Setelah merasa cukup untuk berbincang setelah makan, keluarga Barra mohon undur diri. Pak Hasan nampak bersalaman dan memeluk para bapak dari keluarga Barra yang sudah menjadi keluarganya itu. Begitu juga Bu Lela memperlakukan ibu-ibu keluarga Barra dengan perlakuan yang sama.
Barra dan Gita menyalami para keluarga dan diakhiri dengan Pak Dani.
"Barra enggak pulang?" tanya Pak Dani pada anaknya.
"Nanti malam aja, Yah, Barra mau bantu berberes di sini dulu. Hati-hati, Yah!" jawab Barra.
"Pantesan Barra ngotot minta cepet meminang kamu, Nak! Ternyata orangnya cantik dan sopan juga. Semoga kalian selalu akur ya, Gita! Ayah pamit dulu. Assalamu'alaikum!" pamit Pak Dani pada calon menantunya.
Dan mendapat anggukan dan salam balik seraya menyalami Pak Dani, "Wa'alaikumsalam, Yah," uap Gita sambil tersenyum.
***
Acara yang dinantikan telah selesai. Jari manis juga sudah dihiasi dengan cincin yang indah. Dan tanggung jawab serta status sudah berubah.
Bahagia? Ya, sudah pasti. Yang diinginkan Barra untuk meminang Gita sudah terlaksana walau belum sampai pernikahan. Setidaknya Gita sudah diikat menjadi masa depannya.
Keduanya saling bertatap sambil tersenyum. Nampak oleh Barra mata Gita sudah berkaca-kaca dan hendak menangis. dengan cepat tangannya menyeka air yang belum sempat membasahi wajah cantik kekasihnya itu.
"Kenapa nangis? Kita udah selangkah lebih dekat, loh! Kok nangis?" tanya Barra lembut.
"Gita rindu sama Mas Barra. Ini semua kayak mimpi, Mas Barra ada di depan Gita terus mesangin cincin ini di sini," jawab Gita terharu sambil menunjukkan jarinya yang berhiaskan cincin.
"Enggak cuma kamu aja, Git. Mas juga belum percaya kalau sekarang, tangan kamu sudah bisa Mas pegang tanpa takut kamu lari dari Mas," Barra membalas ucapan Gita sambil mengelus lembut tangan Gita.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang menyaksikan keceriaan mereka. Zaki yang sedari tadi serasa sesak di hati melihat keakraban mereka.
"Apa sedekat itu Gita dengan Masnya? Lebih cocok seperti orang pacaran?" fikirnya sambil menyunggingkan senyum sinis.
Sore itu Zaki ingin mendatangi rumah Gita dengan maksud mengajak Gita berjalan-jalan. Karena Zaki yakin, setelah sekian lama dan lagi, mereka juga baru menyelesaikan masa SMP mereka.
Zaki yakin kalau Gita akan menerimanya kembali sebagai kekasihnya kalau Zaki bertekad dengan sungguh-sungguh.
Namun, saat baru tiba di dekat rumah Gita, Zaki melihat banyak kendaraan terparkir di halaman rumah Gita. Nampak seperti ada acara di rumah Gita, namun Zaki tidak tahu acara apa yang sedang berlangsung di sana.
Zaki memutuskan untuk menunggu hingga para tamu pulang. Dan matanya sedikit tersentak saat melihat Gita begitu cantik menggunakan kebaya dan berdandan anggun.
"Tapi, kenapa Gita terlihat sangat dekat dengan pria yang dikenal Zaki sebagai kakak laki-laki Gita?
"Gita tunggu!" panggil Zaki saat melihat Gita dan Barra hendak masuk kembali ke dalam rumah.
"Zaki?" tanya heran Gita saat melihat Zaki tiba-tiba ada di halaman rumahnya.
"Ngapain dia di sini, Git? Kamu undang dia?" tanya Barra nampak tidak suka.
"Enggak, Mas. Gita enggak ngundang siapa-siapa. Cuma Dian sama Anti aja, kok!" jawab Gita yang juga bingung.
"Mas, Gita boleh bicara sebentar sama Zaki? Janji, enggak akan lama," Gita meminta izin sambil tersenyum dan mengangkat dua jarinya.
