Wanita dewasa itu terus merubah posisi tidurnya, miring ke kanan, lalu ke kiri, dan tengkurap.
Dua jam lamanya Eun Ra melakukan hal yang sama berulanf kali, semuanya tidak ada perubahan sama sekali. Sejujurnya Eun Ra bukan wanita yang cengeng, yang takut akan segalanya.
Bayang-bayang menusia diiris, beberapa kali darah menciprat kemana-mana, lalu bau anyir semuanya. Eun Ra menggelengkan kepalanya tegas, berulang kali dia terus melalukan hal yang sama. Berusaha tidur dengan nyaman, namun semua itu gagal karena ingatan dan memorinya benar-benar sangat buruk dan tidak berfungsi jelas sekarang.
"Sialan! Ini sangat mengganggu dan merugikanku, bukankah ini tidak adil? Menjadi jalang bukan masalah besar, hanya saja ini?" Eun Ra mengeratkan giginya dengan sangat kesal dan sangat dirugikan.
Eun Ra melirik jam yang terpasang rapi di dinding, tidak lama dari itu wanuta dewasa bernama Eun Ra kembali mengeluh.
"Pukul satu? Kalau aku terus seperti ini, tidak tidur sama sekali dan pukul lima harus bangun, bagaimana bisa aku bekerja nanti," kesal Eun Ra memilih mengambil posisi duduk untuk menciba tidur seperti sebelumnya.
Tidak ada cara lain, jika Eun Ra tidak tidur dalam lima jam sisanya dia bisa mati, Eun Ra mengambil beberapa kotak obat di laci samping tempat tidur untuk melakukan hal nekat.
Eun Ra mengambil obat tidur dua tablet, tidak ada respon baik saat itu. Eun Ra terus melihat ke sekelilih dengan mata melotot yang tidak mengantuk sedikitpun.
"Apa dua masih kurang? Haruskah aku menembahkan dosisnya menjadi lima?" Eun Ra bertanya-tanya apakah memungkinkan jika Eun Ra meminum tiga lagi.
Dia tidak berpikir apapun dan kembali mengambil tiga tablet yang lain, namun langkahnya terhentikan. Eun Ra melempar asal obat tersebut dan membiarkan dirinya tidur atau tidak sama sekali.
"Aku akan membiarkanmu memilih apa yang kau inginkan," gumamnya memberi pelajaran pada matanya yang tidak ingin menutup sedikitpun. Eun Ra menghela nafasnya berat, dia mengingat pamannya sekarang.
Sejak kecil sekali Eun Ra dibesarkan pamannya, tidak ada yang membantu dan membuat Eun Ra mengenal kerabat-kerabatnya sama sekali.
Eun Ra dihidupi dengan banyak kebahagiaan, pamannya sama sekali tidak membuat Eun Ra kesulitan sama sekali, bahkan bagi Eun Ra, beliau adalah satu pahlawan baginya yang membuatnya akan selalu menganggap pria baik itu sebagai keluarga satu-satuanya.
Sayangnya Eun Ra sama sekali tidak menanyakan keberadaan orang tuanya pada pamannya, sebab Eun Ra sadar itu akan melukai perasaan dan hati terdalam milik pamannya.
Eun Ra bisa melihat seberapa tulusnya pamannya saat itu, dari kecil sekali, sampai sebesar sekarang, semuanya karena pamannya.
Jika pun Eun Ra memiliki keluarga, sangat tidak mungkin juga kan jika dia membiarkan Eun Ra dan pamannya mati kelaparan?
Eun Ra awalnya memang tidak ingin dijual seperti ini, perkataan pamannya berhasil membuatnya sadar.
Ĺ(Yang dikatakan oleh Gong Tae Gwang pada keponakan perempuannya.)
"Tahu dirilah sedikit Eun Ra, paman tidak memiliki apapun, semuanya sudah paman berikan padamu, uang, kehidupan, umur, waktu, apa yang paman bisa, dan segalanya."
"Dan saat paman menginginkan uang, kau tidak bisa memberi paman, seharusnya kau siap-siap saja paman jual. Hidup dimanapun keras Eun Ra, tidak ada uang, tidak bisa bernafas dan menahan kelaparan di perut paman."
"Paman akan mengambilmu kembali, paman akan menjemputmu lagi, paman janji padamu. Hanya sementara paman menjualmu, paman akan menemuimu lagi. Paman hanya butuh uang untuk bertahan hidup Eun Ra, paman tidak memiliki apapun lagi yang tersisa. Rumah kita (rumah pribadi Gong Tae Gwang yang ditinggali mereka berdua) sudah disita."
Saat itu, Jeon Eun Ra benar-benar menerima diberikan pada pria-pria yang siap membeli dengan uang besar saat itu, pamannya sangat senang mendapatkan uang sebanyak itu. Eun Ra melihatnya, tapi saat Gong Tae Gwang keluar dengan uang sebanyak itu, dia melihat ke arah Eun Ra dengan tatapan sendu.
