Tae Jung benar-benar melupakan Eun Ra sebagaimana dia pergi meninggalkan Eun Ra di dapur seolah-olah dia tidak pernah dibeli sebelumnya. Sebenarnya seberapa kayakah seorang Tae Jung sampai dia tidak mengingat uang-uang yang dibuang untuk membelinya?
Dalam diam bahkan Eun Ra memikirkannya, tidak ada yang lebih mengerikan dari hidup di mansion sebesar ini milik Tae Jung dan lupakannya sebagai budak. "Hey, kau memikirkan apa? Atau kau berharap? Lupakan semua angan-anganmu karena semua itu akan terlihat percuma saja bagimu," ucap Ji Min menegur Eun Ra yang masih melihat kepergian Tae Jung yang benar-benar melupakannya.
"Aku hanya sedikit berpikir Kak apakah tuan Tae Jung benar-benar melupakan uang yang dia beli untukku? (Uang membeli Eun Ra) Sangat jelas jika uang itu sangat banyak, jika tidak mengingatku atau memperdulikanku, setidaknya lebih baik sekali jika tuan Tae Jung memikirkan uangnya." Ji Min tertawa mendengarnya, apa Eun Ra sepolos ini?
Bagaimana Tae Jung membeli mainan seperti Eun Ra karena dia seperti terlahir sangat murni dan tidak tahu apapun. Tidak ada yang lebih bodoh darinya, namun mengingat seberapa gilanya Tae Jung membeli Eun Ra dengan nominal Ji Min tidak memikirkan hal itu sama sekali.
"Ini bukan rumah tuan Tae Jung melainkan kakeknya," ucap Ji Min memberitahu Eun Ra. "Kami bekerja sejak kakek Tae Jung masih hidup, jadi kami semata-mata bukan tidak mengetahui pertama kali Tae Jung datang," jelas Ji Min membuat Eun Ra benar-benar bingung.
Jadi maksud Ji Min, Tae Jung bukan cucu kandungnya, begitu?
"Aku tidak paham," jawab Eun Ra membuat Ji Min memutar bola matanya malas. "Lupakan saja," jawab Ji Min malas menjelaskan, Ji Min melempar lap untuk kedua kalinya pada Eun Ra dengan lap yang sama.
"Gantikan pekerjaanku, aku harus mengurus kebun," minta Ji Min membuat Eun Ra mengerjakannya senang-senang saja.
Beralih pada Tae Jung, dia sedang di dalam mobilnya dengan Go Hyung di sampingnya. Ada supir di depan, Tae Jung tidak diperbolehkan membawa mobil karena itu perintah mutlak oleh mendiang kakeknya. Sebagai pekerja yang dipercaya oleh kakek Tae Jung, Go Hyung menurutinya sampai detik ini.
"Kau menemukannya, paman?" tanya Tae Jung yang sedang mencari menggunakan ponselnya. Go Hyung yang sedang sibuk dengan Laptopnya hanya bisa fokus dan beberapa mengetik. "Sebentar, Tae Jung," jawab Go Hyung yang sedang mengangkat sambungan telefon dari salah satu orang suruhannya.
"Hallo," jawab Go Hyung pada salah satu orang suruhannya yang berhasil mendapatkan dimana Tae Hyun berada. "Ada paman di salah satu bar dekat kantor milik ayah Kak Tae Jung," jawab salah satu pria itu memberitahu.
"Di sisi mana dari tempatku berada?" tanya Go Hyung yang menanyakan letak seberang jalannya. "Bukan sisi, melainkan belakang, pergi kantor milik ayah Kak Tae Jung kiri jalan. Aku dan yang lainnya sedang menuju ke sana." Go Hyung mematikan sambungan telefonnya secara sepihak dan meminta supir untuk berbalik arah.
"Bar belakang kantor Kim Yoon Gi," titah Go Hyung membuat supir itu kembali membalik arahnya untuk mendapat rute tercepat miliknya agar cepat tujuan.
"Jadi Tae Hyun bermain di sana?" tanya Tae Jung yang mendengarnya, Go Hyung menganggukan kepalanya tanpa menjelaskan. Dia memilih dia, begitupun dengan Go Hyung. Limabelas menit berjalan Tae Jung dan Go Hyung sampai di parkiran.
Lima pria berjaga dekat parkiran untuk memberitahu dimana Tae Hyun adik Tae Jung berada. "Dimana Tae Hyun berada, Woo Sik," ucap Tae Jung pada pria yang menelfon Go Hyung.
"Lantai tigabelas VIP, Tae Hyun sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri dan tertidur dengan wanita yang berbeda semalam sebelumnya."
○○○
"Jadi saat kau tidak ingin menjadikanku anakmu, sekarang kau meninggalkanku di apartemen dengan uang bayaran sendiri dan hidup sendiri? Kenapa kau membakar tempat pelelangan itu untuk merepotkanku saja?" kesal Yoon Sa membuat Ji Kang menatap tajam padanya dan memutar bola matanya malas.
