"Bagaimana kondisi Song Ji Min, paman. Apa dia sudah membaik setelah operasinya?" tanya Tae Jung yang sedang menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi jok belakang mobil. "Ya. Sedikit, setidaknya dia sudah sadar," jawab Go Hyung sama sekali berusaha tidak memperjelas jika dia sedikit marah pada Tae Hyun bahkan saat adik Tae Jung sudah membuat anaknya hampir mati.
"Syukurlah," jawab Tae Jung pelan, dia memijit kepalanya pelan sedikit pusing. "Jaga Song Ji Min, paman. Aku tidak akan bisa menyelamatkannya berkali-kali lagi. Hidupku bukan soal aku harus menjaga keselamatan anak dari pekerjaku."
"Song Ji Min hanya orang yang aku anggap sebagai seorang pembantu, jadi ku rasa. Kau harus menekankan padanya jika perasaannya salah, hubungan yang dia anggap baik adalah buruk, lalu soal perasaannya." Tae Jung memutar bola matanya malas.
Bagaimana bisa Song Ji Min, wanita dewasa yang bekerja padanya justru mencintainya? Dia tahu kosekuensi mencintai Tae Jung, melihat seberapa mengerikan dan sirnanya Soo Bin, sayangkan dia menutup mata akan fakta yang sebenarnya terjadi.
"Maaf tuan, aku tahu anakku salah, aku tahu kami merepotkan. Setidaknya jangan pecat aku, aku tidak--"
"Berhenti mengatakan omong kosong, paman." Tae Jung melihat ke jendela, ramainya jalanan Seoul tengah malam benar-benar membuat Tae Jung terkekeh kecil. "Jika aku sudah tidak membutuhkanmu, aku sudah membunuhmu atau setidaknya memberimu kebebasan sejak lama. Sayangnya aku tidak bisa melepaskanmu, jadi ku harap hanya kali ini saja kau membahas hal ini," ucap Tae Jung memperjelas jika dia benar-benar tidak bisa membuat Go Hyung begitu saja.
Begitu banyak yang Go Hyung tahu, begitu menumpuk dan hampir berdebu yang Go Hyung bisa diselesaikan, Go Hyung sangat membantu, Tae Jung tidak bisa menutup kemungkinan yang ada.
Tae Jung menginginkan Go Hyung terus ada, membantunya, sampai Tae Jung merasa dia bisa hidup sendiri dan mengurus segalanya tanpa bantuan Go Hyung.
"Ke markas dua? Ada apa di sana? Bukankah Ji Kang sedang berada di kantor perusahaan?" tanya Go Hyung mengalihkan perhatian tuannya untuk tidak kembali membahasnya begitu lama dan panjang tentangnya.
"Aku hanya ingin melihat seseorang," jawab Tae Jung malas, dia sedikit menutup kedua matanya beristirahat sampai keduanya sampai di mansion ke dua milik kakek Tae Jung. "Limabelas menit lagi, tuan." Tae Jung menganggukkan keplaanya menurut dan membiarkannya saja.
"Aku tahu," jawabnya, Go Hyung mengangguk. Keduanya mulai diam, sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing yang Tae Jung yakini jika Go Hyung sedang memikirkan sesuatu.
"Paman masih perang dingin dengan Kak Ji Kang?" tanya Tae Jung yang saat itu tahu betul bagaimana Ji Kang benar-benar tidak melihat dan menganggap apa Go Hyung, bahkan saat Go ahyung sedang bersama Tae Jung.
Puncaknya saat kejadian dimana Ji Kang menyelamatkan nyawa Song Ji Min dari amukan adiknya.
"Ya, sekarang lebih parah. Hanya kesalah pahaman yang kecil, tuan tidak perlu memikirkannya," jawab Go Hyung yang kala itu menjawab dengan sembunyi-sembunyi.
Keduanya sampai, Tae Jung berjalan menuju mansion, tempat dimana Eun Ra dipekerjakan oleh Ji Kang.
Lima menit sampai, Tae Jung langsung masuk. Hanya ada Kang Hyun dan Eun Ra, keduanya berbicara degan sangat pelan dan serius.
