Chereads / Plagiat Cinta / Chapter 28 - Rumah Bapak dan Ibu

Chapter 28 - Rumah Bapak dan Ibu

Saat ini mereka telah kembali kepenginapan. Malam sudah semakin larut, kedua orang yang telah kelelahan karena menghadapi berbagai masalah, akhirnya bisa tertidur dengan pulasnya.

Setelah tadi sebelumnya sempat takut oleh kelakuan Isabel, akhirnya Azam bisa tidur pulas juga. Meski dalam tidurnya dia tetap memikirkan masalah yang akan muncul. Azam takut tindakan Isabel akan membuat Isabel terlibat dengan polisi. Azam sangat tidak ingin hal itu terjadi. Dia tidak mau wanita yang dicintainya bearda dalam masalah. Sebenarnya tadi Azam ingin bertanya kepada Isabel, mengapa Isabel sampai melakukan hal sesadis tadi kepada laki-laki yang tergeletak lemah dijalanan. Azam ingin tahu kesalahan apa yang telah lelaki itu perbuat pada Isabel, sehingga Isabel sampai senekat itu. Tapi Azam urungkan niatnya untuk bertanya pada Isabel. Dia takut akan membuat Isabel semakin marah. Azam akan mencari waktu yang tepat untuk bertanya. Lagian dia juga sudah lelah kalau harus bertanya sekarang. Azam juga butuh istirahat.

Pagi hari pun tiba, Azam dan Isabel terbangun dari tidur lelapnya. Seluruh tubuh mereka terasa sangat pegal, mungkin karena seharian mereka terlalu banyak beraktivitas.

Azam terlebih dulu kekamar mandi, karena Azam takut ketinggalan waktu shalat subuhnya. Sedangkan Isabel sedang tidak shalat, jadi dia bisa santai.

Saat mereka telah selesai dengan rutinitas paginya, kini Azam dan Isabel sedang sarapan bersama didalam kamar mereka.

"Mas Azam," ucap Isabel.

"Hmm ... apa?" tanya Azam.

"Mas, apa hari ini kita akan melanjutkan perjalanan kita?" tanya Isabel.

"Iya. Hari ini kita akan kerumah Ibu dan Bapak. Jangan ditunda-tunda lagi," jawab Azam.

"Memangnya Mas Azam sudah kuat?" tanya Isabel kembali.

"Sudah kok, kamu tenang aja," tuturAzam.

"Hmm ... baiklah. Terserah Mas Azam saja," sahut Isabel.

"Isabel."

"Ya ... ada apa, Mas?"

"Mmm ... kemarin itu, kenapa kamu begitu emosi sampai-sampai melukai seorang laki-laki lemah yang tergeletak dijalanan?" tanya Azam penasaran.

Isabel diam sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Azam. Dia bingung harus menceritakannya dari mana.

"Jadi, mereka-mereka itu adalah seorang berandal," jelas Isabel.

"Masa sih?" tanya Azam tak percaya.

"Iya, mereka mau berbuat kurang ajar sama aku. Untung lah aku bisa melarikan diri," terang Isabel.

"Apa? Kenapa kamu ga bilang dari awal sama, Mas?" kesal Azam.

"Orang Mas ga nanya, kok," ucap Isabel apa adanya.

"Kalau Mas tahu mereka seperti itu, Mas akan membunuh mereka semua. Berani sekali mereka," marah Azam.

"Nah kan. Mas sih, pake ngehalangin aku segala," ucap Isabel.

"Mas takut kamu berbuat nekat. Terus nanti kamu ditangkap polisi dan dipenjara," aku Azam.

"Ya ga mungkin lah. Orang mereka penjahat kok. Aku hanya membela diri saja," tutur Isabel.

"Iya, kamu mikirnya kayak gitu. Tapi orang lain belum tentu. Ga ada orang lain selain kita dan para penjahat itu. Jadi jelas kita yang akan dipersalahkan nantinya," terang Azam.

"Hmm ... iyain aja dah," malas Isabel.

"Mmm ... kamu udah ga marah sama, Mas?" tanya Azam.

"Kata siapa?"

"Buktinya kamu udah mau ngomong sama Mas, lagi. Hayoh ... berarti udah ga marah dong," ucap Azam.

"Sok tahu banget. Aku tetap marah kok. Cuman aku tahan aja," aku Isabel.

"Lagian ya, Mas itu ga berniat kurang ajar sama kamu. Kamunya aja yang buruk sangka sama, Mas," tutur Azam.