"Kau pikir kau siapa menasihatiku?" balas bertanya Ji Kang dengan emosi yang meluap. "Kau mau ku bunuh, kau mau ku apakan, itu urusanku. Dan semisal kau memang tidak menyukai bagaimana aku bersikap padamu, tugasmu hanya menutup mulutmu saja. Kau pikir kau siapa yang harus mengatakan banyak hal mengenaiku?" Yoon Sa menelan ludahnya sukar.
Benar saja, dia memang terlalu banyak berbicara pada Ji Kang tanpa banyak berpikir. Tapi mengingat seberapa kurang ajarnya dirinya membuat Yoon Sa diam.
"Kau tidak akan meninggalkanku seorang diri kan? Aku harus bergantung padamu seperti monyet agar bisa hidup," jelas Yoon Sa meminta perlindungan pada Ji Kang agar Ji Kang tidak mengabaikannya atau bahkan membuang dari hal yang lebih dari kurang ajar.
"Diamlah, tinggallah sebentar di sini. Aku akan datang nanti, memberi jawaban dari semua tekanan yang kau berikan padaku. Lusa aku akan menjawabnya, kau tenang saja," jelas Ji Kang membuat alis Yoon Sa menyatu bingung.
"Kau berusaha mempermainkanku?" tanya Yoon Sa menuding hal yang tidak-tidak pada Ji Kang. Ji Kang yang melihatnya hanya memutar bola matanya malas dan mendorong Yoon Sa menjauh darinya. Menutup pintu apartemen miliknya dan menguncinya sepihak dari dalam.
Tiga jam lagi pintu apartemen bisa di buka dari dalam mengingat seberapa pengeblokan pintu itu terjadi hanya dalam waktu tiga jam saja.
"Yak! Brengsek," teriak Yoon Sa mengatai Ji Kang dengan kata brengsek karena dia menguncinya. "Satu wanita itu setara dengan dua gorila. Sepertinya aku salah membelinya, dia sangat merepotkanku," keluh Ji Kang menyimpan kunci apartemen pribadinya yang asli dan berjalan menuju lobi untuk pergi ke pulang ke rumah ibunya.
Tangannya mengambil ponsel untuk menghubungi ibu, lalu mengatakan. "Ibu, aku pulang," seru Ji Kang membuat ibu nya hanya bisa memutar bola matamya malas.
"Datanglah, setidaknya ibu menunggumu," jawaban aneh terus keluar dari mulut ibu Ji Kang. "Ibu memang harus menungguku," jawab Ji Kang masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara.
"Karena aku anak ibu aku lah yang paling ditunggu-tunggu, seharusnya," jawab Ji Kang menutup sambungan telefonnya sepihak lalu mengendarai mobilnya menuju ruma ibunya.
Empatpuluh menit lebih dua detik Ji Kang sampai, ibu nya menunggu di ruang tamu karena ingin berbicara serius dengan anaknya.
Baru saja membuka pintu utama rumahnya Ji Kang merasa terintimidasi. "Kau merasa senang?" tanya Ji Kang menanyakannya pada ibu nya.
"Apa yang membuat ibu senang?" tanya Kim Ji So pada anaknya yang menatapnya tajam. "Aku membeli manusia, tapi aku akan membunuhnya karena aku berhasil membelinya dengan uang yang kembali," jelas Ji Kang membuat ibu nya menatapnya tajam.
"Lagi?" tanya Ji So membuat Ji Kang terkekeh. "Iya, aku senang melakukannya. Ibu tenang saja, aku akan membersihkannya tanpa sisa sedikitpun."
"Tidak apa-apa ibu," ucap Ji Kang mengatakannya dengan jelas pada ibu nya jika Ji Kang bisa menyelesaikan semuanya tanpa ibu nya harus turun tangan seperti sebelumnya.
"Kali ini siapa?"
"Wanita."
"Dia sangat cerewet ibu, selain dia banyak merepotkanku, dia menuntutku banyak hal. Daripada aku dirugikan, lebih baik aku membunuhnya saja kan ibu?" tanya Ji Kang langsung pada ibu kesayangannya yang sudah membesarnya dari sekecil air sperma ayahnya.
"Anakku," panggil Ji So ibu dari Ji Kang. "Tenangkan dirimu, ibu akan memberikan obatmu yang kemarin lusa lupa kamu bawa, ya?" Ini lebih buruk.
Tidak ada yang tahu yang sebenarnya jika Ji Kang sakit, hanya ibunya juga. Yang Tae Jung tahu juga Ji Kang kakaknya hanya sangat brengsek. Bukan gangguan kejiwaan yang sebenarnya Ji Kang alami.
"Tidak ibu, aku hanya berpikir untuk tidak mengonsumsinya, dan apa yang terjadi denganku jika aku tidak meminum obatnya," tolak Ji Kang membuat ibu nya menghela nafasnya berat.
"Diamlah, kamu membuat ibu takut jika seperti itu."