Chereads / BE THE LIGHT / Chapter 18 - Teman Baru

Chapter 18 - Teman Baru

Bel sekolah berbunyi tepat ketika Alena duduk di bangkunya, gadis itu menghela napas lega karena ia tidak terlambat.

Bu Nita – Wali Kelas – itu masuk ke kelas Alena dengan membawa satu murid baru di belakangnya.

"Selamat pagi, anak-anak."

"Pagi, Bu," kompak mereka dengan bersemangat. Terutama murid cowok, ia tersenyum melihat murid baru itu. Beberapa dari mereka pun menyapanya, bahkan berbicara tidak jelas.

"Siapa itu, Bu?"

"Cantik banget, boleh lah jadi pacar gue."

"Cantik banget, gila."

"Neng, pacaran yuk."

"Kalo sama gue nggak perlu pacaran, langsung nikah!" seru Anjas ketua kelas dengan pede.

Semua teman-temannya menyoraki Anjas dengan melempar kertas, terutama kaum cewek yang tampak terlihat cemburu.

"Sudah-sudah! Zee, Silahkan perkenalan diri."

Gadis berambut sebahu itu hanya mengangguk dengan tersenyum. Tatapannya lurus ke depan, menatap teman-teman barunya.

"Halo! Perkenalkan nama saya Zeenai Abriani, pindahan dari Jawa Timur. Terima kasih."

"Zee, kamu duduk di …." Ucapan bu Nita terhenti saat memandangi satu persatu mencari tempat duduk, hanya ada satu yang kosong. Yaitu, bangku yang bersebelahan dengan Alena.

Tidak ada yang ingin duduk di samping Alena, karena yang duduk di sebelah Alena akan di usir paksa oleh Alina.

Sedangkan gadis itu justru tertarik untuk duduk di sebelah Alena.

Bu Nita menemukan satu bangku kosong di sebelah Febri, "Zee, kamu boleh duduk di samping Febri."

Febri yang mendengar itu tersentak kaget, "Nggak bisa, Bu. Ini tempat duduk Riko, dia lagi di skors!" tolak Febri.

Bu Nita menghela napas, Dia sudah menduganya kalau ia bakal menolak.

"Saya duduk sama dia aja, bu," ucap Zee yang menunjuk bangku paling depan, di samping Alena. Semua murid terkejut, dan berusaha memberi kode untuk tidak berurusan dengan gadis berkepang itu.

Zee yang bingung karena ekspresi mereka yang berubah. Namun, dia mengabaikan dan berjalan ke bangkunya dengan tersenyum pada Alena.

Sedangkan Alina, dia hanya tersenyum menyeringai seperti mendapatkan mangsa baru.

Alasan teman sekelasnya menjauhi Alena bukan karena Alena culun, tapi karena mendapat ancaman dari Alina yang menakutkan. Pernah ada satu orang yang mengabaikan ancaman Alina, dan Alina tak segan untuk menjauhkan-nya, meskipun dengan cara kotor.

"Feb! Pelit banget sih!" protes Jona, mantan Febri.

"Eh, mantan! Diem lu!" ketus Febri yang membuat sekelas tertawa.

"Oh, mantan toh? Katanya nggak pernah ada hubungan apapun, hm?" goda Lisa dengan tersenyum.

"Diem!"

"Sudah! Saya lanjutkan materinya. Buka halaman seratus!" titah bu Nita.

Semuanya langsung serempak membuka buku paket itu. Bu Nita mulai menjelaskan materinya, sedangkan Zee hanya mencatat materi yang di Papan tulis.

Sedangkan Alena, ia ragu untuk meminjamkan buku paketnya atau tidak. Alena memang tidak pandai untuk memulai obrolan dengan orang asing.

Tok … tok …

Bu Nita menghentikan penjelasannya saat seorang guru masuk ke kelas, yaitu guru kesiswaan. Guru itu berbicara pelan pada bu Nita, dan langsung pergi dari kelas itu.

"Anak-anak, kalian kerjakan soal yang ada di halaman selanjutnya itu ya! Di kumpulkan! Saya ada urusan sebentar," jelas bu Nita.

Bu Nita berjalan keluar meninggalkan kelas, tapi saat membuka pintu Bu Nita menghentikan langkahnya. Ia membalikkan tubuhnya, "Anjas, tolong kelas tetap kondusif."

Anjas hanya mengangguk, Bu Nita langsung keluar dari kelasnya. Beberapa murid langsung kembali gaduh saat tidak ada guru.

Zee terlihat memikirkan bagaimana cara berbicara dengan teman sebelahnya, Alena. Zee memang belum berkenalan dengan Alena, ia hanya membaca namanya sepintas.

"Em, kenalin gue Zee," ucap Zee mengulurkan tangannya.

"Alena," jawab Alena membalas uluran tangan Zee.

"Gu-gue boleh pinjam buku lo?"

"Boleh."

Alena langsung meletakkan bukunya di tengah, Zee tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Tanpa sepengetahuan Alena, Alina menatap kembarannya itu dengan mengepalkan tangannya.

