Chereads / Plagiat Cinta / Chapter 42 - Karma untuk Anindita

Chapter 42 - Karma untuk Anindita

Azam dan Isabel berlari pergi keluar. Mereka takut kalau pria tadi akan tersadar kembali dan membalas perbuatan Azam. Azam menggenggam tangan Isabel sangat erat, seolah takut akan ada seseorang yang mengambil Isabel darinya. Dada Isabel semakin sakit karena terus berlari, dia merasakan engap.

Untung lah saat ini mereka telah berada diluar tempat tersebut. Isabel yang masih trauma dengan kejadian tadi langsung berhambur memeluk Azam. Dia menangis dipelukan Azam.

"Hiks ... hiks ... Mas Azam, aku takut," tangis Isabel.

"Ssttt ... jangan takut, Isabel. Mas ada di sini untuk kamu. Kamu tidak usah merasa takut lagi," ujar Azam.

Isabel semakin erat memeluk Azam, baju Azam sampai basah karena terkena oleh air mata Isabel. Azam membiarkan Isabel menangis dipelukannya dan membasahi bajunya. Justru itulah yang sangat Azam inginkan, menjadi sandaran dan tempat mengadu untuk Isabel.

Setelah beberapa saat berpelukan, Isabel tersadar siapa orang yang telah ia peluk, dengan segera ia melepaskan pelukan itu dan langsung membiasakan dirinya kembali seperti semula. Padahal Azam baru saja akan membalas pelukan Isabel, tapi Isabel sudah lebih dulu melepaskannya.

"Mas Azam, kenapa bisa ada di sini?" tanya Isabel.

"Mas tadi lihat kamu sama Anin pergi dari rumah. Saat kalian memasuki kendaraan umum, Mas tiba dirumah. Karena Mas penasaran, jadinya Mas ikutin kalian berdua. Mas tidak menyangka kalian akan pergi ke tempat seperti ini," tutur Azam merasa kecewa.

"Kemarin Anin mengajakku pergi ke suatu tempat, Mas. Tapi dia tidak mengatakan ke mana kita akan pergi, katanya kejutan. Berhubung aku tidak ingin membuat Anin kecewa, akhirnya aku menyetujui ajakannya. Aku ga tahu dia akan membawaku ke sini. Tadi juga aku mengatakan pada Anin, kalau aku ingin menunggu Mas Azam sama Bunda dulu, tapi kata Anin, dia sudah minta izin sama kalian," jujur Isabel. Setelah mendengar penjelasan Isabel, Azam merasa ada kejanggalan.

'Tapi Anin tidak minta izin padaku. Sebenarnya apa yang tidak aku ketahui. Tadi juga Anin telah keluar dari tempat ini, tapi tanpa Isabel'. Batin Azam.

"Ya sudah lah, tidak apa. Sekarang sebaiknya kita pulang saja, tempat ini tidak aman," terang Azam.

"Tapi Anin masih didalam, Mas. Ayo Mas, kita susul Anin dulu. Aku takut dia kenapa-napa," ujar Isabel.

'Jadi Isabel tidak tahu kalau Anin sudah keluar dari tempat ini. Benar yang aku fikirkan, ada yang tidak beres'. Batin Azam.

"Tadi, Mas sudah melihat Anin keluar dari tempat ini. Memangnya dia tidak bilang padamu?" tanya Azam.

"Apa, Mas? Anin sudah keluar? Tapi tadi dia bilang ingin pergi ke toilet sebentar. Perutnya sakit," jujur Isabel.

'Tuh kan, benar saja. Pasti kebenarannya ada pada Anin. Aku harus segera mencari tahu'. Batin Azam.

"Iya, Anin sudah keluar. Kita juga harus pulang," ajak Azam.

"Syukur kalau Anin sudah keluar dari tempat ini aku jadi sedikit tenang," ucap Azam.

Azam dan Isabel pun pergi dengan mengendarai mobil Azam. Tepat setelah Azam dan Isabel pergi, Anin kembali ke tempat itu. Dia tidak mengetahui kalau Isabel telah dibawa pergi oleh Azam.

"Sekarang Kak Isabel pasti sudah diapa-apain sama pria tadi. Maafkan aku, Kak Isabel, tapi aku harus melakukan ini. Awalnya aku sangat suka kepada, Kakak, tapi setelah apa yang Kak Isabel lakukan pada keluargaku, aku jadi sangat membenci, Kak Isabel," aku Anin. "Sebaiknya sekarang aku pergi ke kamar itu lagi, aku ingin melihat langsung. Sekalian mengambil gambar saat Kak Isabel dan pria tadi bersama dalam satu ranjang, untuk aku perlihatkan kepada Kak Azam," tutur Anin.

