Pagi sudah datang lagi di Inggris, meski langit tak seterang kemarin, hanya sedikit berangin. Kali ini Tony berhasil menghindari kejadian yg hampir terulang seperti kemarin, ia keluar lebih cepat dari Bella yg kebetulan saat itu baru sampai di tengah jalan.
Untuk kali ini, gadis itu berpenampilan jauh lebih normal, meski rambut masih sama-sama dikuncir.
Rambut kecoklatan Bella dikucir setengah dengan asal-asalan, ia juga membiarkan poni rambutnya ke bagian kanan dan kiri wajahnya. Terlihat sangat cantik meski tampaknya tidal diberi perawatan khusus.
Tony melihat tampilan Bella itu dengan satu mata yg menyipit, bibirnya terasa gatal ingin berkomentar.
"Kau baru bangun tidur"
Bella berpura-pura terkejut dengan reaksi yg berlebihan. "Astaga! Kau tau dari mana? Apakh kau bisa membaca fikiranku?"
Tony sadar jika Bella saat ini sedang menyindirnya karena apa yg ia katakan kemarin. Maka ia memilih untuk mengacuhkan Bella dan mulai berjalan sendiri.
Ia dapat mendengar Bella terkikik di belakang, jelas sekali bahwa ia tak berusaha menyembunyikannya.
"Hey, apa ku marah?", Tony menghentikan langkahnya dan berbalik untuk melihat Bella yg menyengir jahil di belakangnya. Sifatnya itu tiba-tiba mengingatkannya pada si kembar.
"Kau sudah tidak takut lagi jika tiba-tiba didekati oleh lelaki asing?".
Pembicaraan itu lagi, hal yg ingin Bella hindari sejak kemarin jika ia bisa. Ia menghembuskan nfas tak suka, lalu menyedekapkan kedua tangan di depannya.
"Kau. Yang. Akan Jadi. Tamengku"
Hanya beberapa kata yg diucapkan dengan perlahan namun tegas. Dan Tony tau jika itu berarti dia tidak sedang bercanda untuk kali ini.
"Ayo kita berangkat", tanpa aba-aba Bella menarik kemeja abu yg dipakai Tony. Seperti kemarin, menyeretnya sambil jalan.
Dan Tony hanya bisa menggeleng karena ia tau setelah beberapa langkah Bella akan melepaskan tangannya sendiri
Seperti sekarang, ia melepaskan tangannya begitu saja tanpa berkata apa-apa seolah hal itu tak pernah terjadi. Meski sekarang baju kusut itu menjadi saksi betapa kuat tangan Bella tadi mencengkram.
Ada seorang lansia yg lewat sambil membawa koran di tangannya dan melihat Bella. Wajah yg umringah menunjukkan kalau ia pasti mengenal Bella sebelumnya.
Tanpa melepas koran yg ada di genggamannya ia berjalan cepat melewati pagar tanaman yg da di depan rumahnya.
"Bella!"
Suara yg cukup nyaring dan terdengar begitu ceria. Wanita lansia itu langsung memeluk Bella begitu ia berbalik karena panggilan tersebut.
"Oh! Bibi Helenna! Sudah lama tidak melihatmu disini". Menurut kamus Tony, sangat tidak mungkin seorang Bella bersikap seakrab itu pada orang yg baru ia temui. Berarti wanita lansia ini mungkin adalah keluarganya atau orang yg sudah ia kenal sejak lama.
Wanita lansia yg bernama Helenna itu tampak tersipu malu hingga menutupi wajahnya menggunakan koran yg ada di tangannya.
"Kau tau sendiri, aku baru saja menikah dengan Robert, jadi kami baru saja pulang dari bulan madu"
Tony tak bisa menutupi keterkejutannya, matanya membelalak sempurna. Meski aksen Inggris masih terdengar asing di telinganya, bahasa yg digunakan Helenna cukup mudah dipahami olehnya.
Bella tertawa melihat reaksi Tony yg sama sekali tak berusaha ia tutupi. Kasus Helenna mungkin memang jarang terjadi, di usianya yg sudah menginjak 70 tahun ia menikahi temannya yg berusia 73 tahun.
"Hahahaha.. kenapa kau terkejut seperti itu?"
Mendengar tawa Bella cukup untuk membuatnya kembali sadar, wajahnya terasa panas karena malu. Kemudian ia langsung menunduk meminta maaf pada Helenna karena sudah bersikap tidak sopan.
"Tidak apa, nak. Wajar saja kalau kau terkejut, karena usiaku yg sudah tidak muda lagi ini masih mendambakan pernikahan dengan orang yg ku cintai. Dia adalah temanku sejak lama dan baru bertemu lagi denganku disaat kami sama-sama sudah tua dan memiliki cucu. Suamiku sudah meninggal sejak lama dan aku hidup sendirian, begitu pula dengan dia. Jadi ketika dia datang melamarku, kenapa tidak?"
