"Menyebalkan!"
Tony berhenti beberapa langkah dari Bella, melihat Bella yang terlihat frustasi sendiri dengan perasaannya.
Bagian depan gerbang terlihat lebih sepi dibandingkan keadaan di kafe tadi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang lewat meski kendaraan juga tetap berlalu lalang dengan normal.
Pepohonan besar di sekitar mereka terlihat begitu kokoh dengan dedaunan yang berayun karena angin musim gugur. Beberapa daun yang berjatuhan membuat suasana terasa begitu indah. Tapi tidak membuat Bella terpengaruh sedikitpun.
Tony bersandar pada gerbang, menyedekapkan tangannya dan menghadap ke arah Bella. "Kau sebal karena dia menyentuhmu?"
Bella membuka tangan yang menutupi wajahnya dan melihat Tony dengan tidak percaya.
"Aku sebal karena kantin yang tiba-tiba menjadi ramai! Aku sebal karena rasa soda yang tidak enak! Aku sebal karena sekarang aku lapar! Dan aku sebal karena orang itu melihatku dengan aneh!"
Waktu terasa berlalu beberapa detik tanpa ada yang bersuara. Tony masih diam karena tertegun, atau bisa dibilang heran karena pemikiran unik gadis di depannya ini.
"Apa kamu sadar kalau laki-laki tadi menyukaimu?"
Bella bergidik ngeri membayangkan apa yang baru saja diucapkan oleh Tony. Ia tak pernah bertemu dengan banyak orang sebelumnya, dan juga tak pernah terlibat percakapan yang begitu intim dengan orang lain.
Jangankan kepada orang yang baru kenal seperti lelaki tadi, bahkan pada orang lain yang sudah ia kenal sejak kecil pun itu adalah hal yang sangat asing untuk dilakukan olehnya.
"Apa orang tadi sudah gila?! Kita baru saja bertemu dan ia sudah mengatakan menyukaiku?! Aku bahkan tidak melirik sedikitpun ke arahnya kan tadi? Benar, kan?", Bella sudah seperti orang yang kehilangan kewarasannya dan Tony merasa kasihan padanya.
Bayangkan saja, untuk orang yang sangat jarang berinteraksi dengan orang lain bahkan sekedar untuk membeli barang saja ia harus bertemu dengan tipe lelaki seperti itu. Tentu saja Bella akan shock, meski tidak sampai ke tahap trauma.
"Baik! Ayo kita cari makan!"
Tony yang sedari tadi melamun kini tersadar akibat ucapan Bella yang tiba-tiba itu. Mulutnya yang menganga menggambarkan betapa absurdnya gadis di depannya. Sebentar cuek, sebentar sinis, sebentar kesal, sebentar kemudian kelaparan seperti sekarang?!
Apakah mungkin semua perubahan mood itu membuat dia kelaparan? Karena dari apa yang pernah ia baca, kemarahan itu menghabiskan banyak energy.
Lagipula, minuman soda yang tadi mereka minum di kantin tidak bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang mengenyangkan. Justru saat ini soda itu membuatnya ikut kelaparan.
"Kita mau makan apa?", Tony mengikuti langkah Bella yang sudah lebih dulu berjalan di depannya.
"Apa saja yang kita temukan pertama kali"
"Oi!!"
***
"Apakah semua laki-laki seperti it- Hukk! Hukk! Hukk!"
Tony berdecak lalu langsung menuangkan air putih ke gelas kosong milik Bella. Pada akhirnya mereka memilih untuk pulang dan makan di rumah Tony.
Dalam perjalanan berburu makanan tadi, tiba-tiba saja Tony mendapat telefon dari ibunya yang menawarinya makan jika ia mau pulang. Dan kebetulan saja Bella mendengar itu dan langsung menyetujuinya.
Makanan yg disiapkan oleh ibu Tony sebenarnya sangat sederhana, sayur bening dengan tempe goreng sebagai lauknya, tidak lupa sambel tomat yg pedas sebagai pelengkapnya. Tapi bagi Bella itu bisa disebut sebagai makanan lengkap yg mewah dengan rasa yg luar biasa.
"Bisakah kau memilih satu saja? Makan atau bicara? Jangan dua-duanya!", ibu Tony tertawa mendengar ocehan anaknya di ruang makan.
Saat ini ia sedang bersantai menonton televisi sendiri sambil mengupas apel yang baru dibelinya tadi pagi. Dan ia sangat menikmati suasana ramai di rumahnya seperti ini saat bersama anaknya.
"Apakah Tony yg mengatakan dia menyukaimu?"