"Kenapa Mas enggak bioleh dengerin kalian mau ngobrol apa? Ingat, kamu tunangan Mas, loh!" gerutu Barra.
Bukannya takut, Gita malah tertawa geli.
"Ya Allah, Mas aku tambah ganteng, loh kalau cemburuan begini. Tambah makin sayang," goda Gita pada Barra yang cemberut. Namun setelah itu berganti dengan senyum bahagia.
"Ya, udah. Mas ke dalam dulu. Mas percaya sama kamu, kok!" ucap Barra lembut lalu membiarkan Gita mendatangi Zaki di halaman rumahnya.
"Ki? Kamu ke sini ngapain? Ayo, masuk ke dalam aja. Kita ngobrol di dalam," ajak Gita sopan pada Zaki.
Tapi sepertinya Zaki enggan untuk menerima ajakan Gita.
"Kita di sini aja, Git. Sebenarnya tadi aku mau ajak kamu jalan, mumpung kita liburan. Tapi, kelihatannya di rumah kamu ada acara. Dan lagi, aku lihat barusan, kamu sama Mas kamu dekat banget. Mas atau Mas-masan, sih?" pertanyaan Zaki seakan meremehkan.
Gita yang mendengarnya, langsung menaikkan sebelah alis, "Maksud kamu apa, Ki?" tanya Gita yang sudah mulai terpancing amarah.
"Iya, aku tanya tadi, sebetulnya dia siapa kamu, sih? Jelasin sekarang, Git, atau aku anggap kamu ngelanggar janji yang kamu buat sendiri. Karena aku enggak pernah lihat saudara yang seakrab kalian tadi," ujar Zaki pada Gita.
"Kamu mau jawaban jujur atau bohong, Ki?" tanya Gita serius.
"Menurut kamu?" Zaki menjawab singkat.
"Ya. Dia memang bukan saudara dari keluargaku. Mas Barra anak angkat ayah ibu aku. Cukup?" pertanyaan balik dilemparkan Gita ke Zaki.
"Oh. Pantesan agak aneh lihatnya. Kok ada saudara kayak orang pacaran," dengkusan napas seperti mengejek keluar bersama dengan kalimatnya.
"Mas Barra tunangan aku!" cetus Gita singkat yang langsung membuyarkan pikiran Ari, "Hari ini kami resmi bertunangan. Aku rasa semuanya udah jelas. Dan aku enggak melanggar janji apapun!" tegasnya.
Zaki masih membisu mencoba mengolah kalimat demi kalimat yang diucapkan Gita. Matanya semakin terbuka lebar saat Gita mengangkat tangan dan menunjukkan jari manisnya yang berhias cincin.
"Ki, aku enggak bohong, kamu bisa lihat sendiri tanpa aku jelasin lebih rinci. Dan enggak ada yang perlu ditutupi. Hubunganku kali ini direstui keluarga kami,"
"Aku enggak pernah menyalahkan orang tuamu yang enggak suka hubungan kita, aku anggap memang jalan Allah agar aku mengalami hari ini,"
"Ikhlaskan, doakan aku, Ki! Semoga hubungan kami lancar dan berkah dan kita bisa jadi sahabat yang lebih baik, ya!" kata penghibur untuk Zaki diucapkan Gita.
"Semoga kamu bahagia bersama pilihanmu!" ucap Zaki untuk terakhir kalinya dan langsung meninggalkan Gita tanpa berbasa basi lagi.
'Percayalah, Git. Aku masih ada harapan sebelum kamu nikah sama dia. Jangan kaget suatu saat aku datang lagi. saat aku sudah pantas jadi pendamping kamu. Tapi untuk saat ini aku biarkan!' ucap batinnya lirik.
Gita melihat kepergian Zaki dengan pikiran rumit.
'Jangan salahkan siapapun, Ki. Memang seperti ini nasib mengatur hidup kita,' batin Gita berucap.
"Selesai? Tamunya udah pergi?" tanya Barra yang tiba-tiba ada di belakang Gita.
"Sudah, Mas. Tadi Gita udah jelasin kalau kita udah bertunangan," jawab Gita lemah sambil menggenggam tangan Barra dan tersenyum.
"Terima kasih, Git. Mas memang enggak salah pilih kamu jadi pendamping Mas. Mas sayang kamu," ucap Barra penuh cinta.