"Awas aja lo, Alena!"

***

Tanpa dirasa jam istirahat berbunyi, semua murid menutup bukunya, dan langsung saling mengobrol satu sama lain.

Kelas XI IPA 2 memang sudah terbiasa untuk tidak ramai saat mengerjakan tugas, guna mempercepat mengerjakan tugas itu. Mungkin, hanya beberapa murid yang mengobrol dengan temannya sambil mengerjakan, tapi hanya sedikit.

"Bukunya kumpulin ke yang piket, yak! Jangan kumpulin ke gue!" instruksi Anjas.

"Yang piket hari ini … Alena, lu piket, kan? Kumpulin ke bu Nita, ya!" titah Anjas dengan memberikan tumpukan buku. Alena hanya mengangguk.

"Gue bantu, Na."

Alena yang tak sengaja melihat Alina yang terus mengawasinya, membuat Alena harus menolak kebaikan Zee.

"Nggak usah, Zee, gue bisa sendiri," tolak Alena dengan halus.

"Nggak apa-apa, ayo! Nggak usah sungkan sama gue!" ucap Zee dengan membawa setengah tumpukan buku, dan berjalan keluar dari kelas. Alena langsung menyusulnya dengan cepat.

Mereka saling diam, Zee sendiri masih canggung dengan Alena. Ia bingung untuk memulai pembicaraan apa, dia teringat pada temannya yang di sekolah lamanya. Zee tersenyum tipis.

"Na, kenapa teman sekelas kayak enggak suka sama lo gitu?" tanya Zee yang menoleh pada Alena.

Alena terdiam, ia tampak berpikir menyusun kalimat yang tepat. Alena sendiri teringat pada temannya dulu sebelum dia pindah.

"Na?"

"Eh, iya. Zee, gue mohon sama lo, demi kenyamanan lo di kelas. Lebih baik lo pindah tempat duduk, gue nggak mau lo kenapa-napa," ujar Alena yang menghentikan langkahnya.

Zee sendiri terkejut dengan ucapan Alena, apa dia tidak suka?

"Lo enggak suka gue duduk di sebelah lo?" tanya Zee dengan nada berhati-hati.

"Suka, gue seneng banget ada teman sebangku, tapi gue enggak mau terjadi apa-apa sama lo," jawab Alena dengan senyuman khasnya.

Alena melanjutkan langkahnya menuju ruang guru, sedangkan Zee masih terlihat bingung dengan maksud Alena. Apa sekarang dia sedang terancam?

Zee sendiri akan mencari tahu hal ini, dan meskipun dia terancam, gadis itu tidak peduli. Dia akan terus tetap duduk di sebelah Alena, Zee yakin kalau Alena itu orang baik-baik.

Selesai mengumpulkan buku di ruang guru, Alena berniat untuk membeli sebungkus nasi, karena ia belum makan sejak pagi. Zee sendiri berusaha mengobrol dengan Alena, meskipun Alena hanya menjawabnya dengan singkat.

"Na, minta ID lo, dong."

"Buat apa?"

"Ya, kan … kalo ada tugas gue bisa nanya ke lo. Lo sekarang teman sebangku gue," ucap Zee dengan tersenyum.

Alena mengeluarkan ponselnya, dan memberi tahu ID miliknya. Dia adalah teman pertama yang mengetahui ID-nya, padahal Dion sendiri juga tidak tahu.

"Eh, Na. Btw, itu kening lo kenapa ada perban? Lo habis kecelakaan?" tanya Zee yang melihat perban melingkar di kepala Alena.

"Nggak juga, cuma jatuh."

"Leennnn!"

Saat hendak melangkah, seseorang memanggilnya dari belakang dengan berlari mendekat. Alena menghela napas panjang melihat Dion yang sedang mengatur napasnya.

"ini siapa?" tanya Dion dengan dingin. Alena sendiri bisa memahami Dion, cowok itu akan bersikap dingin jika ada orang lain yang tak kenal dengannya.

Dion akan bersikap seperti biasa hanya dengan Alena, juga keluarganya. Alena sendiri bingung dengan tujuan Dion melakukan hal ini.

"Zee, murid baru di kelas gue."

Zee hanya mengangguk pada Dion dengan tersenyum tipis, mata Zee menatap Dion dari atas kepala sampai kakinya.

Cowok itu memang bisa dibilang rapi, atau tidak. Tergantung suasana hatinya. Alena sendiri mengangkat alisnya menatap Dion.

"Kenapa? Ada perlu apa?" tanya Alena langsung.

"Ikut gue bentar," ucap Dion dengan menarik langsung tangan Alena, gadis itu pun tersentak kaget, dia sedikit berteriak pada Zee untuk ke kantin sendiri.

Zee hanya tertawa kecil melihat tingkah mereka. Gadis itu tak menyangka kalau Alena sudah mempunyai pacar yang tampan, meskipun cowok itu dingin.