Bella, gadis yang masih mengulurkan tangannya itu kini merasa lelah setelah hampir semenit lelaki asing baru ini tak juga menyalaminya.
"AH! Aku Tony!"
Tony yang tampaknya baru saja tersadar lamunannya langsung menggapai tangan Bella yang hampir mengambil pulpennya lagi. Meski itu membuat Bella sedikit tersentak.
Beberapa orang mungkin akan beranggapan kalau Tony begitu ingin menyentuh tangan Bella. Tapi sebenarnya itu karena ia merasa tak sopan jika mengabaikan orang yang sudah mengajak berkenalan, seperti yang baru saja dilakukan oleh Bella tadi.
Beberapa orang mungkin juga akan beranggapan jika mungkin saja Tony merasakan jatuh cinta pada Bella. Tepatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi sayangnya, lagi-lagi bukan karena itu. Bukan juga karena ia tersepona akan kecantikan Bella.
Tidak. Tidak. Jangan salah paham. Bagi Tony, gadis di depannya ini lebih seperti orang aneh. Ia tampak tidak menyukai kehadiran Tony baik di lingkungan ini ataupun di rumahnya saat ia bertamu sekarang.
Ia fikir, gadis itu akan tetap menunjukkan sikap dingin dengan acuh atau malah menatapnya benci, nyatanya gadis itu juga bisa bersikap hangat juga. Yah, walaupun mudah berubah juga.
"Sudah, kan.. perkenalannya? Aku sudah melakukanya. Kini apa lagi?".
Bella menatap Eric dengan serius, seperti sedang melalukan sebuah tes ataupun misi. Untuk Tony yang hanya orang luar dan baru mengenal mereka hari ini, ini terasa aneh.
"Ikut kita ke sofa tamu yang ada di sana", Eric menunjuk tempat duduk ayah dan paman besar itu.
Kerutan terlihat jelas di kening Bella, tampaknya ia tak menyukai usul Eric. Tapi sebelum Bella sempat menolak, Eric sudah mengambil buku dan pulpen yang ada di tangan Bella, meletakkannya di meja yang ada di sampingnya, kemudian memegang tangan Bella dengan lembut dan menepuknya pelan.
"Ayo", Eric tampak berusaha meyakinkan Bella, mereka saling menatap seakan mata mereka berbicara satu sama lain. Hingga suara hembusan nafas yang kerasa terdengar dari Bella, ia menurut dan mulai berdiri.
Tampak sangat aneh untuk Tony.
Eric masih menuntun Bella yang tampak baik-baik saja ke sofa tamu itu, menyalami orang tua Tony dan berusaha berkenalan dengan mereka. Saat Tony ingin beranjak dan menyusul mereka, sebuah tangan menarik bajunya.
Itu Peter!
Sejak tadi Peter ada di sampingnya tapi tidak terasa sedikitpun. Ataukah mungkin karena ia tak berbicara dan bereaksi hingga membuatnya hampir tak terdeteksi?
"Maaf jika itu terasa aneh untukmu. Kakak sebenarnya normal seperti orang lainnya, hanya saja…"
Kata-kata itu terhenti karena Eric kini sudah berdiri di belakang Tony.
Sambil menepuk pundak Tony yang lebih tinggi darinya, "Akan kami jelaskan nanti. Ayo, kita bergabung dulu bersama yang lainnya. Kurasa akan lebih sopan jika begitu"
****
Pada akhirnya, nanti yang dimaksud bukanlah hari ini. Meski Tony sudah menunggu dengan sabar sambil memberikan kode pada Eric, dia tetap acuh seakan tak melihat kode yang diberikan.
Apakah Eric akan mengingkari ucapannya?
Apa kata-kata yang di ucapkannya tadi itu hanya agar Peter tak bercerita lebih jauh?
Ah! Kenapa hal ini membuat Tony kesal?
Bukan karena ia begitu ingin tau tentang Bella, ia hanya tak suka jika orang bercerita setengah-setengah! Itu membuatnya seakan sebuah drama yang akan bersambung saja!
Tony kini berada di kamar sedang menatap langit-langit kamar, ya dimana lagi kalau bukan di kasur? Setelah tadi sibuk menghajar bantal tak bersalah. Ia merasa harus melampiaskan rasa kesalnya tadi pada sesuatu, akhirnya ia memutuskan bantal adalah pilihan tepat karena takkan merasa kesakitan.
