Chereads / BE THE LIGHT / Chapter 21 - Dokter Magang

Chapter 21 - Dokter Magang

"Ma! Alena pasti mengada-ada! Mama jangan percaya sama dia! Salah paham? Apanya yang salah paham?! Jelas-jelas orang itu tidak datang ke acara Dion, dia malah pergi menikah tanpa sepengetahuan mama! Bahkan saat operasi pun dia pakai baju pengantin itu! Mama ingatkan?!

Alena hanya tersenyum tipis, dia membungkamkan mulutnya, dan menghela napas panjang. Dia rasa ini saatnya untuk membantu dokternya itu.

"Maaf, aku bukannya ingin mencampuri masalah keluarga kalian. Aku hanya ingin meluruskan biar tidak ada kesalahan diantara kalian, karena dokter Ryota masih sangat menyayangi kalian, dia diam-diam menanyakan kondisi kalian ke aku."

"Bukankah itu tandanya dia masih peduli dengan keluarga ini? Dia selalu menanyakan kabar Dion dan Rei. Dia juga berusaha untuk menyembuhkan penyakit Rei. Dia diam-diam pernah menangis ketika melihat foto keluarga yang ada di ruangannya."

Deg!

Dion langsung terbungkam, Ratna langsung menyuruh Alena untuk menjelaskan hal yang tidak di ketahui oleh Ratna, juga Dion. Gadis itu menghela napas panjang sebelum menjelaskan semuanya.

Alena langsung menjelaskan semuanya, mulai dari Ryota mempunyai pasien yang umurnya tidak akan lama lagi, sampai permintaan terakhir pasien itu. Alena juga menjelaskan alasan Ryota tidak menjelaskan semuanya langsung saat Ratna meminta bercerai.

Ratna yang mendengar itu semua sempat tidak percaya, jadi selama ini Ratna, dan Dion sudah salah paham. Ratna mengakui kalau dulu dia egois, tidak bisa mengontrol emosinya, dan langsung meminta cerai tanpa pikir panjang. Ratna sendiri menghasut Dion untuk membenci papanya sendiri.

Alena menghela napas lega, dia melakukan ini semua karena ia tidak melihat keduanya yang terus-menerus membenci Ryota, dan juga membalas budi pada dokter itu karena sudah merawatnya sampai sekarang. Ratna sudah menangis tersedu di pelukan Dion, Dion juga tidak menyangka, semuanya cepat berlalu.

Ternyata selama ini dia sudah salah menilai tentang papanya sendiri. Dia sangat menyesal.

"Alena?" panggil seseorang dari belakang. Alena menoleh melihat dokter Noah yang membawa sebungkus bento, juga segelas jus buah. Alena tersenyum pada dokter Noah.

"Selesai makan langsung ke ruangan dokter Ryota, ya! Kalau tidak … saya tidak tau apa yang akan terjadi dengan mu," ujar Noah dengan tersenyum pada Alena. Alena hanya mengangguk, Noah langsung berjalan meninggalkan kantin.

"Terima kasih, Alena. Terima kasih sudah menjelaskan semua ini ke mama," lirih Ratna. Alena hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Mama jangan berburuk sangka sama Ayah, ayah itu orangnya baik. Dia juga tampan, bahkan lebih tampan daripada Dion!" cibir Alena dengan tertawa kecil.

"Apa lo bilang?! Wait … tadi lo panggil dia apa? Ayah?!" tanya Dion yang membuat Alena seketika bungkam dan menyengir.

"Dokter Ryota udah gue anggap sebagai ayah, jadi ya … gue panggil dia dengan sebutan ayah," jelas Alena dengan tersenyum sipu.

"Lo aneh, bisa-bisanya anggap orang baru jadi keluarga lo."

"Orang baru? Dokter Ryota bukan orang baru, justru lo yang orang baru," sahut Alena dengan diakhiri tertawa.

"Sialan lo!"

Ratna hanya menggelengkan kepalanya pelan melihat tingkah mereka, "Kalian cocok ya, Mama langsung restui deh! Gimana? Setelah lulus langsung nikah aja," ucap Ratna yang tersenyum. Keduanya langsung terdiam, dan langsung menyantap makanannya.

Lagi-lagi Ratna tertawa, dan ikut menyantap makanannya.

Diam-diam Dion menatap Alena dengan sekilas, dia sendiri kagum dengan Alena. Dia pandai menutupi semua luka di dalam kehidupannya, dia bahkan juga peduli dengan orang yang di sekitarnya. Meskipun, tidak terlalu akrab atau tidak mengenalnya sekalipun.

Selesai makan, Alena langsung pamit karena harus menemui Ryota. Dia teringat dengan ucapan Noah. Mengingatnya saja sudah membuat dirinya merinding. Dia yakin, kalau Ryota pasti akan memeriksa luka di keningnya dan menanyakan kejadian awalnya.

