Chereads / Cindy Bukan Cinderella / Chapter 11 - Pertemuan Cindy dan Ella

Chapter 11 - Pertemuan Cindy dan Ella

Dulu … ada seorang gadis yang jatuh cinta pada salah seorang pemuda yang cerdas. Ia berusaha hingga melampaui kemampuannya. Tujuannya hanya satu, menjadi sepadan. Ada yang mengatakan padanya untuk berhenti saja karena masa depan itu tak ada yang tahu. Si gadis ini tetap mencintai dengan sangat tulus, layaknya seorang anak yang jatuh cinta untuk pertama kali. Gadis itu bernama Cindy.

Cindy pertama kali bertemu dengan Ando saat selesai class meeting-acara tiap enam bulan setelah ujian semester. Di tahun kedua SMA mereka akhirnya saling mengakui perasaan satu sama lain. Kata orang, kamu akan menjadi versi terbaikmu saat bertemu dengan pasangan yang tepat. Ungkapan itu sepertinya sangat cocok dengan gadis polos ini.

Ando benar-benar menajdi semangat bagi Cindy untuk mengejar cita-citanya. Ia bahkan mempelajari materi yang bukan jurusannya. Ini terdengar aneh, bukan? Ya, cinta membuat semuanya.

"Kita hanya akan terus bersama bila aku dan kamu berada di kampus dan jurusan yang sama." Sangat tegas Ando mulai perlahan mengatakan rencana masa depannya."

Cindy kala itu hanya bisa diam. Pemuda dengan ambisi yang begitu membara perlahan terlihat tak sepadan dengannya. Ia nyaris kehilangan rasa percaya dirinya.

"Aku ini anak IPS, aku tak mungkin mengambil jurusan pendidikan dokter atau sejenisnya. Apa kamu menginginkan aku melakukannya? Sekalipun aku berusaha, hanya akan sia-sia …"

"Aku dengar ada beberapa jurusan yang masih bisa kamu usahakan. Aku akan membantumu belajar." Lagi, dengan ambisius Ando seakan mulai mengatur kehidupan gadis ini.

"Apa kamu yakin ini akan berhasil?"

"Kalau kamu ingin berjuang, semuanya akan berjalan sesuai rencana. Ya … kalau kamu masih mau denganku. Aku tak akan memaksa, kok."

Cindy dengan polosnya mengikuti saja. ia masih belum paham dengan konsep 'manipulasi' dalam sebuah hubungan. Lambat laun, Ando seakan terus menggenggam hidup gadis itu. Jangankan tentang pelajaran, bahkan kemana pun Cindy pergi, Ando harus mengetahuinya.

Siapa yang menyangka, diam-diam Cindy memperlajari pelajaran science seperti biologi, fisika dan juga kimia. Entah sebuah prestasi atau keberuntungan, Cindy mampu menembus ujian masuk universitas. Bila ia ingat kembali kisah itu, ada dua hal yang ia banggakan.

"Ha … apa aku ini jenius?" Cindy sudah selesai mengenang masa perjuangannya. Namun, ada hal lain yang masih ia simpan.

Gadis itu berjalan menuju lemari pakaiannya. Ia mencari sebuah kotak di dalam sana. Ada benda yang berkesan untuknya dan masih disimpan dengan sangat baik.

"Ini dia!" serunya sambil mengangkat kotak berwarna merah. Ia lalu tertawa kecil memandanginya. Cindy lalu menaruh kotak itu di atas kursi dan membukanya. Isinya hanya barang 'receh' yang terlihat biasa saja. Ia lalu mengambil dan memakainya di kaki. "Ini memang bukan ukuranku, tapi dia sudah berusaha."

Peri Ella sedikit kecewa dengan ekspetasinya. Ia mengira bahwa benda yang membuat senyum Cindy merekah adalah sesuatu yang mahal atau terkesan mewah.

"Aku menyesal berharap lebih," kata Peri Ella dalam hati.

Cindy berjalan-jalan menggunakannya. Ia bahkan memeragakan bak model yang sedang catwalk.

"Sendal jepit Selow yang menolongku saat hujan. Hm … mungkin sudah saatnya aku buang bersama kenangan bersamanya?" Cindy berpikir sebentar. "Tidak, tidak, sandal ini masih bisa berguna. Aku bisa menggunakannya dengan baik. Kenapa aku harus membuangnya hanya karena sudah tak bersama Ando?"