Anin kembali memasuki tempat hiburan itu dan masuk kembali ke dalam kamar yang tadi ia gunakan untuk menjebak Isabel. Tapi saat Anin sampai, dia terkejut, karena tidak ada siapa pun didalam sana. Hanya sebuah ruangan kosong.

"Hah ... Kak Isabel, di mana? Harusnya dia masih berada di sini bersama lelaki hidungan belang itu," ujar Anin. "Sialan!" kesalnya.

Anin kesal karena rencananya gagal total. Dia telah gagal menjebak Isabel. Anin melempar bantal dan guling yang ada di sana. Anin pun memutuskan untuk pergi saja, dia akan mencari cara lain untuk menjebak Isabel.

Saat akan keluar dari kamar, tiba-tiba ada seseorang yang masuk kedalam kamar itu.

"Hai, Anin sayangku. Apa kabar? Masih ingat kah padaku? Kekasih lamamu," ucap laki-laki yang baru saja memasuki kamar.

"Daniel," tutur Anin.

"Ternyata kamu masih mengingatku, ya, Sayangku," ucapnya.

"Pergi kamu dari sini! Jangan ganggu aku!" tegas Anin.

"Pergi? Tidak akan semudah itu, sebaiknya kita habiskan waktu berdua dulu," ucapnya yang langsung mengunci pintu kamar.

"Apa-apaan sih kamu, Daniel? Pergi dari sini!" marah Anin.

"Tidak akan pernah sebelum aku mendapatkan tubuhmu," ungkap Daniel.

"Enggak! Jangan lakukan itu, aku mohon, Daniel. Pergi dari sini, tinggalkan aku!" pinta Anin.

Bukannya mendengarkan perkataan Anin, Daniel justru semakin menjadi tak terkendali. Dia mendorong Anin ke atas kasur lalu menindihnya. Anin yang tadi terlalu banyak minum sekarang menjadi lemah tak berdaya. Tubuhnya lemas dan kepalanya pusing. Dia tidak bisa melawan Daniel.

Daniel mulai melepas pakaiannya, dan mencoba untuk melepaskan pakaian Anin. Daniel meraba-raba seluruh tubuh Anin, menyentuh setiap inci bagian tubuh Anin. Gairahnya semakin diujung tanduk, dia sudah tidak tahan dan akhirnya melakukan hal yang tidak senonoh terhadap Anin.

Malam ini menjadi malam yang sangat buruk untuk Anin. Kesuciannya telah diambil oleh laki-laki seperti Daniel. Mungkin ini karma untuk Anin karena dia telah mencoba untuk berbuat jahat kepada kakak ipar yang tulus menyayanginya.

Sementara ditempat lain, Azam dan Isabel telah tiba dirumah. Bunda Arin sudah menyambut kedatangan mereka didepan pintu.

"Hayoh, kalian abis dari mana? Kencan, ya?" goda Bunda Arin.

"Tidak, Bun. Isabel dan Mas Azam tidak kencan," ucap Isabel.

"Kencan juga tidak apa kok, Nak. Kalian kan sudah menikah, pasangan halal," goda Bunda Arin kembali.

"Bun, Anin ada didalam?" tanya Azam tiba-tiba.

"Anin? Oh iya, ya. Anin di mana? Bunda belum melihatnya dari tadi. Apa dia dirumah temannya?" ujar Bunda Arin.

"Jadi Anin ga ada dirumah, Bun? Anin ke mana, Mas?" panik Isabel.

"Kamu tenang dulu, Isabel. Mungkin dia ke rumah temannya. Anin sudah biasa seperti itu," terang Azam.

"Tunggu dulu, ini ada apa?" tanya Bunda Arin yang tidak tahu apa-apa.

"Tadi Anin mengajak Isabel ke tempat yang tidak sewajarnya, Bun," terang Azam.

"Apa?" kaget Bunda Arin.

"Enggak, Bun. Tempat tidak sewajarnya yang dimaksud Mas Azam, adalah tempat belanja, Bun. Mas Azam berlebihan. Padahal perempuan itu biasa pergi ke tempat belanja," bohong Isabel. Dia tidak ingin mengadukan keburukan Anin kepada Bunda Arin. Biarlah Dia dan Azam yang tahu akan hal itu.

"Kirain Bunda, apaan. Kamu ya, Zam, buat Bunda panik saja," ucap Bunda.

"Hehe ... maafkan Azam, Bun," ucap Azam.

'Kenapa Isabel harus bohong? Apa dia tidak ingin Bunda tahu, kalau Anin telah berbuat nakal diluaran sana? Betapa baiknya hati kamu, Isabel, mau menutupi keburukan oleh yang hampir saja mencelakakan dirimu'. Batin Azam.