Awalnya ibu Tony hanya mendengarkan saja, tapi berhubung topik pembicaraan mereka terdengar begitu menarik, mau tak mau ia juga terpancing untuk ikut bertanya.
Sebelum Tony menjawab pertanyaan mamalukan dari ibunya tersebut, Bella sudah angkat bicara. "Tidak. Tentu saja bukan Tony, tapi orang lain yg bahkan tidak ku kenal"
Ibu Tony tersenyum mendengar pengakuan Bella dan memilih untuk berdiri meninggalkan potongan apel yg belum selesai dimakannya di atas meja. Dan hanya butuh waktu sebentar saja sampai ia berada di samping Bella.
Tangan ibu Tony terangkat mengelus rambut kepang Bella, membuat Tony meliriknya. "Kurasa itu karena kau cantik, sayang. Tapi, jangan langsung terpikat pada orang yg bahkan tidak mengenalmu, oke. Kau harus hati-hati"
Nasihat ibu Tony itu tentu saja langsung di angguki oleh Bella, mengabaikan Tony yg masih meneruskan makannya.
"Tentu saja aku akan berhati-hati. Itu sebabnya aku tadi langsung meninggalkannya".
Tony yg mendengar itu langsung menghentikan sendok yg sudah terangkat tadi dan ikut menjawab, "Setidaknya katakanlah suatu penolakan. Bagaimana jika besok kau bertemu dengannya lagi dan ia menagih jawabannya?"
Bella terdiam dan memikirkan perkataan Tony dengan serius hingga muncul kerut di keningnya. Melihat Bella seperti itu membuat ibu Tony tersenyum lagi, tak bisa dipungkiri ia begitu gemas dengan tetangganya ini.
Karena itu ia mencubit pipi Bella kemudian mengacak rambut Bella dengan gemas meski rambut itu tak sampai terlihat berantakan, entah kemampuan dari mana.
"Sudahlah, jangan terlalu difikirkan. Lanjutkan saja makananmu dan nikmati semuanya. Kalau kau ingin tambah, masih ada banyak kok di dapur"
Hanya berkata seperti itu lalu kemudian pergi lagi ke sofa depan tv, meneruskan tontonannya yg tertunda dan juga tentu saja apel yg tadi sudah dikupas.
Setelah ibu Tony pergi, Bella menundukkan kepalanya mencoba berbisik pada Tony yg baru saja menyelesaikan makannya. "Bukankah kau merasa seperti memiliki adik perempuan?"
***
Hari sudah beranjak malam, ayah Tony juga sudah pulang dari kantor dan sedang menonton tv bersam istrinya. Sebenarnya tidak bisa dibilang menonton tv juga, karena sebenarnya tv lah yg sedang menonton mereka.
Kegiatan yg sudah rutin mereka lakukan sejak dulu, setiap pulang kerja dan setelah makan ayah Tony lebih memilih untuk bercerita banyak hal pada istrinya itu. Layaknya sebuah buku diary yg menyimpan cerita tentang hari-hari berat yg baru saja ia lalui.
Tony tentu saja tak ingin mengganggu kegiatan mesra kedua orang tuanya itu. Dan ia memilih untu pergi ke seberang rumah, tepatnya ke rumah tetangga dekatnya, rumah yg dihuni oleh Bella dan keluarga.
Bukan Tony mau caper atau kurang kerjaan, tapi karena Peter yg meminta dia untuk mampir ke rumahnya karena ada sesuatu yg ingin dibicarakan. Ia bisa menebak mungkin saja itu karena hal yg terjadi di kampus tadi. Mungkin saja Bella sudah menceritakan semua pada mereka.
Tony mengambil jaket yg digantungkan di belakang pintu sebelum berpamitan pda kedua orang tuanya. Mereka hanya melihatnya sekilas dan langsung faham tujuan Tony pergi. Dan setelah itu mereka berada di dunia mereka lagi.
Tanpa menunggu waktu lama ia membuka pintu dan berjalan menyebrangi jalanan sepi. Angin terasa sejuk, bukan dingin yg membuat orang menggigil. Itu hanyalah kebiasaan Tony saja sejak di Indonesia, setiap pergi ke luar ia lebih memilih mengenakan jaket, entah kenapa.
Tony mengetuk pintu kayu yg ada di depannya, meski bel juga ada di sampingnya. Entahlah, mungkin ia sudah tidak fokus karena wajah si kembar yg sudah muncul di kaca yg berada di samping pintu besar itu.
"Selamat datang, kakak ipar!!"
"Ha?!"
***
Bersambung