"Selamat datang, kakak ipar!!"
"Ha?!"
Ucapan yang secara refleks dikeluarkan oleh Tony begitu disambut dengan gembira oleh si kembar dari balik pintu. Eric dan Peter menyambut Tony sambil berpelukan bergembira, seakan apa yang baru saja mereka ucapkan adalah sebuah fakta.
Tony masih berdiri di pintu yang belum tertutup itu, ia terpaku disana dan ragu untuk masuk. Ia tak ingin kesalahpahaman terjadi karena si kembar yang asal bicara ini, tapi ia juga takut untuk bertemu dengan orang tua mereka yang mungkin akan jauh lebih salah paham lagi.
Tony meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya, meminta mereka untuk tidak berisik. Dengan sopan menutup pintu yang ada di belakangnya, lalu berbalik menatap si kembar yang masih cengengesan.
"Baiklah, ayo kita ke kamar. Agar kita bisa membicarakan hal pribadi antar sesama Pria", ucap Eric yang sudah menarik Tony untuk mengikutinya.
Melewati lorong pendek yang ada di depan pintu, ia bisa melihat kedua orang tua si kembar sedang asik menonton tv sambil menyemil kue dan teh hangat di atas meja. Sepertinya mereka berdua sama sekali tidak terganggu dengan keributan apapun yang dibuat oleh si kembar.
"Jadi.."
"Jadi.."
Eric dan Peter berbicara berbarengan begitu baru saja mereka memasuki kamar si kembar yang berada di lantai dua. Hanya berjarak dua ruangan dari kamar Bella yang saat ini mungkin sudah memilih untuk tidur.
"Apa yang kalian bicarakan?!"
Tony memilih untuk mundur dan duduk di salah satu kasur yang ada disana. Dua kasur yang berjajar menghadap pintu dengan jendela di tengah-tengahnya. Karpet bermotif zigzag yang terbentang di lantai kamar.
Jendela yang langsung menghadap ke arah rumah Tony yang tepat berada di seberang jalan. Hanya ada satu rak buku dan satu lemari di masing-masing sisi, mereka berbagi tempat dan barang yang sama.
"Tentu saja tentang kau yang menyatakan cinta pada kakakku", ucap Eric yang kini duduk di kasur sebelah kanan, berhadapan dengan Tony.
Sedangkan Peter yang kini duduk di atas karpet bersila kini hanya melihat Tony dan kakaknya, Eric dari bawah.
"Dengarkan aku baik-baik dan hentikan dulu cengiran itu". Eric yg merasa ditegur pun langsung menutup mulut dengan kedua tangannya, berusaha menahan tawa yg ingin keluar.
Bagi Eric, Tony terlalu berani untuk langsung menyatakan cinta pada kakaknya yg aneh itu, atau bisa dibilang nekat? Entahlah. Eric akan acungi jempol jika Tony benar-benar menaruh hati pada kakaknya itu.
Tony mengacak rambutnya hingga berantakan, ia tak habis fikir kejadian simpel tadi pagi bisa berimbas padanya sejauh ini.
"Orang yg menyatakan cinta pada Bella tadi pagi BUKANLAH AKU! Apa kau tak mendapat cerita lengkapnya dari Bella sendiri?"
Apa yg terjadi hingga cerita itu bisa menyebar sampai ke anak kembar yg menyebalkan ini. Rasanya sulit membayangkan jika Bella yg cuek itu bercerita begitu saja pada mereka, sangat tak masuk akal.
Peter memiringkan kepalanya menatap Tony dan Eric bergantian, "Berarti berita yg kau dapatkan tadi adalah salah, Eric!"
Eric gelagapan di tempat, ia masih berfikir jika Tony mungkin saja berbohong untuk melindungi diri. Tapi dilihat dari ekspresi marah yg saat ini ditunjukkan padanya, sepertinya itu adalah hal yg mustahil
"Ta.. tapi.. aku mendengarnya sendiri! Kak Bella menggumamkan sesuatu saat berjalan ke kamarnya!". Eric masih tak mau mengalah, ia meremat bantal bersampul Iron Man yg ada di samping kanannya.
Tony mendengus sebal melihat kepolosan Eric, "Kau mungkin hanya mendengar sebagian kecil dari apa yg terjadi. Dan kau beranggapan bahwa orang itu adalah aku, karena akulah yg bersama dengannya sejak pagi. Benar begitu, kan?"
Kali ini Eric menarik bantal yg tadi ia remat untuk menutupi wajahnya yg memerah. Marah karena malu dan membuat dia ingin menangis sekencang-kencangnya.