Tony tertawa canggung, ia masih membayangkan apa yg tadi sudah dilihat Bella pada wajahnya saat ia tertawa seperti itu. Untuknya yg jarang tertawa itu adalah hal yg sangat langka dan patut untuk diperingati. Wajahnya pasti sangat aneh tadi.
"Kau pasti teman dekat Bella melihat begitu akrabnya kalian. Ah! Apakah kalian akan pergi kuliah? Maafkan aku sudah menghabiskan waktu kalian disini. Kalau begitu aku akan kembali ke rumah dan kalian silahkan melanjutkan perjalanan"
Bibi Helenna kembali ke teras depan rumahnya, meski begitu ia tetap mengantar Tony dan Bella pergi dengan lambaian tangan dan senyum cerianya.
***
Gerbang yang berwarna merah bata terbuka lebar, mempersilahkan para mahasiswa untuk masuk dan menimba ilmu sebanyak –banyaknya saat berada disana.
Dan di depan gerbang itulah, Tony dan Bella berdiri diam yang untuk saja diabaikan oleh rata-rata mahasiswa yang melewati mereka.
Beberapa menit sebelumnya semua terasa baik-baik saja dan Bella bahkan dengan antusias bercerita tentang Bibi Helenna. Tapi tepat sebelum masuk gerbang, seakan ada rem yang diinjak, Bella otomatis berhenti dan memucat.
"Bella, kita nggak masuk nih?". Bella mengangkat tangan kanannya meminta Tony untuk tak berbicara.
"Aku mau muntah"
Terasa secepat kilat, Bella langsung melesat pergi berlari masuk ke kampus mencari toilet. Dengan reflek yan sama Tony bersyukur bisa mengejar Bella.
Tony menutup wajahnya dengan buku catatan yang dibawa sejak tadi. Pasalnya ia menunggu Bella tidak jauh dari toilet wanita dan itu membuatnya dilirik sinis oleh beberapa wanita yang lewat.
Toilet laki-laki letaknya tidak bersebelahan degnan toilet perempuan. Mereka berada di tempat yang berbeda.
Sepasang sepatu convers berwarna abu-abu berhenti tepat di depannya yang sedang menunduk mencari semut yang mungkin saja lewat dan membuat rasa malunya bisa berkurang.
"Tok.. tok.."
Suara yang sengaja Bella buat agar Tony mengenalinya yang kini sudah berdiri di depannya.
Karena yakin bahwa Bella-lah yang ada di depannya maka Tony langsung menurunkan buku catatannya.
"A-"
"Ayo kita pergi dari sini!"
Entah kapan Bella akan menghilangkan kebiasaannya untuk menarik Tony semaunya. Hal itu seperti sudah menjadi keharusan.
"Aku tau kau tak nyaman berada disana karena aku merasa seperti itu. Di dalam sana rasanya mengerikan!"
Bella masih terus menggerutu saat berjalan menjauh dari sumber kepanikannya sendiri. Mungkin Tony sebentar lagi harus mengucap salam perpisahan pada ujung kemejanya yang robek karena Bella yang terlalu kuat menariknya.
***
"Kenapa kau perlu ke kamar mandi?". Pertanyaan bodoh dari Tony mendapat lirikan tajam dari Bella.
"Menurutmu?"
Perjalanan menuju kelas terasa jauh meski sebelumnya mereka sudah mengecek lokasi sehari sebelumnya.
Efek dari berjalan cepat adalah kau juga akan merasa lebih cepat lelah. Seperti kedua kaki Tony yang sudah seperti jeli.
Dihadapkan dengan belasa anak tangga di depan mereka membuat keduanya bersandar di dinding. Mencoba untuk mengatur nafas dan mengumpulkan kekuatan.
"Hari pertama kuliah yang melelahkan"
Keduanya sama-sama menyalahkan otot-otot mereka yang sudah lama tidak digerakkan. Terlalu kaku hingga membuatnya tegang begitu digunakan berlebihan.
Kompak terlihat seperti orang aneh dimata orang-orang yang menaiki tangga mendahului mereka.
Taka da kalimat basa basi seperti di Indonesia sekedar bertanya 'kenapa'. Bisa dilihat jika mereka terlalu cuek untuk masalah remeh seperti yang dialami Tony dan Bella.
Hanya delapan belas anak tangga yang kini sudah terasa seperti tiga puluh lebih. Untungnya ruang kelas mereka tak jauh dari tangga, tepat di ruangan pertama.
Entah karena dorongan batin atau apa, keduanya menoleh secara bersamaan hingga saling menatap agak lama.
"Setelah ini, kita harus sering olahraga. Sekedar jalan di depan rumah juga nggak apa-apa"
Bella mengangguk yakin, yakin pada Tony dan juga dirinya saat ini. Kehidupannya yang baru kini baru saja dimulai dan kejadian hari ini membuatnya sadar bahwa mungkin akan ada lebih banyak kejadian serupa di masa depan.
***
Bersambung