"Ku pikir kau tidak tahu," jawab Eun Ra membuat Kang Hyun terkekeh pelan. "Benar tuan Ji Kang bilang, kau memang benar-benar bodoh," ucap Kang Hyun sedikit bercanda saat itu.
Tae Jung yang mendengarkan sedikit, kakinya berjalan membuat keduanya menghentikan pembicaraan mereka.
"Kau pulang tuan? Ku pikir kau tidak akan datang." Eun Ra bertanya hanya untuk berbasa-basi. Tidak lama dari itu Tae Jung menganggukkan kepalanya pelan.
"Ji Kang tidak mengurusmu?" tanya Tae Jung yang membuat Eun Ra sedikit risih dengan pertanyaannya. "Dia mengurusku." Mengurus yang Tae Jung adalah menjaga. 'Ji Kang tidak menjagamu?' Hanya saja mulut Tae Jung terlalu berat mengatakannya.
"Dan, tuan Ji Kang juga mengatakan dia akan pulang bersamaku nanti," jawab Eun Ra yang saat itu membuat Tae Jung mengeratkan rahanya keras.
"Sejak kapan aku--"
"Menyingkirlah tuan, aku sedang membantu Kang Hyun bekerja." Eun Ra memotong ucapan Tae Jung agar tidak kembali bertanya padanya.
Seseorang sedang terbakar sekarang.
○○○
"Kau juga pulang Kak? Ku pikir kau--" Ji Kang menggelengkan kepalanya pelan, dia merampas kunci mobilnya dari Woo Sik untuk berbicara dengan Tae Jung sekarang.
"Aku akan pulang ke rumah, besok aku akan datang," ucap Ji Kang mengatakan jika dia tidak akan pulang ke mansion mereka, lalu dia akan pulang ke rumah ibunya, dan Eun Ra tidak pulang dengannya.
"Lalu?" tanya balik Tae Jung seoalah-olah tidak mengerti apapun yang sedang Ji Kang berusaha katakan padanya. "Bawa Eun Ra denganmu, aku sudah tidak ingin ditempeli wanita bodoh dan cerewet sepertinya. Bukankah kau hanya menitipkannya padaku sampai hari ini saja?"
"Urus sendiri atau aku yang akan mengurusnya sampai terkemas rapi di plastik," titah Ji Kang membuat Tae Jung memutar bola matanya malas. "Kak, apa kau tidak pernah mencintai wanita?" tanya Tae Jung yang penasaran bagaimana Ji Kang begitu membenci Eun Ra dan sebagian wanita dewasa.
"Kenapa aku harus pernah mencintai wanita? Bukankah para wanita hanya bisa merepotkan para pria? Aku tidak tertarik sama sekali dengan hubungan secamam itu, semuanya berurusan dengan wanita membuatku selalu dirugikan. Aku membencinya," jawab Ji Kang dengan suara rendah, aura yang dingin, dan tatapan yang menusuk pada adik sepupu laki-lakinya.
"Jangan marah padaku, aku tidak tahu apapun soal kau kak. Dan ku pikir sudah seharusnya juga--"
"Aku menolaknya." Ji Kang memotong ucapan Tae Jung yang akan mengusik hidupnya, Ji kang berbalik menuju mobilnya. Sebelum itu..
"Aku datang ke sini hanya untuk mengatakan aku pulang, mengantar Woo Sik yang satu hari ini menjadi supir dan membantuku beberapa kali. Jadi ku minta, kau tidak perlu mengatakan apapun pada Eun Ra, dan katakan aku sudah pulang," minta Ji Kang sebelum dia hilang ditelan mobil sport keluaran terbaru milik kakak speupunya itu.
"Ya-ya-ya, ya." Tae Jung menjawab santai, dia berbalik menuju ruang operasi lagi, dia tidak begitu kesal seperti sebelumnya.
Sekarang, kembali pada Ji Kang. Dia sudah sampai di rumahnya, melihat wanita yang dia sayangi membukakan pintu untuknya, dan langsung memeluk tubuhnya.
"Kau merindukanku, anakku."
