3 tahun lalu.
Seperti biasa, Bella hanya akan menulis di kamarnya, melihat suasana luar hanya dari jendela. Walau sudah jelas, tak banyak yang bisa dilihat dari tempat sepi itu. Tapi setidaknya, ia bisa melihat kedua adiknya dan ayahnya sedagn berusaha membuat meja dan kursi di depan rumah.
Tapi ia merasa aneh, perasaannya tak enak. Sesuatu seperti akan terjadi.
Lagi, perasaan yang sama setiap kali hal buruk akan terjadi kini datang lagi. Ia berharap bukan pada keluarganya. Ia memohon berkali-kali semoga bukan mereka.
Dan perasaan itu makin kacau saat melihat ayahnya menuju mobil, sepertinya ia ingin mengajak kedua anaknya itu pergi.
Dengan wajah panik, gadis berkacamata itu berlari turun. Melihat ibunya yang sedang menonton acara di televisi, ia tak merasakan kepanikan yang sama. Ibunya terlalu tenang, tak ada apa-apa.
Maka ia dengan cepat pergi keluar, tepat sebelum si kembar masuk ke dalam mobil.
"Berhenti! Jangan pergi! Tolong jangan pergi!", Bella berdiri di depan mobil, menghadang tepat didepan ayahnya duduk, berharap mereka akan mendengarkannya.
"Ada apa?", ayahnya yang tadi berada di dalam mobil kini keluar untuk menenangkan putrinya itu.
Eric membanting pintu mobil dengan amarah yang tinggi. "Bisakah kau sedikit saja tidak mengganggu?! Benar-benar merepotkan!"
Bella menangis di pelukan ayahnya, sedangkan sang ayah masih berusaha menenangkannya. "Tenanglah dulu. Bisa kamu ceritakan kenapa kamu bersikap seperti ini?", dengan lembut sang ayah mengusap rambut coklat panjang putrinya.
"Mobil, bertiga, toko, apai"
Ketiga orang itu terdiam, mereka tak paham dengan kata-kata yang tampak acak keluar dari mulut Bella.
"Jangan pergi", setelah kalimat terakhir itu Bella pingsan. Ayah yang sedari tadi memeluknya kini membawanya masuk ke dalam, membuat ibu yang awalnya bersantai kini berubah jadi panik.
"Kenapa?", tanya ibuny yang memangku kepala Bella dan mengusap keningnya.
"Entahlah. Dia datang keluar dengan wajah panic dan meminta kami untuk tidak pergi", jelas sang ayah yang duduk di sofa untuk memijat kaki putrinya.
"Mungkin dia kesurupan", Eric masih merasa jengkel dengan Bella. Karena dia tadi sudah membayangkan akan berjalan-jalan di kota, meski hanya untuk membeli perkakas dan perabotan lain.
Peter yang awalnya diam kini duduk di lantai di depan Bella yang kini berbaring. Ia menggenggam tangannya dan merasakan tangannya yang begitu dingin.
"Hiks..hiks.."
Bella menangis dalam tidurnya, air matanya mengalir begitu deras dan bahunya berguncang.
"Sayang..bangun, nak. Kamu kenapa?". Keringat dingin juga mengalir deras dari keningnya, meski sudah menangis sesenggukan Bella tak juga bangun.
Eric yang awalnya merasa kesal kini juga ikutan panik. Bergegas ia berlutut di samping kakaknya dan mengusap air matanya, mengelus lembut pipinya.
"Kak, aku minta maaf. Bangun kak"
Dengan ucapan Eric yang dibisikkan dengan tulus di telingannya, Bella akhirnya terbangun. Dengan wajah yang tampak terkejut seperti telah melihat sesuatu ia langsung memeluk ibunya dengan erat.
Ia masih menangis.
Semua orang yang berada disana merasa iba. Mereka tak tau apa yang terjadi, tapi melihat keluarga mereka seperti ini rasanya menyakitkan. Mereka semua yang ada disana memeluk Bella, berusaha memahami kesakitannya.
***
Setelah sekitar 10 menit berlalu tangisan Bella baru berhenti. Ia mungkin sudah terlihat lebih tenang, tapi matanya masih terlihat kosong. Sekarang ia sudah duduk dan sedikit demi sedikit mulai menyeruput teh hangat buatan ibunya.
