Chereads / Plagiat Cinta / Chapter 43 - Bertemu Wanita Lain

Chapter 43 - Bertemu Wanita Lain

Didalam rumah, saat Bunda Arin tidak ada bersama meraka. Azam mengajak Isabel duduk dikursi untuk membicarakan tentang Anin.

"Isabel, duduk! Mas ingin bicara sama kamu," ucap Azam.

"Iya, Mas, ada apa?" tanya Isabel.

"Kenapa tadi kamu menyembunyikan soal Anin kepada Bunda?" tanya Azam.

"Karena aku tidak ingin Bunda Arin tahu kalau Anin telah pergi ke tempat hiburan tadi. Coba Mas Azam fikir, bagaimana perasaan Bunda, saat tahu Anin telah berani menginjakan kakinya ke tempat yang tidak wajar menurut, Mas Azam. Hati Bunda akan sakit, Mas. Aku seorang Ibu, jadi aku tahu perasaan ibu lain," terang Isabel.

"Tapi Anin telah melakukan kesalahan, dia harus mempertanggung jawabkan segalanya," ujar Azam.

"Aku tahu, Mas. Tapi bukan seperti ini caranya. Kita cari jalan lain yang tidak harus menyakiti hati, Bunda," terang Isabel. Azam semakin merasa kagum kepada Isabel. Azam yakin dirinya tidak salah telah mencintai Isabel, meski cintanya tak terbalas dan cenderung lebih tak dihargai dan diabaikan, tapi Azam tidak peduli.

"Intinya seperti itu, Mas. Nanti kita cari cara untuk mengingatkan Anin, agar dia tidak lagi-lagi untuk kembali ke tempat hiburan," tutur Isabel.

"Baik, kalau itu memang jalan terbaik, Mas akan nurut," patuh Azam.

"Hmm ... ok, aku mau tidur duluan," pamit Isabel.

Pagi hari telah tiba, seperti biasa Azam dan Isabel melakukan aktivitas mereka kembali. Sebelum pergi ke dapur untuk masak, Isabel menyempatkan diri untuk menemui Anin dikamarnya, tapi Isabel lihat Anin tidak ada di sana. Dengan segera Isabel kembali ke kamar dan melaporkan ketidak adaannya Anin dikamar miliknya kepada Azam.

"Mas Azam, Anin tidak ada. Anin tidak ada dikamarnya, Mas. Di mana Anin?" tanya Isabel yang sudah sangat panik.

"Tenang, kamu tenang dulu, Isabel. Tidak perlu panik, Anin sudah biasa tidak pulang ke rumah, palingan juga dia nginap dirumah temannya. Itu sudah biasa Anin lakukan," terang Azam.

"Mas Azam, serius," ragu Isabel.

"Iya, Isabel. Ga usah panik," pinta Azam.

Sementara ditempat lain, Anin masih tertidur dengan nyenyaknya dipelukan seorang pria yang sama sekali belum menjadi siapa-siapanya. Pria asing yang hanya pernah singgah dihatinya, mantan pacarnya, Daniel. Tapi pria itu telah berhasil menghabiskan waktu 1 malam dengannya, meski dia belum menjadi suaminya.

Anin membuka matanya perlahan, dia merasakan sakit yang sangat luar biasa dibagian bawahnya. Seluruh badannya terasa pegal seperti habis dicabik-cabik. Anin merasakan ada lengan kekar yang menindih tubuhnya, dia melihat siapa pemilik lengan tersebut, setelah melihatnya, dia kembali mengingat kejadian semalam. Anin menitikan air matanya, menangisi segala yang sudah menimpanya. Anin menangis tersedu, tak kuasa menahan derita yang dia alami. Bagaimana nasib masa depannya kelak, bahkan sekarang Anin sudah tidak memiliki masa depan. Masa depannya telah dihancurkan oleh Daniel. Anin bingung apa yang harus dia katakan kepada keluarganya, dia yakin keluarganya akan sangat kecewa pada dirinya.

Anin mencoba bangun dari tidurnya, dia memunguti pakaiannya yang berserakan dilantai karena ulah Daniel. Anin masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya yang sudah tak suci lagi. Setelah selesai dia kembali memakai pakaian bekasnya, lalu segera pergi meninggalkan Daniel yang masih tertidur dengan begitu pulasnya.

Sepanjang perjalanan pulang, Anin terus mengutuki dirinya. Dia benci dengan nasibnya yang buruk. Niatnya ingin membuat Isabel yang hancur, tapi ternyata, justru dirinya lah yang hancur.