Gadis itu masih memeragakan model yang berjalan dengan indah walau hanya dengan sepasang sandal jepit.

"Oh model sandal murah ternyata."

Suara Peri Ella terdengar sangat jelas kali ini. Sontak saja, air muka Cindy berubah. Matanya mulai mencari-cari asal suara tersebut. Di sudut ruang ia menatap dengan wajah ketakutan.

"Aku bukan hantu. Tolonglah …." Peri Ella akhirnya angkat suara lagi.

Cindy benar-benar diam. Mulutnya kelu, terlalu berat bahkan untuk mengatakan satu kalimat pun. Tatapannya makin dalam ke arah sudut ruang di atas lemari. Ia terlalu mempercayai mitos tentang kuntilanak yang senang duduk di atas lemari rupanya.

Peri Ella sudah tak tahan. Ia bangkit dari duduknya yang santai dan mulai terbang meninggalkan vas bunga.

"Aku di sini."

Cindy semakin kaku. Ia nyaris pingsan melihat penampakan Peri Ella yang dianggapnya hantu berukuran sangat kecil.

"Dan aku bukan hantu!" tambah Peril Ella.

"O-oke …."

"Kamu naik saja ke tempat tidur, entar pingsan lebih enak, setidaknya di kasur yang empuk."

Cindy benar-benar menurutinya. Ia naik di atas kasur. Tak lupa ia menarik selimut untuk melindungi diri.

"Astaga aku sama sekali tidak menyuruhmu untuk tidur, hei!"

"Ja-jadi apa maumu? Apa kamu hantu mini?"

"Aish! AKU BUKAN HANTU! BERHENTILAH MENGATAKANNYA!"

"La-lalu?"

"Aku seorang peri dari negeri yang jauh."

Omong kosong macam apa ini? Hantu lebih terdengar lebih masuk akal. Apa aku akan mempercayainya?

"Suara hatimu pun bisa aku dengarkan Cindy …."

Peri Elle bahkan menyebutkan nama Cindy. Bukan hal yang mudah untuk menerima kenyataan ini. bagi Cindy kehadiran peri itu sama sekali bukan hal yang bisa ia percayai. Ia lalu mencubit lengannya keras untuk memastikan semua ini.

"Awh, sakit!"

"Berhentilah melakukan yang tidak-tidak. Aku tahu ini sulit dipercaya … tapi aku ini memang peri dan aku sama sekali tidak jahat." Peri Ella mencoba meyakinkan Cindy. "Kalau kamu takut padaku baiklah aku akan pergi sekarang. Aku akan balik lagi saat semuanya lebih kondusif." Ella menunggu reaksi gadis di depannya.

"Tu-tunggu!"

Peri Ella menoleh. "Kenapa lagi? Bukankah kamu takut padaku?"

"Jika memang benar yang kamu katakan … em … lalu apa tu-tujuanmu ke sini? Tapi aku benar-benar tidak sedang bermimpi kan?"

"Menurutmu apa ini mimpi?"

Tuk tuk tuk! Pintu kamar Cindy lalu terbuka setelah seseorang mengetuknya. Bersamaan, mereka berdua menoleh menerka siapa yang datang berkunjung.

"Aku lapar …." Dan tanpa basa-basi, Anti langsung menggambil kudapan yang berada di atas meja belajar Cindy. "Aku ambil semuanya tidak apa-apa, kan?" tanyanya. Lebih tepatnya itu hanyalah sebuah basa-basi. "A … tadi kamu bicara dengan siapa? Apa ada orang di sini?"

Peri Ella tertawa kecil dan menatap Cindy sebagai jawaban atas pertanyaan Anti. "Bahkan bila aku mengatakannya, saudari tirimu itu tidak bisa mendengarnya."

Ini benar-benar nyata ….

"Cin … apa yang kamu lihat?" tanya Anti kebingungan.

"Apa? Si Anti itu tidak bisa melihatku." Lagi, Ella menegaskan keberadaannya yang hanya bisa dilihat oleh Cindy. "Katakan padanya kalau tidak ada a-apaa dan biarkan ia pergi dari sini. Banyak hal yang harus kita bicarakan berdua."

"Cin … liatin apa sih?!" Kali ini Anti mulai tak nyaman.

"A … itu … tidak ada apa-apa. Oh … itu … ambil saja semuanya, boleh kok, Kak. Aku juga sudah sedikit kenyang."

"Oh tentu saja aku akan membawa semua kudapan ini."