"Jika kalian ingin tau…. aku akan menunjukkannya"
Bella meletakkan cangkir yang dipegangnya ke atas meja, kemudian menatap ayahnya.
"Ayo. Kita semua pergi ke tempat ayah ingin pergi tadi"
Tak ada satupun orang di rumah itu yang merasa bahwa perilaku Bella tidak aneh. Setelah tadi dengan histerisnya melarang mereka untuk pergi, kini dia sendiri yang meminta untuk pergi kesana bersama.
"Tidak perlu, sayang. Kita sudah tidak perlu kesana lagi kok sekarang. Iya kan, yah?", ibu Bella merangkul dari samping kemudian memberi kode ke arah ayahnya.
"Ibumu benar, nak. Kita tak perlu pergi"
Tapi Bella menggeleng, ia ingin keluarganya tau apa hal yang membuatnya histeris tadi. Ia ingin keluarganya tau, apa yang ia lihat. Ia ingin mereka tau, orang seperti apa dia sebenarnya.
"Kita harus pergi kesana, sekarang"
Penekanan yang dibuat Bella membuat mereka menarik nafas dalam, meski terasa membingungkan tapi karena Bella bersikeras, maka mereka akan pergi, mengikuti keinginannya.
Tak menunggu waktu lama, mereka semua sudah berada di dalam mobil dan dalam perjalan menuju ke toko peralatan yang ingin didatangi oleh ayahnya tadi. Dan sepanjang perjalanan, wajah Bella tidak tampak kosong lagi seperti tadi.
Kini ia tampak begitu sedih bahkan nyaris menangis lagi. Eric yang duduk di samping Bella di kursi belakang menatap Bella bingung, meski tadi sempat merasa kasihan kini ia merasa ada yang aneh dengan kakaknya ini.
Mungkinkah ia sudah gila?
Eric menggeleng, menepiskan pikiran itu. Ia tak ingin memiliki kakak yang gila, dan kakaknya tak boleh sampai gila!
Seharusnya toko itu ada di depan mereka.
Seharusnya jalanan ini agak sepi.
Seharusnya langit berwarna biru.
Bella menunduk. Ia menangis kali ini, tapi tak ada seorang pun yang berusaha mendiamkannya. Semuanya tercengang dengan apa yang mereka lihat saat ini.
Di depan mereka ada begitu banyak orang yang tak bisa dihitung jumlahnya, mereka berkerumun dan beberapa berlarian mencoba membantu. Langit berwarna hitam, asap yang berkumpul dari kobaran api yang begitu besar dibawahnya.
Dua mobil pemadam kebakaran ada tepat di depan mereka. Meski sedikit tertutup kerumunan, mereka tau bahwa yang terbakar adalah toko yang tadi akan mereka datangi.
Beberapa ambulan baru datang, api masih belum sepenuhnya padam. Dengan lemas masing-masing mulai keluar dari mobil, berusaha untuk mendapat pandangan yang lebih detail tentang kejadian.
Para petugas pemadam kebakaran membawa beberapa mayat keluar dari bangunan yang terbakar itu. Hampir semua mayat tampak hangus, namun tak ada satupun yang nampaknya selamat dari kejadian nahas itu.
Membayangkan seandainya saja tadi Bella tidak melarang mereka, bukan tak mungkin mereka akan menjadi salah satu korbannya.
Tiba-tiba terngiang lagi di ingatan mereka tentang kata-kata yang diucapkan Bella tepat sebelum ia pingsan.
"Mobil", Eric memulai urutannya dan ia tau bahwa itu adalah kendaran yang akan membawa mereka pergi.
"Bertiga", Peter dari awal menyadari bahwa hanya mereka bertiga lah yang dilarang pergi oleh Bella.
"Toko", ayah Bella melihat toko yang ada di depannya dengan tatapan nanar, ia hampir saja berada di dalam sana bersama anak-anaknya untuk berbelanja.
"Api", ketiga orang itu mengucapkannya bersamaan.
Api inilah yang membuat Bella bersikeras melarang mereka untuk pergi. Satu hal yang sejak tadi ada di fikiran mereka….
"Bagaimana bisa Bella tau tentang semua ini?"
***