Chereads / GITA / Chapter 3 - GITA PRAMESWARI

Chapter 3 - GITA PRAMESWARI

"Dek, cepetan! Abang becak udah dateng tuh! Mbak hari ini piket!" teriak Gita di depan teras rumah. Sambil memasang sepatunya kemudian berhamburan menghampiri ibu dan ayahnya untuk berpamitan.

"Yah, Bu, Gita pergi dulu, ya!" pamit Gita.

"Ya, hati-hati, ya!" jawab ayah dan ibunya bersamaan.

"Cepetan loh, Dek! Nanti di absen Kepsek killer habis Mbak! Kamu, kan, tau sendiri dia kayak apa!" ucap Gita jengkel dan ditanggapi Fajar tidak kalah jengkel.

"Iya loh! Sabar dikit lagi kenapa? Kaus kakiku sembunyi tadi, ini baru ketemu. Lagian, kan enak, cuma dihukum terus enggak perlu masuk dua jam pelajaran, bisa nongkrong di tempat Bude kantin!"

Mendengar jawaban adiknya itu Gita hanya mendengkus kesal menahan sabar, pagi ini dia menolak marah karena dapat membuyarkan materi untuk ulangan hari ini yang dari tadi malam sudah dihafalnya.

"Yah, Bu, kami berangkat, ya! Assalamualaikum?" pamit keduanya yang ditanggapi juga secara bersamaan dari orangtua mereka.

"Waalaikumsalam, hati hati, Nak!"

Suara becak motor yang semakin tak terdengar pertanda mereka sudah mulai menjauh pergi ke tempat tujuan.

***

Gita Prameswari atau lebih akrab dipanggil Gita. Gadis berusia empat belas tahun ini hampir setiap paginya mengawali adegan yang sama. Selalu ingin cepat datang ke sekolah tanpa harus dihukum.

Dia berusaha menjadi siswi yang baik di sekolahnya. Tepatnya di Sekolah Menengah Pertama Negeri di daerahnya.

Memang karena Gita termasuk murid yang pintar dan berprestasi dari mulai sekolah dasar hingga saat ini. Akan malu sendiri jadinya bila dia membuat kesalahan bodo seperti telat datang ke sekolah.

Selain pintar dan berprestasi, teman-teman sekolahnya juga mengenal Gita sebagai 'Preman Sekolah'. Kenapa begitu?

Tentu saja, sebab Gita salah satu siswi yang disegani siswa lainnya. Penampilannya yang tomboi dengan rambut ikal dikucir kuda dan lengan baju yang sering digulung, terkesan jauh dari kata lembut untuk ukuran gadis remaja.

Sifatnya yang berani melawan ketika ada hal yang tidak disukainya, membuat anak laki-laki seusianya berfikir dua kali untuk mengganggunya. Karena Gita bukan tipe gadis cengeng yang menangis bila diganggu, namun dia memiliki cara lain dalam memecahkan masalahnya, dengan cara apa? Sudah pasti bermain tangan.

Berbeda dengan siswi SMP pada umumnya yang mulai memasuki masa pubertas, yang mendorong sifat ingin selalu rapi, feminim dan anggun di depan lawan jenis.

Gita justru kebalikan dari gadis seusianya. Gita selalu berpenampilan cuek, pendiam, judes terhadap lawan jenis. Kecuali dengan teman laki-lakinya yang sudah akrab dengannya.

Sekedar info teman perempuan Gita hanya terhitung sebanyak jari sebelah tangan, jadi bisa terbayang setomboy apa si Gita ini?

Tok tok tok!

Ketukan suara pintu memecah heningnya suasana ulangan Bahasa Indonesia kelas delapan-dua saat itu.

"Permisi, Ibu, saya ingin memanggil Mbak Gita, Bu. Sebentar boleh, Bu?" siswa kelas satu teman Fajar bertanya pada guru yang mengawasi ruang kelas Gita saat itu.

"Gita boleh keluar, jangan lama, ya!" perintah ibu wali kelas.

"Ya, Bu!" jawab Nina singkat lalu berlari kecil menuju pintu.

"Kenapa, Bi?" tanya Gita pada Abi, teman sebangku Fajar.

"Mbak, tadi Fajar nangis digangguin kakak kelas delapan-enam!" jawab Abi.

"Lah, kenapa? Kok gitu? Kalian sok nantangin kakak kelas itu, kan? Rasakan!" jawab Gita sambil mengejek.

"Enggak loh, Mbak! Mana mungkin kami berani nantangin kakak kelas, habislah kami! Udah deh, nanti Mbak Gita waktu istirahat ke kelas kami, ya! Dah, Mbak Gita!" bantah Abi sambil pergi nyelonong meninggalkan Nina.

Bunyi bel tanda istirahat berbunyi. Gita berjalan dan memasuki ruang kelas Fajar.

"Kenapa, Dek? Tadi kata Abi kamu nangis?" tanya Gita pada Fajar yang sedang mengobrol dengan teman-temannya.

"Mbak, tadi aku digangguin anak kelas delapan-enam. Mereka halangin jalan kami waktu lewat mau ke kantin. Terus abang itu tanya, kamu adeknya Gita, kan? Aku jawab iya. Eh, malah topiku diambil terus dilempar. Di over sana sini ke temannya. Aku enggak salah kok, Mbak!" adu Fajar yang sudah kelihatan memerah matanya.

