Tiga hari berlalu, hubungan Isabel dan Azam masih tetap sama. Sejak pertengkarannya waktu itu, mereka berdua belum saling bertegur sapa kembali.
Hubungan Ayah Bondan dan Bunda Arin pun belum kembali baikan. Sebenarnya masalah mereka hanya masalah kecil, hanya saja Bunda Arin yang membesar-besarkannya. Ia malas jika harus menyapa suaminya duluan, sedangkan Ayah Bondan tidak mau memulai pembicaraan dengan istrinya, dia masih memikirkan masalah Azam dan Isabel.
Suasana hening terus tercipta dikeluarga Azam. Tidak seperti saat Isabel belum memasuki keluarganya, sebelumnya keluarga Azam sangat hangat.
"Kak Isabel, Bunda memanggil Kakak, Bunda menunggu kak Isabel ditaman," ucap Anin. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria saat bertemu kakak Ipar kesayangannya, justru sekarang Anin terlihat cuek kepada Isabel.
"Baik kakak akan ke sana sekarang. Emm ... Anin tunggu," panggil Isabel saat Anin akan pergi.
"Iya," jawab Anin seperlunya.
"Apa Kakak boleh bertanya?" tanya Isabel.
"Tanya apa? Tanyakan saja," ucap Anin.
"Apa kamu marah sama Kakak?" tanya Isabel.
Terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Kakak Iparnya. Anin bingung harus menjawab apa, sebenarnya dia memang marah kepada Isabel, karena setelah kedatangan Isabel, keluarganya menjadi kacau balau.
"Jawab lah Anin!"
"Tidak," jawabnya cuek.
"Kamu berbohong kan? Kakak tahu, sikap kamu berubah kepada Kakak. Sebenarnya apa yang membuatmu seperti ini?" tanya Isabel.
"Iya! Iya Anin marah kepada Kak Isabel!" tegas Anin.
Cairan bening mulai keluar dari mata Isabel, dan detik berikutnya, air mata yang ditahannya keluar menetes dan membasahi pipi mulusnya.
"Kenapa? Kenapa kamu marah sama Kakak Anin? Apa yang membuatmu marah?" pertanyaan beruntun yang Isabel tanyakan pada Anin.
"Karena gara-gara Kak Isabel keluargaku jadi hancur, aku benci Kak Isabel! Aku menyesal telah merestui pernikahan Kak Azam dan Kak Isabel! Segera lah pergi menjauh dari hidup Kak Azam!" bentak Anin.
Tangis Isabel semakin menjadi setelah mendengar kata-kata menyakitkan yang dilontarkan oleh Anin terhadapnya.
"Maafkan Kakak Anin, Kakak tidak berniat merusak keluargamu, tolong maafkan Kakak!" Isabel memohon maaf pada Anin dalam tangisnya.
"Sudah lah Kak, tidak perlu bersikap seperti itu, Anin tidak akan terpengaruh," ucap Anin.
Anin pergi meninggalkan Isabel begitu saja setelah berhasil melukai hatinya.
"Hiks ... kenapa? Kenapa aku yang disalahkan? Bahkan aku pun tidak mau harus menikah dengan laki-laki lain selain suamiku. Aku pun di sini terpaksa," tutur Isabel.
Ditaman Bunda Arin sudah lama menunggu Isabel yang tak kunjung datang juga menemuinya. Hingga akhirnya Isabel datang dengan mata sembab.
Bunda Arin yang melihat itu terkejut. Bunda Arin khawatir dengan kondisi Isabel sekarang.
"Isabel sayang, putriku, kenapa kamu Nak? Apa ada seseorang yang berkata kasar padamu? Atau ada orang yang berani menyakitimu? Bilang sama Bunda, siapa orangnya?" tanya Bunda Arin.
Isabel dibuat heran dengan pertanyaan Bunda Arin barusan. Dia pikir Bunda Arin akan bersikap sama seperti Anin tadi. Tetapi justru sebaliknya, Bunda Arin terlihat begitu perhatian dan mengkhawatirkannya.
"Jawab Nak? Kamu kenapa? Bunda jadi khawatir," ungkap Bunda Arin.
"Hah? Apa Bun?" Isabel malah balik bertanya kepada Bunda Arin, dia takut yang didengarnya itu salah.
"Gimana sih, kok malah balik nanya Bunda. Itu loh, kamu kenapa? Kayak abis nangis," jelas Bunda Arin.
"Isabel baik-baik saja Bun, Isabel engga nangis kok," bohong Isabel.
"Kamu pasti berbohong Nak, terlihat jelas dari matamu, kalau kamu abis nangis. Ayo cerita sama Bunda!" paksa Bunda Arin.
