Chereads / GITA / Chapter 29 - MANTAN GITA

Chapter 29 - MANTAN GITA

Sekolah sudah hampir sepi. Sudah banyak siswa yang pulang ke tujuan masing-masing.

Nampak Sean dan Dimas masih duduk di parkiran motor yang disediakan sekolah.

"Dimas! Maksud kamu apa tadi? Anak baru yang tadi itu pacarnya Gita?" tanya Sean penasaran.

"Ngapain juga aku bohong? Memang Zaki itu pacarnya Gita, dari SMP malah. Kakak taunya mereka LDR-an, kan? Ya iyalah, beda sekolah!" jawab Dimas yakin.

"Tapi yang aku liat tadi bukan yang itu orangnya. Cowoknya Gita udah dewasa, sakit lagi kayaknya!" jawab Sean yang juga yakin, "Aku juga tanya Anti sama Dian juga, dan mereka bilang yang vidio-call sama Gita itu pacarnya. Gita juga iya-in aja. Yang mana yang bener, sih?" sambungnya bingung.

"Gak mungkin, Kak! Gita gak mungkin gak cerita sama aku kalau ganti pacar, pasti aku tahu!" ucap Dimas.

"Pede amat kamu! Memangnya kamu siapanya Gita?" ejek Sean.

"Mantan Gita! Puas?" jawab Dimas cuek.

Bruhhhh.. ohok ohok! Sean menyemburkan air yang baru ditenggaknya karena tersedak kaget.

"Baca Bismillah, Kak, kalau minum! Kayak anak bayi aja!" ledek Dimas.

"Bercandanya boleh juga! Mantan khayalan mungkin!" Sean mengejek balik.

"Gak percaya ya udah! Gak rugi juga aku!" jawab Dimas santai sambil mengangkat bahunya.

"Serius kamu?" tanya Sean lagi yang masih penasaran.

"Cinta monyet waktu SD, tiga tahun juga. Pisahnya waktu mau tamat SD," jawab Dimas sambil menunduk, "Aku aja yang bego, buat Gita mutusin aku!" sambung sesalnya.

"Gila aja! Masih kecil udah pacaran!" heran Sean pada Dimas, "Eh, tapi si Gita itu dari dulu udah gitu, ya? Cuek banget sama orang?" tanya Sean lagi.

"Hmm. Gita dari dulu memang kayak gitu, tegas walau masih kecil. Apa yang dia mau pasti dikejar dan kalau udah dapet bakal dijaganya. Aku juga dari kecil suka aja senyumin orang-orang, banyak temen, malahan banyak cewek yang suka caper. Jadi, dia gak suka. Udah gitu aja!" Dimas bercerita singkat.

"Memangnya ngapain aja sih anak kecil kayak kalian pacaran? Aku bingung, nih!" Sean terus bertanya.

"Kalau kata Gita, dia jadi lebih semangat belajar. Tapi, ya gitu. Sekalinya dia sakit, dia lebih rela melepas, dari pada sakit hati lagi. Dia gak mau paksa aku jadi yang dia mau, dari pada semuanya sakit, lebih bagus diputusin!" jawab Dimas.

"Dalam amat cinta monyetnya? Udah macam sinetron!" ledek Sean sambil tertawa.

"Itulah Gita, dari kecil pikirannya udah matang. Gak gegabah ngambil keputusan, harus terencana. Supaya dia gak kecewa dan nyesal. Aku aja yang gak peka, jadinya nyesal belakangan!" sesal Dimas.

"Dari cerita kamu, aku jadi pengen di akuin Gita juga jadi cowoknya, gimana ya rasanya?" Sean berandai-andai.

"Masih siang, Kak! Belum waktunya mimpi. Lagian aku juga gak akan diem aja kalau Kak Sean mau deketin Gita!" ucap Dimas tegas sambil tersenyum licik pada Sean.

"Jadi rival nih ceritanya? Siapa takut! Tapi harus Jujur dan adil, ya? Deal!" tantang Sean.

"Oke, deal!" Dimas menyanggupinya.

Saat mereka berdua bersalaman ala anak muda zaman sekarang, satu tangan ikut menjotoskan kepalan tangannya ke tangan Sean dan Dimas tadi.

"Deal juga!" ikut Zaki yang datang tiba-tiba.

Sean dan Dimas sedikit kaget dan geran dengan kedatangan Zaki yang tiba-tiba.

"Kamu sengaja bikin orang marah atau gimana?" tanya Sean tersinggung.

"Ini serius, Ki. Kami gak lagi bercanda! Kamu kan pacarnya Gita!" Dimas menambahkan.

Mereka kaget melihat gelengan kepala Zaki dan senyum miris di bibirnya.

"Aku memang pacarnya. Tapi itu dulu, cuma dua bulan waktu SMP. Sekarang, aku gak mau diem aja kayak waktu itu!" jawab Zaki tersenyum licik.