"Itu lah! Kalau dibilangin sama Mbaknya ngelawan terus. Giliran diganggu orang, malah nangis, cemen banget, kamu!" ejek Gita.

"Ya udah, yang mana orangnya?" ajak Nina sambil keluar kelas adiknya menuju kelas si pengganggu Fajar.

Ditujukan jari tangan Fajar ke arah anak laki-laki yang sedang asik mengobrol di kelasnya. Gita langsung masuk dan menarik tangan adiknya.

"Siapa tadi yang ganggu adik aku? Ini anaknya!" tanya Gita pada empat orang anak laki-laki di situ.

Suasana diam sejenak sebelum salah satu anak angkat bicara.

"Enggak ada yang gangguin adik kamu. Kami cuma tanya, kamu adek Gita, ya? Gitu aja, kok!" jawab anak itu dengan agak ragu.

'Ternyata benar kata teman-teman yang lain kalau Gita anak cewek kelas delapan-dua itu galak!' bisik anak lelaki tersebut.

Gita menghembuskan nafas dari mulut lalu menanyai Fajar kembali, "Bener itu kata dia?" tanya Gita yang langsung mendapat respon gelengan kepala tanda perkataan anak itu salah.

Gita maju mendekat kursi anak tadi dan langsung menarik bajunya dengan cepat.

"Kalau kalian enggak gangguin adik aku, kenapa dia bisa nangis dan mengarahin ke sini?" tanya Gita sambil melebarkan matanya ke wajah anak tadi.

Merasa malu karena mendapat perlakuan seperti itu dari Gita, anak itu berdiri dari bangkunya hendak melepaskan tangan Gita. Namun sayang, Tangan kiri Gita lebih cepat menarik baju anak laki-laki itu hingga kancingnya terlepas satu dan memberi tamparan di kepala bagian kanan anak itu.

plak!

Suasana tegang. Teman anak laki-laki tersebut hendak maju mengeroyok Gita. Namun langsung berhenti ketika Gita berbalik ke arah mereka.

"Maju semua kalau kalian banci yang bisanya keroyokan sama perempuan! Aku ladenin satu lawan satu tapi nanti, setelah pulang sekolah di lapangan depan!" tantang Gita.

Ditunjukkan jari telunjuk Gita ke arah anak laki-laki tadi yang masih kesakitan dan kaget. Entahlah, cuma dia yang tahu rasanya.

"Kalau enggak suka samaku jangan cari adikku! Jangan beraninya sama anak kecil, berlaku buat kalian juga! Aku enggak merasa punya dosa sama kalian, jadi jangan usil samaku, ngerti?!" ancam Gita dan kemudian berbalik pergi meninggalkan anak laki-laki tadi dan juga temannya yang terdiam.

"Yuk, balik! Udah selesai. Jangan mengharap maaf dari mereka, karena mereka enggak ngaku salah, cukup kasih balasan sedikit supaya mereka tahu rasa. Cepet, ah. Mbak laper, nih, belom jajan. Mana sebentar lagi bel!" ajak Gita pada Fajar dan teman-temannya yang mengekor ke arah kantin belakang.

Setelah kenyang di traktir jajan dari Fajar dan teman-temannya, Gitaa masuk ke kelasnya ketika mendengar bel masuk berbunyi. Tak lama Guru mata pelajaran Matematika masuk namun sebelum duduk beliau berkata, "Gita Prameswari dipanggil wali kelas kamu di kantor guru!" ujar guru matematika itu pada Gita.

"Berantem lagi Git? tanya Dian teman sebangku sekaligus sahabat karibnya.

"Hmm," jawab Gita mengiyakan.

Sambil menepuk jidat dan menggeleng Dian mengomel lagi, "Git, Git, enggak capek apa tiap hari mukulin orang terus, ish pusinglah. Ya udah sana ditungguin Bu Shifa cepet!" Dian mengusir Gita.

Duduklah Gita bersama guru wali kelasnya membahas tindakan pemukulan yang dilakukan Gita atas aduan murid dari kelas delapan-enam tadi. Dan Gita juga membenarkan dan menceritakan kronologis yang sebenarnya.

"Gita, kan, perempuan. Enggak bagus dilihat orang kalau kelakuannya seperti itu. Ibu mau sikap Gita berubah lebih lembut. Tegas boleh, tapi usahakan jangan main tangan. Gita juga murid berprestasi di sini, jadi jangan buat prestasi kamu jelek lantaran suka berkelahi. Dan Ibu harap bisa melihat Gita pakai jilbab dan baju panjang supaya kelihatan lebih anggun dan lembut, ya, Nak! Sampaikan sama orang tua Gita tentang pembahasan kita ini ya!" nasihat Bu Shifa kepada Gita.

"Iya Bu, saya minta maaf atas kelakuan saya. Nanti saya sampaikan ke ayah ibu untuk belikan seragam sekolah yang panjang. Terima kasih ya, Bu! Gita balik ke kelas lagi, Bu," disalami gurunya kemudian dia berlalu pergi.

Sambil berjalan ia menggerutu dalam hati, "Mau enggak bilang ayah sama ibu nanti dosa, terus ditagih kapan pakai baju panjangnya, kalau cerita pasti dimarahin lagi? Hemm, bilang ajalah, hitung-hitung ganti suasana baru, diomeli masalah gini mah udah biasa, lah!"

Begitulah Gita. Gadis yang sedikit kasar ini memang lebih takut berbohong dan berdosa, ketimbang cekcok dengan orang bahkan diomeli seperti tadi.