Alena berjalan di koridor dengan menyapa beberapa suster yang dia lewati, beberapa suster itu juga kenal dengan Alena. Karena dia sering berada

Sesampai di ruang Ryota, Alena mengetuk pintu itu. Ryota menyuruh Alena untuk langsung masuk. Alena langsung masuk ke dalam, dan mendapatkan Noah yang sedang makan.

"Dokter Noah dari tadi kok belum selesai makan?" tanya Alena yang melihat Noah.

"Oh, tadi baru saja ganti infus pasien."

Alena mengangguk paham dan duduk di kursi pasien, tepat di hadapan Ryota yang sedang memeriksa beberapa dokumen.

"Kenapa, Dok? Oh, iya dok. Jadwal kemo kapan ya? Besok dok?" tanya Alena yang menatap Ryota. Dokter Ryota melepas kacamatanya, dan menatap wajah Alena lekat.

"Kamu yakin tidak ingin kemoterapi?"

Alena hanya terdiam, dia menundukkan kepalanya. Ryota tahu kalau ini adalah keputusan yang berat. Hanya saja Ryota takut kalau Alena terlalu mengkonsumsi obat terus akan menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Meskipun setelah melakukan kemoterapi Alena tetap minum obat, hanya saja obatnya berkurang. Juga membantu mempercepat menyembuhkan penyakitnya.

Ryota menggenggam tangan Alena dengan erat, "Kamu jangan takut, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyembuhkan penyakit mu."

"Apa dengan kemoterapi … aku bisa sembuh dok? Mengkonsumsi obat saja tidak bisa dok?" tanya Alena lirih.

Noah berjalan mendekat, ia merangkul Alena dengan erat, "Percaya sama saya, Alena. Kami akan membuatmu bebas dari penyakit ini," ucap Noah tersenyum hangat.

Alena menghela napas panjang. Apa melakukan kemo adalah keputusan yang terbaik? Sebenarnya, Alena pergi dari dunia ini pun tak apa. Hanya saja satu keinginan Alena sebelum pergi dari dunia ini. Yaitu, membuat keluarga kembali seperti semula. Menjadi keluarga yang penuh kehangatan.

Alena ingin mamanya tidak lagi membencinya, papanya, kembarannya juga tidak membencinya lagi. Apa itu salah? Atau permintaan Alena ini sangat berat? Alena sendiri hanya mempunyai Kevan yang masih menyayanginya.

"Oh, iya. itu kening kamu kenapa?" tanya Ryota dengan memegang kening Alena pelan, gadis itu merintih dengan memegang keningnya.

"Ja-jatuh, dok."

Lagi-lagi dia terpaksa berbohong. Namun, Ryota hanya tersenyum tipis, dia mulai mencurigainya. Ryota sendiri sedikit penasaran dengan keluarga Alena, karena selama ini ketika Alena periksa dia selalu sendiri.

Bahkan, seharusnya orang tua Alena mencemaskan keadaannya. Ini kenapa tidak ada yang datang menanyakan kondisi Alena? Ryota akan mencari tahu semua ini.

"Boleh di buka? Akan saya ganti perbannya," tanya Ryota.

Alena hanya mengangguk, dan berpindah duduk di sofa. Sedangkan Ryota mengambil perban, juga obat merah. Tak lupa alkohol untuk membersihkan sekitaran kening Alena.

Ryota duduk di samping Alena, tangannya perlahan membuka perban itu. Ia menuangkan sedikit alkohol pada kapas.

"Kamu tidak bohong, kan, Len?" tanya Ryota saat melihat luka yang ada di kening Alena.

"Untuk apa saya bohong? Ini memang luka karena jatuh."

"Baiklah, saya percaya kali ini sama kamu."

"Dok, saya ingin mengecek pasien dulu," pamit Noah dengan membawa satu buku, juga bolpoin yang sudah dia pegang.

"Oke, hati-hati. Jangan sampai nyasar!" pesan Ryota dengan diakhiri tawa.

Alena pun juga ikut tertawa, "Emang ada? Orang yang sampai tersesat di rumah sakit ini?" tanya Alena dengan menaikkan alisnya.

"Ada, tuh dokter magang tampan kita," ucap Ryota dengan menunjuk Noah. Noah hanya tertawa canggung dengan menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu. Noah pun pergi meninggalkan ruang itu.

"Kenapa dokter magang di perbolehkan masuk ke sini? Bukannya ada ruangan khusus dokter magang?" tanya Alena yang penasaran.

"Iya, memang ada ruangan khusus untuk dokter magang. Tapi, dokter Noah di sini untuk belajar dengan saya. Karena kebetulan saya pembimbingnya," jelas Ryota. Alena hanya mengangguk paham.