London terasa begitu berbeda dengan Indonesia. Bangunan kuno yang ada di mana-mana. terlihat persis seperti yang pernah dilihat di televisi. Baiklah, jujur saja jika Tony hanya mengetahui London dari salah satu episode Detective Conan.
Dan ya, tepat begitu ia turun dari pesawat hujan turun dengan derasnya. Membuat hatinya yang sejak berangkat tadi mendung jadi makin terasa berat lagi.
"Kenapa kamu jadi melamun, sayang"
Bagian depan topinya ditarik hingga menutupi matanya. Tony menghentikan langkahnya sejenak untuk membenarkan letak topinya lagi. Terlihat di depannya wanita cantik yang tersenyum bahagia, salah satu orang yang bisa bahagia di cuaca yang tidak mendukung seperti ini.
"Aku tidak melamun, bu. Hanya berfikir kenapa bisa-bisanya cuacanya hujan seperti ini saat aku datang, aku jadi ngantuk"
Mendengar alasan anaknya yang polos itu, sang ibu langsung berhambur memeluknya dengan erat. Mengabaikan si anak yang sudah protes minta dilepaskan karena malu.
Meski sebenarnya semua orang yang ada di bandara pun tak peduli dengan adegan memalukan bagi Tony itu. Bukankah hal yang wajar jika melihat orang berpelukan di bandara? Seperti mengucap perpisahan atau selamat datang. Jadi, itu hal yang wajar, kan?
"Hehey! Anak kesayangan ayah! Bisa-bisanya bermesraan dengan ibu dibelakang ayah!"
Baiklah. Sekarang bertambah satu lagi orang yang akan membuatnya lebih malu dari ini. Dia bukan anak kecil lagi!
Begitu pelukan terlepas Tony langsung memeluk sang ayah yang ternyata sudah berada di sebelah mereka.
"Bagaimana penerbangannya, nak? Wah, ternyata rasanya memang menyenangkan memeluk anak sendiri", Tony bisa merasakan pelukan ayahnya lebih erat dari pelukan ibunya, ditambah lagi dengan ayunan pelan ke kanan dan ke kiri itu.
"Penerbangannya baik. Dan omong-omong tentang ucapan ayah yang tadi, aku ingin sedikit meralatnya. Aku tidak bermesraan dengan ibu di belakang ayah, tapi DI DEPAN ayah", suara tawa pun terdengar dari ketiganya, sudah lama mereka tidak berbicara seleluasa ini.
Rasa yang sangat menyenangkan.
****
"Apa ayah sedang libur sekarang?"
Duduk di kursi belakang tanpa bicara atau melakukan apapun membuat Tony mengantuk sepanjang perjalanan.
"Tentu saja. Setidaknya aku harus menyediakan satu hari khusus untuk menyambutmu disini. Kenapa rasanya lama sekali menunggu kamu agar bisa menyusul kemari?"
Seperti seorang ahli, ayahnya bahkan melihat ke arah kaca saat menjawab pertanyaan Tony. Seakan sedang berbicara tatap muka.
Tony langsung menyesal saat bertanya tadi, kenapa ia tak minta ayahnya untuk tak menatap cermin itu sebelum menjawabnya?
"Ayah, bisakah kau hentikan itu? Jangan menatapku saat aku mengajak berbicara di mobil. Rasanya menakutkan saat kau tak melihat ke arah jalanan", sebelum sempat menjawabnya suara tawa ibu sudah memenuhi bagian dalam mobil.
Sambil menyeka air mata yang sedikit keluar dari sudut mata ibu berbalik dan meraih tangan Tony, kemudian menyalaminya dengan bersemangat.
"Akhirnya! Akhirnya kau mengatakannya! Sejak lama kufikir kau baik-baik saja melihat kelakuan ayahmu yang seperti itu. Dan dia meneruskan kebiasaannya itu hanya saat bersamamu, sayang. Jadi, terimakasih untuk meminta seperti itu"
Bibir ayahnya yang cemberut pun kini bisa dilihat dari belakang, kebetulan karena posisi Tony yang sedikit condong ke depan.
"Aku hanya ingin menatapnya"
Pukulan pelan ke lengan ayah dilakukan oleh ibu, tentu saja tidak akan terasa sakit tapi ayah selalu membuatnya seakan itu begitu menyakitkan dengan berteriak keras. Jika sudah seperti itu, ibu yang gemas pun akan melanjutkan dengan cubitan ke arah perut ayah.