"Astaga," keluh Ji So membuat Ji Kang menghela nafasnya berat. "Apa pekerjaanmu membuatmu terus sibuk? Haruskah sampai melupakan ibu juga? Ibu kesepian tanpa kamu dan juga ayahmu," adu Ji So manja pada anaknya, Ji kang terkekeh pelan dan mulai mencium pipi dan sekitar wajah ibunya.
"Aku memang sibuk, setiap hari juga tidak pulang. Apa ayah juga tidak pulang?" tanya Ji Kang yang kepalanya masuk ke dalam pintu karena tubuhnya masih di luar pintu. "Belum."
"Tidak bisakah kau berbaikan dengan--"
"Tidak, ayah yang harus meminta maaf padaku, ayah juga yang seharusnya mendukungku melihat bagaimana ayah benar-benar membenciku, aku terus ingin membencinya walaupun tidak bisa."
"Apa ayah masih sering menanyakanku?" tanya Ji Kang yang sebenarnya tahu jika ayahnya (Park Woo Sik) begitu dingin dan tidak tersentuh.
"Tentu, hanya saja ayahmu terlalu tinggi ego nya untuk menanyakan padamu sendiri. Ibu mewajarkannya, sebab kamu juga seperti itu,"
"Jujur ibu lelah, Ji Kang." Ji So menghela nafasnya berat, dia memeluk pelan anaknya dibagian pinggang membuat Ji Kang siap mendengar ceeita dari ibunya sampai dia tidak tidur hingga pagi.
"Jaga dirimu, ibu," ucap Ji Kang yang membuat Ji So menggelengkan kepalanya menolak, maksudnya lain. Ji So bukan maksud melucu dengan ucapannya. "Aku tahu," jawab Ji Kang dengan respon yang baik kali imi.
"Ibu lelah dengan hubunganku dan ayah kan? Aku juga lelah, tapi aku juga tidak bisa lepas dari perusahaan kakek, aku merasa bersalah dengan ayah karena tidak bisa membantu ayah, aku memiliki begitu banyak kekecewaan yang membuat aku merasa tidak percaya diri untuk sekedar berbicara dengannya, ibu." Ji Kang menghela nafasnya berat, dia memilih diam tanpa suara setelah mengatakan apa yang dia rasakan sejak dulu.
Sesuatu yang terpendam, ditahan, dan yang paling menyakitkan juga.
"Dengarkan ibu, ibu tidak memaksamu, ibu tidak memintamu untuk terus memikirkannya, ibu juga tidak akan membujukmu untuk meminta maaf lebih dulu pada ayahmu karena ayahmu yang bersalah."
Kali ini Ji So berpikir secara kritis dan logis, ini demi perusaan ayah Ji So. Dan jika Ji Kang tidak memegangnya, itu adalah haknya sebagai cucu, dan hak Ji So sebagai anaknya akan jatuh pada anaknya juga.
Jika Ji Kang tidak egois seperti ini, maka Ji So tidak akan mendapatkan apapun dari harta peninggalan ayahnya.
"Dapatkan hakmu, miliki yang seharusnya milikmu, bawa apa yang seharusnya kamu dapatkan, jangan melebihkan dan menghilang-hilangkan. Agar semuanya terbagi rata, dan berjalan cepat, jangan terburu-buru."
"Setidaknya, ingat usiamu, kebutuhanmu, kewajibanmu dan apa yang seharusnya kamu berikan pada kami (ayah dan ibu)." Alis Ji Kang menyatu dengan sempurna tidak paham.
"Apa yang berusaha ibu katakan padaku?"
"Cepatlah menikah agar semuanya bisa diperjelas, Ji Kang." Pria dewasa itu terlihat terkejut, kenapa ibunya sangat ingin harta daan perusahaan itu dibagi saat mereka saja (Tae Jung dan Ji Kang) selalu kewalahan mengurusnya.
"Berhenti menghitung harta warisan untukku, ibu. Aku tidak begitu menginginkannya juga, tidak perlu terburu-buru," tegur Ji Kang setelahnya.
"Tapi ibu butuh calon penerusmu, apa kau mau memberikannya dalam waktu dekat?"