengan tugasnya yang nyaris selesai. "Helow! Apa kamu mendengarku? Aku membutuhkan bantuan …." Lagi, Peri Ella mencoba memanggil Cindy.
Ia menjadi kesal dan mulai bertanya, apa yang salah hingga gadis itu tak mendengarnya? Ia mulai memperhatikan gadis itu lagi dan akhirnya menemukan jawaban. Ada benda aneh yang terpasang pada kedua daun telinga Cindy. Bisa dipastikan olehnya bila itu adalah penyebabnya.
"Apa sekarang aku harus menunggunya melepas benda aneh itu? Astaga … setelah hariku yang panjang, aku bahkan tak bisa mendapatkan istirahat yang layak?" gerutunya.
Peri Ella lalu terbang dan memilih berbaring di tepian tempat tidur. Ia memastikan tempat itu aman dan tak akan di tempati oleh Cindy.
"Aku akan tidur sebentar sambil menunggunya selesai dengan semuanya. Aku harus tidur di dalam bunga, aku harus bersabar." Ia lalu memejamkan matanya. Setedik kemudian, Ella sudah tertidur pulas dan menjelajah di dunia mimpi.
"Dududu … lalala … hm hm hm …." Sesekali, Cindy bersenandung mengusir rasa jenuh dan juga kantuknya. Ia bertahan hingga akhir. Ia tidak menyerah. Ia ingin bermalasan penuh satu hari, oleh karena itu ia mengorbankan hari ini untuk menyelesaikan tugas hingga pagi. "It's okay! Setelah ini aku bisa tidur dan rebahan seharian. Semangat yeay!"
Waktu terus berlalu, akhirnya dengan kesabaran, Cindy berhasil menyelesaikan tugas kuliahnya dengan sangat baik. Itu kira-kira pukul setengah enam pagi. Ia lalu menutup laptop dengan bahagia. Hedset yang dianggap sebagai benda aneh pun sudah diletakkannya. Ia tak langsung tidur. Cindy malah mengambil handuk dan menuju kamar mandi.
"Mandi dulu sebelum hibernasi."
Ia menikmati saat pribadinya itu dengan sangat baik. Tentu saja, ia tidak membasahi rambutnya. Itu akan berbeda lagi mengingat perlu waktu lagi untuk mengeringkan rambut setelahnya. Ia hanya perlu membuat tubuhnya wangi dan nyaman sebelum tidur.
"Hm hm hm …."
Peri Ella terbangun dari tidru singkatnya. Ia mendengar bunyi air dari kamar mandi yang membuatnya terganggu. Ia terbang dan mendekati jendela. Matahari belum muncul berate masih malam baginya.
"Lalu kenapa aku terbangun? Ah gadis itu … sepertinya ia sudah selesai dengan tugasnya. Baiklah, aku bisa meminta bantuannya nanti untuk membukakan jendela."
Peri Ella mulai melihat beberapa bunga di halaman dan mulai membayangkan betapa empuknya salah satu bunga di sana. Ada yang berwarna ungu, putih, merah dan juga kuning. Membayangkannya saja membuat peri bunga malam itu tak sabar untuk merebahkan diri di dalamnya.
"Kapan ia selesai mandi? Aku sudah tak sabar ingin tidur dalam bunga cantik itu," gerutunya sangat tak sabar.
Mata Ella langsung menghadap ke arah lain ketika Cindy keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar pada tubuhnya. Ia memalingkan pandangannya.
"Segarnya ….."
"Eh? Kenapa aku harus memalingkan pandanganku? Aku ini kan perempuan juga?! Ah tidak, tidak … aku juga sama sekali tidak tertarik untuk memandangi tubuh gadis itu. Aku bukan peri mesum."
Cindy tiba-tiba menoleh. Ia merasa mendengar kembali suara yang mengganggunya.
"Sepertinya memang benar, aku harusnya konsentrasi saja dengan tugasku. Bahkan halusisnasi yang nampak nyata itu benar-benar pergi tadi kan? Saat aku mengerjakan tugas, semuanya sangat normal. Sekarang aku mendengarnya lagi. Fix! Ini adalah halusinasi."
Peri Ella rasanya ingin sekali memukuli kepala Cindy. Keberadaannya masih dipertanyakan bahkan ia sudah menunjukkan dirinya. Ini bukanlah hal yang wajar.
"Apa yang di pikiranmu, Cindy?"
"Ha?!"
"Bukankah kita sudah berbicara satu sama lain dari tadi? Apa kamu sama sekali tak yakin kalau aku benar-benar ada? Perlukah aku membuktikannya sekali lagi?!"