Sekarang Anin telah tiba dirumahnya, dia masuk tanpa memperdulikan orang-orang yang ia lewati. Semua orang menjadi heran dengan tingkah Anin. Isabel yakin terjadi sesuatu yang tidak beres. Dia segera menyusul Anin ke dalam kamarnya.

"Anin, kamu kenapa? Apa terjadi sesuatu padamu?" tegur Isabel.

"Diam! Pergi dari sini! Jangan pernah ganggu hidupku! Pergi!" bentak Anin.

"Anin, cerita sama, Kak Isabel. Ada apa?" paksa Isabel.

"Cukup! Aku bilang pergi ya pergi. Apa kamu tuli?" marah Anin. Isabel tidak ingin mengganggu Anin untuk saat ini, jadi dia lebih baik pergi saja. Namun saat Isabel akan pergi, dia melihat leher Anin yang merah sedikit kebiruan, seperti luka gigitan. Isabel semakin dibuat terheran-heran.

"Anin kenapa ya, Zam? Bunda jadi takut. Apa Anin ada masalah?" resah Bunda Arin.

"Jangan berfikir yang tidak-tidak dulu, Bun. Mungkin Anin hanya kecapean saja. Pasti tugas kuliahnya numpuk, jadi dia sedikit setres," terang Azam.

"Semoga saja seperti itu, Zam," harap Bunda Arin.

"Bun, Azam pergi kerja dulu, ya," pamit Azam.

"Kamu sudah pamit sama, Isabel?" tanya Bunda Arin.

"Belum, Bun," ucap Azam.

"Pamit dulu sana. Ga baik pergi kerja tidak bilang sama istri," ucap Bunda Arin.

"Iya, Bun," turut Azam. Azam menaiki anak tangga untuk menemui Isabel dan berpamitan.

"Mas Azam," panggil Isabel.

"Nah, untung ketemu di sini," ucap Azam.

"Mas Azam, aku mau bicara soal Anin," ujar Isabel.

"Nanti dulu ya, Isabel. Sekarang Mas buru-buru harus pergi kerja. Ada rapat penting dikantor," ucap Azam.

"Tapi, Mas, ini lebih penting. Menyangkut Anin," ucap Isabel.

"Iya, Mas tahu. Tapi nanti saja, ya. Mas mau pergi dulu. Assalamualaikum," pamit Azam.

"Waalaikumsalam," sahut Isabel.

Isabel menjadi bingung sendiri. Dia tidak mungkin cerita kepada Bunda Arin soal Anin. Apalagi soal dia melihat bekas luka gigitan dileher Anin, itu sangat tidak mungkin. Sekarang saat dia akan cerita kepada Azam, Azam sudah terlanjur pergi meninggalkannya.

Dikantor Azam berjalan dengan sangat tergesa-gesa. Dia takut akan ketinggalan rapat. Azam tidak mau dicap sebagai pegawai yang tidak tepat waktu dan tidak menghargai waktu. Azam harus disiplin dan menaati peraturan kantor.

Azam mulai memasuki ruang rapat, ternyata dia sama sekali belum telat. Azam datang 10 menit lebih awal dari jadwal rapat yang sudah ditentukan. Baru ada beberapa orang saja di sana.

Azam duduk ditempat duduk yang sudah disiapkan untuknya. Dia menunggu beberapa orang lagi yang belum datang. Bahkan kliennya pun belum tiba.

Tepat 10 menit berlalu, semua orang mulai berdatangan memasuki ruang rapat. Azam kaget saat tahu siapa kliennya, ternyata klien Azam adalah Kania, sahabat Isabel sekaligus teman Azam. Sama halnya seperti Azam, Kania juga kaget bisa bertemu dengan Azam kembali. Kania memberi isyarat kepada Azam untuk menemuinya setelah rapat selesai nanti.

Sudah 1 jam lebih rapat berlangsung, dan rapat pun selesai juga. Semua orang mulai meninggalkan ruang rapat. Hanya tinggal satu dua orang saja yang didalam. Kania menghampiri Azam dan menyapanya.

"Mas Azam, apa kabar? Rindu kah Mas Azam, padaku?" canda Kania.

"Ya ampun Kania, tidak menyangka akan bertemu kamu lagi di sini," ungkap Azam.

"Aku pun. Mas Azam sudah minta izin istri, Mas belum? Kalau Mas bertemu wanita lain? Haha ..." ucap Kania.

"Tidak dong, nanti dia marah mengetahui suaminya menemui wanita lain. Haha ...."

Temu kangen mereka berlanjut, sampai Kania memutuskan untuk melanjutkan obrolannya nanti setelah jam makan siang ditempat lain, tidak dikantor.