Mulutnya terlihat jelas jika dia meminta maaf padanya.
"Maafkan paman, Eun Ra."
(Selesai mengingat.)
Eun Ra mebghela nafasnya berat. "Ku harap kau bahagia dengan uang yang kau dapatkan dengan menjualku paman, maafkan aku merepotkanmu dan menghabiskan semua waktu dan harta bendamu."
Sungguh, bukan obat tidurnya yang bereaksi pada tubuh Eun Ra, melainkam ingatan kelam namun manis dari pamannya yang berhasil membuat Eun Ra mengantuk.
○○○
"Aku yang memukulinya," ucap Tae Hyun saat ayahnya datang dengan pakaian medis Rumah Sakit datang ke ruangan kerjanya sendiri namun sudah ada anak kedua laki-lakinya. Kim Yoon Gi terlihat sangat tertekan sekarang, dia menghela nafasmya berat.
"Kau tahu, Tae Hyun? Dia akan mati jika bukan ayah yang mengurusnua, kau benar-benar berniat membunuhnya?" tanya Yoon Gi dengan melepaskan jas kedokterannya dan di letakan pada sofa di sampingnya.
"Iya. Aku menyukai wanita, ayah. Tapi wanita jalang itu berusaha menyakiti wanitaku. Karenanya aku berusaha memberinya pelajaran, dan ngomong-ngomong."
"Keluarga Song itu benar-benar licik, aku mendengar Song Ji Min mengatakan jika dia juga ikut andil dalam ledakan mansion saat itu," sambung Tae Hyun mengatakan pada ayahnya bagaimana dia mendapatkan informasi yang belum sampai pada orang lain juga.
Yoon Gi menghela nafasnya berat, dia melonggarkan dasi di lehernya dan membiarkan tubuhnya sedikit beristirahat di sofa.
"Duduklah, ayah perlu bicara denganmu," minta Yoon Gi membuat Tae Hyun nurut-nurut saja, dia duduk berseberangan dengan ayahnya dan melihat seberapa berkeringat dan kelelahannya ayahnya.
"Ada apa?"
"Ayah akan memarahiku terus--"
"Kau tidak perlu terlalu jauh ikut campur Tae Hyun, ayah memperingatimu," ucap Yoon Gi memberi peringatan keras pada anak keduanya yang kali ini membuat Tae Hyun menghela nafasnya berat.
"Setelah aku kehilangan kepercayaan dan kasih sayang dari ibu, apa sekarang ayah juga akan menyusulnya juga?" tanya nalik Tae Hyun membuat ayahnya terlihat sangat jengah membahasnya, dia melirik Tae Hyun dengan tatapan tajam kali ini, suasana menjadi dingin dan mencekam.
"Aku ayahmu, kan? Jika iya, kau turuti saja perintah ayahmu ini Tae Hyun!" Tae Hyun memutar bola matanya malas, dia langsung berdiri untuk mengambil ponselnya ingin langsung keluar dari ruangan ayahnya untuk ke ruangannya sendiri.
"Tae Hyun, dengarkah ayah!" Tae Hyun terpaksa menghentikan langkahnya begitu dia masih memiliki jarak limabelas langkah dari pintu utama ruangan teesebut untuk keluar. "Aku selalu mendengarkan ayah," jawab Tae Hyun cepat.
"Tapi jika ayah berpikir aku terus membangkang pada ayah, ayah salah besar. Aku menyayangi ayah sebagaimana aku membenci ibu dan kakakku sendiri."
"Bagaimana bisa ayah memberikanku sedikit cinta saat aku tidak memilikinya? Bukankah ayah tidak akan senekat itu juga? Baik-baiklah padaku ayah, aku tidak memiliki siapa-siapa," sambung Tae Hyun berjalan meninggalkan Yoon Gi sendirian di ruang kerjanya.
"Apa yang harus ku lakukan, bukankah ini hanya masalah keluarga? Kenapa menjadi sangat memecahkan segalanya seperti ini, aku sangat muak sekarang," kesal Yoon Gi begitu menyadari jika yang terjadi sekarang berawal dari masalah yang sangat kecil.
Kecil sekali.
Pertengkaran kakak beradik, ya.
Kim Tae Jung anak pertamanya dan Kim Tae Hyun anak keduanya.
"Song Go Hyung, jika apa yang dikatakan anak u benar, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri, sialan!" kesal Yoon Gi yang awalnya tidak ingin ikut campur menjadi sangat geram karena oermainan pria yang lebih tua darinya tiga tahun itu.
"Ayah mertuaku meninggal karenamu juga, kan? Keluarga bangsatmu itu." Yoon Gi memutar bola matanya malas mengingat apa saja yang sudah ayah mertuanya keluarkan pada orang itu, namun balasannya justru sangat besar seperti ini.
"Lawanmu adalah aku, Song Go Hyung."