"Eric..", Peter prihatin pada saudaranya itu. Meski lebih tua, terkadang ia masih suka bersikap semaunya, tak bisa disalahkan juga berhubung usia mereka yg memang masih remaja.
Tony berdiri dan berjalan mendekati Eric yg masih menutupi wajahnya, bahkan kakinya pun ia naikkan ke kasur. Mengelus rambut kepala Eric yg masih saja meringkuk disana.
"Kau tak perlu merasa malu seperti itu, kesalahan seperti ini adalah hal yg wajar terjadi. Jika nanti kau mau melakukan hal yg sama, usahakan untuk mencari bukti yg lebih banyak lagi. Kurasa kau kan berbakat dalam hal itu"
Kemudian ia melihat ke arah Peter yg kini cengengesan dengan badan yg sudah terlentang di atas karpet. Sepertinya ia sudah menyadari kesalahan apa yg mereka lakukan.
"Sepertinya kalian sangat menyayangi Bella, ya"
***
Bintang-bintang bermunculan di langit malam yg gelap. Suasana di dalam kamar itu juga kini terasa lebih sepi setelah Tony pamit pulang beberapa menit lalu.
Mata Eric masih berair bekas menangis tadi, karena malu atas ucapannya sendiri. Ia terlentang di kasur menatap langit-langit kamar yg berwarna putih itu.
"Aku malu!!!"
"Hahahahaha". Peter yg sedari tadi belum beranjak dari karpet kini berguling-guling kesana kemari, menahan perutnya yg geli. Malam ini semuanya terasa konyol, benar-benar memalukan.
Eric yg mendengar tawa itu langsung terududuk dan melempar Peter dengan bantal yg sedikit basah bekas tangisnya tadi. Dan tentu saja bantak itu tak bisa menghentikan tawa Peter yg masih merasa malu sendiri.
"Wahh.. bisa-bisanya ku ikut merasa malu seperti ini!". Peter menghentikan tawanya lalu mengusap butiran air mata yg keluar dari sudut matanya.
***
Eric merapikan kasur yang sudah ia buat kusut, serta menepuk-nepuk bantal Iron Man kesayangannya yang lain di atas kasur. Mengintip sedikit dari jendela, melihat ke rumah yang ada di seberangnya.
Tony tampaknya baru saja sampai ke kamarnya, karena kini lampunya sudah menyala dan bayangan dirinya nampak dari balik tirai. Eric tak munafik, ia sedikit berharap pada Tony.
Meski mereka baru saja bertemu, ia dapat menilai jika Tony adalah orang yang baik. Seseorang yang cocok untuk menjada dan menyayangi kakaknya.
"Hey, aku tau apa yang kau fikirkan". Suara Peter tiba-tiba saja terdengar dan menghentikan lamunannya, membuat Eric mendengus kesal.
"Bagaimana kau bisa tau sedangkan aku tidak mengatakan apa-apa"
Peter yang awalnya sangat malas untuk beranjak dari posisi nyamannya kini memilih untuk menghampiri kasur kesayangannya, tempat empuk yang membuatnya malas untuk terbangun saat pagi.
"Ingat. Kita kembar"
Eric berdecak tidak suka. Kenyataan bahwa mereka kembar membuatnya terkadang tak nyaman karena apapun yang ia lakukan atau rahasiakan Peter pasti akan mengetahuinya cepat atau lambat.
Dan yang paling menyebalkan adalah ketika Peter sakit, maka ia apasti akan ikut sakit juga. Meski itupun juga berlaku untuk sebaliknya.
"Tony memang orang yang baik dan sepertinya Kak Bella juga menyukainya. Tapi untuk saat ini kita hanya bisa mengartikan rasa suka itu hanya sebagai teman. Ingat, kakak bahkan tak memiliki teman satupun. Entah bagaimana ke depannya, kurasa kita hanya bisa melihat dari jauh dan mendukung pertemanan mereka"
Eric mengangguk, terkadang ia bisa bersikap dewasa tapi terkadang ia juga bisa menjadi kekanakan.
"Hm, jangan sampai karena kita hubungan pertemanan mereka malah jadi renggang atau parahnya hancur. Aarrgh! Aku tak mau membayangkannya!"
Peter menutup telinganya, berharap apa yang baru saja diucapkan oleh Eric tidak masuk ke telinganya.
"Sudah. Cukup. Ayo kita tidur saja. Aku mengantuk"
Sebelum sempat Eric memprotes, lampu kamar sudah dipadamkan oleh Peter, meninggalkan Eric yang masih berdiri dalam kegelapan.
***
Bersambung