"Isabel tidak bohong Bunda, memang Isabel tidak apa-apa," ucap Isabel.
"Mari bicara sambil duduk saja!" ajak Bunda.
Mereka berdua pun duduk dibangku taman yang ada di sana.
"Sayang ayo bicara Nak! Tidak usah ragu untuk cerita sama Bunda. Bukan kah Bunda ini sama seperti Ibu kandungmu sendiri?"
"Sungguh Bunda, tidak ada apa-apa. Isabel hanya merindukan Ibu dan Bapak dirumah. Sudah empat hari ini Isabel belum bertemu mereka lagi. Isabel rindu, biasanya Isabel tidak pernah jauh dari mereka sehari pun," ucap Isabel yang mencoba untuk berbohong. Dia tidak mau menceritakan soal Anin pada Bunda, takutnya dia disangka mengadu.
Bunda Arin tahu kalau Isabel sedang berbohong padanya, tapi dia tidak mau mengatakan langsung pada Isabel.
"Ya sudah sayang, kalau hanya itu, kamu ga perlu merasa bersedih. Besok Bunda akan suruh Azam untuk mengantarmu kerumah Ayah dan Ibumu," ucap Bunda sambil menyelipkan helai rambut Isabel kedaun telinganya.
"Makasih Bunda, Bunda sangat baik pada Isabel."
Isabel langsug berhambur masuk kedalam pelukan Bunda.
"Tidak usah bilang makasih sama Bunda. Semua Ibu didunia ini pasti akan melakukan apapun yang membuat anaknya bahagia."
"Bunda begitu baik kepada Isabel. Padahal gara-gara Isabel keluarga ini menjadi berantakan," ucap Isabel tanpa sadar.
"Eh, apa yang kamu katakan sayang?"
"Tidak ada Bunda, Isabel hanya asal berkata saja."
Isabel menyesali ucapannya barusan. Kenapa dia harus berkata seperti itu didepan Bunda.
"Isabel, apa ada seseorang yang berkata buruk padamu?" tanya Bunda kembali.
"Tidak Bunda, tidak!" tegas Isabel.
"Terus kenapa tiba-tiba kamu bicara seperti itu?"
"Sebenarnya, Isabel hanya tidak enak hati saja Bun," terang Isabel yang kembali berbohong.
"Tidak enak hati kenapa?"
"Sebenarnya, Isabel merasa kekacauan yang terjadi dikeluarga ini disebabkan oleh Isabel. Isabel merasa sedih Bunda," ucap Isabel, untuk kali ini Ia berkata jujur.
"Kamu jangan memiliki pikiran seperti itu Nak! Ini semua bukan salah kamu! Dalam setiap hubungan keluarga pasti ada yang namanya pertengkaran, kita sebaiknya jangan terlalu memikirkan hal itu. Masalah dalam suatu hubungan itu wajar. Ingat Nak, keluarga yang baik-baik saja terkadang kurang menyenangkan. Kita butuh sedikit perselisihan untuk menjadi hiburan. Haha," tutur Bunda Arin dibarengi dengan gurauan.
Isabel sudah mulai tersenyum dengan candaan Bunda.
"Nah, gitu dong, senyum. Senyum kamu itu manis loh Nak. Jangan nangis! Kalau nangis jelek."
"Hehe, iya Bunda, sekarang Isabel ga akan nangis lagi. Nanti dibilang jelek sama Bunda."
"Haha, iya lah, pokoknya kalau sampai Bunda lihat kamu nangis lagi, Bunda akan bilang kanu jelek."
Mereka berdua tertawa bersama. Lega rasanya saat tahu Bunda tidak marah padanya dan mendukungnya.
"Oh ya Nak, apa Bunda boleh bertanya padamu?" tanya Bunda Arin.
"Tentu saja boleh Bun, memang apa yang mau Bunda tanyakan?"
"Sebenarnya kamu dan Azam ada masalah apa, Nak?"
Bunda Arin memberanikan diri bertanya tentang masalah rumah tangga putra dan menantunya.
Isabel bingung harus menjawab apa pada Bunda Arin. Haruskah Ia berkata jujur saja atau kembali berbohong.
"Tidak ada Bun, aku dan Mas Azam tidak memiliki masalah serius. Hanya masalah biasa saja. Bukankah kata Bunda masalah dalam suatu hubungan itu wajar," ucap Isabel.
"Hehe, iya Nak, kamu benar. Pintarnya kesayangan Bunda."
Bunda Arin mencubit pipi Isabel karena gemas. Bunda Arin terlihat begitu menyayangi Isabel.
Bersambung ....