Ia sudah merasa begitu lelah hari ini. Perjalan yang jauh, merapikan barang, bertamu ke rumah tetangga dan dibuat penasaran oleh anak tetangga.
Sungguh melelahkan!
****
Esok paginya, Eric bersaudara ganti bertamu ke rumah Tony. Tepat pukul sembilan pagi mereka sudah berdiri di depan pintu.
Dengan sopannya mereka meminta izin pada Bu Rika yang sedang sibuk sendiri di dapur sedang mencoba resep baru. Setelah diberi tau letak kamar Tony, mereka pun bergegas naik ke lantai dua. Tak lupa juga membawa bola sepak yang sering mereka mainkan itu.
Tok Tok Tok
Tony sudah bangun sejak tadi, melihat-lihat isi lemari belajar yang ternyata sudah dipenuhi buku oleh ayahnya. Suara ketukan di pintu mengintrupsi kegiatannya. Dan karena tak ada suara, ia bisa menebak siapa tamu di depan kamarnya.
"Hey, kami datang berkunjung!", Eric tersenyum begitu lebar setelah Tony membuka pintunya, mempersilahkan mereka masuk.
Setelah melihat-lihat isi kamar Tony yang cukup membosan untuk mereka, karena tak ada mainan, mereka kini memilih duduk di karpet yang melapisi lantai kamar Tony.
Tony yang masih merapikan buku-buku yang tadi ia ambil agak sedikit bingung untuk memulai percakapan. Selain karena mereka baru saja kenal kemarin, rasanya aneh untuk mengajak berbicara duluan. Apalagi jika mengingat tentang apa yang dilakukan oleh Erik kemarin.
"Kak Tony, kau marah padaku, ya?", tangan Tony berhenti bergerak sesaat.
Dengan menghembuskan nafas yang cukup berat, Tony menghentikan kegiatannya, meletakkan begitu saja buku-buku itu di atas meja dan berbalik untuk menghampiri Eric dan Peter.
"Menurutmu?"
"Tentu saja kau akan marah karena aku menghentikan pembicaraan kalian di tengah cerita. Kurasa aku tak perlu bertanya, karena kemarin kau memberikan tatapan laser itu padaku sampai pulang", Eric terkekeh.
"Kau sebenarnya menyadarinya, kan?!", maafkan Tony yang emosinya kembali naik ke permukaan.
Eric menggeleng dengan keras.
"Aku yang memberitahunya", Peter lah yang kini berbicara, masih dengan ekspresi datarnya. Berusaha melindungi saudaranya yang sepertinya tak sadar jika sedang memancing kemarahan Tony sejak kemarin.
Tony sadar jika Eric mungkin memang tak bisa membaca kode yang dikirimnya kemarin, karena Eric sibuk bersosialisasi dan berusaha melibatkan Bella dalam pembicaraan mereka.
"Aku minta maaf ya", Eric dengan tulus meminta maaf dan mengulurkan tangannya.
Karena merasa bahwa marah pun percuma, Tony pun menerima permintaan maafnya.
"Baiklah. Sampai mana kemarin ceritanya?", Erick bertanya pada Peter.
"Kakak sebenarnya normal seperti orang lainnya, hanya saja…sudah sampai disana". Peter benar-benar mengucapkannya persis seperti ucapannya kemarin, benar-benar seperti robot.
"Jadi.. tak ada yang aneh dengannya, hanya saja dia sulit sekali bersosialisasi. Dan bukan tanpa alasan, dia dijauhi oleh banyak orang yang menganggapnya aneh, termasuk aku dan Peter. Itu sebelum hal mengerikan itu terjadi-"
Pintu diketuk pelan, ibu datang membawakan minuman untuk Tony dan Eric bersaudara. Setelah sedikit berbincang dengan mereka yang pasti menanyakan orang tua mereka, Bu RIka kembali lagi ke dapur.
Kali ini Tony tak merasa kesal lagi karena di interupsi saat ada yang bercerita, karena setidaknya orangnya masih disini bersamanya, jadi ia bisa memintanya untuk melanjutkan lagi ceritanya.
****