Dengan desakan Sean dan Dimas, Zaki-pun menceritakan semua kisahnya sampai pertunangan Gita dengan Barra yang tak luput juga dari pembahasan mereka.

"Kalau kalian peduli sama Gita, tolong jangan nyebarin berita kalau dia udah tunangan. Bisa kacau sekolahnya nanti. Kita mau dapetin Gita tapi juga harus sportif tanpa harus buat Gita sedih. Bisa, kan?" tanya Zaki tegas, dan membuat Sean dan Dimas mengangguk setuju.

Kalian tahu? Pertemanan bisa terjadi karena apapun, kapan pun, dan di manapun. Berlaku untuk mereka bertiga yang akrab karena sama-sama menyukai Gita.

***

"Mery, siang ini bisa kita ketemuan di kafe x-time?" pesan singkat Barra yang dikirimkan ke nomor Mery.

Membacanya membuat Mery salah tingkah, mungkin saja Barra menyesal meninggalkannya saat mandi kemarin. Dengan percaya dirinya Mery menjawab, "Okey, Mas!" lalu pesan terkirim.

Barra yang sudah datang terlebih dahulu nampak melamun sambil memandang jus jeruk yang dipesannya. Tak lama, Mery datang setelah waktu istirahat tiba.

"Apa kabar, Mas?" sapa Mery pada Barra seraya mendekat hendak mencium pipi Barra. Tapi Barra menolak, dengan menarik diri ke belakang, menghindari wajah Mery yang mendekat.

Mery mengerutkan dahinya. Membuatnya duduk di hadapan Barra dengan canggung.

Awalnya Mery berfikir kalau Barra menginginkannya dan menyesal pergi dari rumahnya. Tapi kenyataannya, wajah Barra lebih kaku dan tidak seramah biasanya.

"To the point aja Mer, aku ngajak kamu ketemu di sini untuk kasih peringatan sama kamu. Jangan ulangi kebodohan yang kamu buat sama aku kemarin!" ucap Barra tegas.

Mery hanya terdiam kaget. Tidak mengira kalau Barra menyadari perbuatan nakalnya. Namun, Mery masih berpura-pura tidak tahu.

"Memangnya aku ngelakuin apa, Mas Barra? Aku cuma bantu Mas istirahat di rumahku, karena aku gak tau di mana alamat rumah Mas Barra!" ucap Mery berkelit dengan sedikit terisak agar Barra bersimpati.

Barra menaikkan sebelah alisnya, 'Oh, mau mengelak ternyata!' ucapnya dalam hati.

"Bukannya kamu udah tau, aku tinggal di perumahan staf kantor? Jujur aja, Mer! Atau kamu menyesal nanti!" ucap Barra yang menatap Mery tajam.

"Apa yang kuperbuat, Mas? Apa aku menyentuhmu? Tidak, kan?" tanya Mery yang masih berkilah.

Brakk! Satu map putih berlogo sebuah rumah sakit tempat Barra dirawat, dibanting Barra ke meja di hadapan mereka.

Mery bingung kenapa Barra malah menunjukkan rekam medis milik Barra.

"Itu laporan kesehatanku kemarin dari rumah sakit. Kamu tau aku sakit apa? Sakit karena terminum 'obat perangsang'!" ucap Barra geram dan menekan intonasinya pada kata bertanda kutip.

"Dan kamu lupa jabatanku di kantor? Aku bisa mengecek cctv waktu kamu membawa kopi dan menyuruh security membawaku ke mobilmu!" Barra melanjutkan, "Masih mau pura-pura lupa?"

Merry hanya bisa terdiam dengan raut wajah pucat dan berangsur-angsur menundukkan kepalanya sambil menutupi air mata yang mulai turun dari ujung matanya.

"Maafin aku, Mas! Bukan maksudku ingin menyakitimu dan membuatmu sakit. Aku suka sama kamu, aku cuma ingin Mas memandangku sebagai perempuan!" ucap Mery membela diri sambil berderai air mata.

"Apa kurangnya aku, Mas? Dibandingkan dengan tunanganmu yang semua orang kantor tidak pernah tahu! Sudah lebih dari setahun aku selalu menunggu kamu, menunjukkan perhatian kepada Mas, berharap kamu membalas cintaku. Tapi-" belum lagi Mery menghabiskan kalimatnya Barra bereaksi.

"Kamu gak punya hak membandingkan dirimu dengan Gita-ku! Jadi, berhenti di sini atau aku gak segan melaporkanmu ke perusahaan!" ucap Barra geram.

Mery terpaku mendengar ancaman Barra. Seakan tak percaya siapa yang sedang membentaknya saat ini. Seperti bukan Barra yang dikenal tenang dan ramah kepada setiap orang.

Apa Mery akan menyesal dan berhenti mengusik hidup Barra? Bersambung lagi!