Hal yang dulu sering ia lihat, hingga membuatnya hafal.
****
Mobil kini sudah meninggalkan daerah perkotaan dan masuk ke sebuah lokasi yang tampak familiar bagi Tony. Ia belum pernah ke tempat ini sebelumnya, tapi Nampak begitu akrab dengan lokasinya.
Bangunan yang khas dengan tembok batu bata dan cerobong asapnya. Dan beberapa mobil terparkir rapi di masing-masing rumah, menunjukkan bahwa rumah itu berpenghuni. Semakin lama, tempat ini mengingatkannya dengan rumah Harry Potter.
Tunggu!
Tony dengan segera melihat ke arah luar jendela. Konsep bangunan yang begitu mirip memang ada disana, di antara rumah yang baru saja ia lewati.
Melihat anaknya yang tampak sudah menyadarinya, sang ayah tampak tersenyum bangga begitupun dengan ibunya yang melihat Tony dari cermin.
Mobil berhenti di sebuah rumah berlantai dua, hanya berjarak 20 meter setelah belok dari pertigaan. Hanya ada empat rumah yang saling berhadapan dan mobil diparkir di halaman rumah nomor dua sebelah kanan.
Ada halaman yang cukup luas, termasuk untuk parkir sebuah mobil dan juga halaman kosong dengan rumput yang tertata rapi, tampak seperti karpet dengan beberapa bunga yang ditanam rapi di bawah jendela. Pagar rumah juga terbuat dari tanaman setinggi siku hingga membuatnya terlihat asri.
Jujur saja ini lebih dari ekspektasi Tony. Rumah yang indah dan dekat dengan tempat tinggal Harry Potter, meski hanya dalam sebuah film.
Kedua orang tua Tony sudah turun dari mobil dan menunggu di depan rumah mereka. Dari dalam mobil, Tony bisa melihat kegugupan dan rasa antusias kedua orang tuanya. Setelah menarik nafas panjang, dengan gugup akhirnya Tony turun dari mobil.
Hujan sudah berhenti sejak tadi, tanah yang dedaunan yang basah serta udara yang segar membuatnya begitu menikmati suasananya.
"Selamat datang di rumah kita!!"
Kedua tangan mereka direntangkan dengan senyum lebar di wajah keduanya. Rasa hangat menyebar begitu saja, rasa syukur karena akhirnya bisa berkumpul lagi dengan keluarga.
Begitu kaki melangkah memasuki rumah, kesan sederhana yang terlihat di luar tampak jauh berbeda dengan yang terlihat di bagian dalam rumah. Semua peralatannya begitu modern dan terkini. Tony bisa melihat jika itu pasti karena mereka tak ingin rumah yang hanya dihuni oleh mereka bertiga ini tampak rumit dan berantakan.
"Kamu mau makan apa sayang? Ibu mau buatin"
Dengan semangat ibu Tony sudah berjalan menuju dapur setelah sebelumnya melepas mantel dan meletakkan tasnya.
"Ibumu selalu ingin memasak untukmu di dapur itu. Mintalah yang paling kamu inginkan", ayah Tony menepuk pundaknya dan kemudian pergi ke kamar dengan senyum yang tak juga lepas sejak tadi.
Melihat ibunya yang tampak begitu bahagia tentu saja membuat Tony tersenyum.
"Aku ingin opor ayam. Apakah bahannya ada? Kalau tidak ada mungkin bisa gan-", ibu Tony mengangkat tangannya menghentikan Tony untuk melanjutkan ucapannya.
"Ada, sayang. Ibu sudah meminta ayahmu untuk memenuhi isi kulkas sebelum kita kembali. Kalau tidak ada, maka ayah akan berurusan dengan ibu"
Kemudian ibunya berbalik untuk membuka kulkas, menemukan bahan-bahan yang ia butuhkan. Karena suasana hati yang baik Tony bisa mendengar ibunya menyenandungkan lagu sambil mencuci bahannya.
"Hey, nak. Ayo ku antar ke kamarmu", kedatangan ayahnya sedikit mengejutkan Tony. Dengan lengan yang di rangkulkan ke pundaknya, ayah membawanya naik ke lantai dua, tempat dimana kamar Tony berada.
****