"Halah, alasan," ucap Isabel.

"Ihh, dibilangin juga. Ga percayaan banget."

"Enggak! Aku ga percaya," tegas Isabel.

"Terserah kamu deh. Sarapannya udah selesai, kan?" tanya Azam.

"Udah," jawab Isabel.

"Cepat siap-siap. Kita berangkat sekarang juga," titah Azam.

"Iya sebentar."

Isabel pun segera mengemasi barang-barang miliknya. Mereka akan segera pergi kerumah Ibu dan Bapak Isabel. Setelah perjalanan mereka banyak halangannya, akhirnya mereka bisa kembali melanjutkan perjalanannya.

Setelah selesai beres-beres, mereka segera pergi dari kamar tersebut, lalu menyelesaikan pembayaran selama mereka menginap dipenginapan tersebut.

Sekarang mereka berdua berada diperjalanan menuju rumah orang tua Isabel. Kali ini Isabel tertidur dengan lelapnya didalam mobil. Jadi Azam merasa kesepian. Tidak ada orang yang bisa ia ajak bicara.

Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, akhirnya Azam dan Isabel sampai juga ketempat tujuan mereka yang sebenarnya. Saat sampai dirumah orang tuanya, Isabel masih terlelap dengan tidurnya.

"Isabel, bangun lah, kita sudah sampai," ucap Azam mencoba membangunkan Isabel. Tapi sepertinya Isabel masih betah dengan tidurnya. Isabel tak kunjung membuka matanya.

"Isabel bangun! Ayo bangun!"

Azam terus saja mencoba untuk membangunkan Isabel. Isabel hanya menggeliatkan tubuhnya, lalu dia kembali tertidur dengan begitu pulas. Azam jadi merasa kasihan untuk membangunkannya. Azam memutuskan untuk menunggu Isabel saja. Dia akan biarkan Isabel tertidur dulu sebentar.

Setelah menunggu hampir setengah jam, Isabel tak kunjung terbangun juga. Azam putuskan untuk membangunkan Isabel saja, dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

"Isabel, bangun. Bangun Isabel," ucap Azam. Azam menyentuh tangan Isabel dan sedikit menggerakannya. Isabel pun terbangun dari tidurnya.

"Mas Azam, kenapa? Ada apa?" tanya Isabel yang masih linglung.

"Kita sudah sampai," terang Azam.

"Sampai di mana? Emang kita ke mana?" tanya Isabel yang belum sepenuhnya sadar.

"Lah, kita sampai dirumah Bapak dan Ibu. Kamu kenapa? Linglung kayak gitu," ucap Azam.

"Ya ampun, iya yah, kenapa aku bisa lupa," sahut Isabel.

"Ya udah cepat turun!" titah Azam.

Mereka berdua pun turun dari mobil dan mengetuk pintu rumah kedua orang tua Isabel. Lama sekali mereka menunggu seseorang membukakan pintu.

"Mas, mereka ke mana, ya? Kok lama banget bukain pintunya," tanya Isabel.

"Mas juga ga tahu," jawab Azam.

"Aku pegel banget, nih," keluh Isabel.

"Ya udah, kamu duduk saja dulu. Itu di sana ada kursi," tunjuk Azam pada sebuah kursi kayu disampingnya. Isabel pun duduk dikursi tersebut.

Azam kembali mengetuk pintu, tapi tetap saja tidak ada orang yang membukakan pintu untuk mereka.

"Sepertinya Ibu dan Bapak tidak ada dirumah," terang Azam.

"Ya, mungkin. Biar lah, tak apa. Kita tunggu saja," usul Isabel.

"Hmm ... ok, kita tunggu saja," pasrah Azam.

Azam pun ikut duduk didekat Isabel. Azam menyenderkan kepalanya kepada sandaran kursi. Azam meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.

"Pegal sekali," ucap Azam. Isabel tidak menanggapi ucapan Azam. Dia memilih berpura-pura tidak mendengarnya saja.

"Isabel, apa kamu merasa pegal?" tanya Azam.

"Ah, tidak. Biasa aja," jawab Isabel.

"Jelas lah, orang kamu tidur. Sepanjang perjalanan cuma tidur. Mas yang mengemudi, kamu enak tidur," keluh Azam.

"Mas Azam kok itungan sih. Mas Azam merasa rugi?" kesal Isabel.

"Hehe ... ya tidak, Mas hanya berbagi cerita saja," ucap Azam.

"Halah."

Azam memilih diam kembali, dia sudah takut untuk berbicara lagi.