Pagi ini Fanya terpaksa pergi ke sekolah dengan menggunakan syal untuk menutupi lehernya.
Karena jejak-jejak kepemilikan yang tercetak jelas di lehernya akibat ulah Deka masih tampak jelas sekali.
"Argggh, sial. Bisa-bisanya lelaki kaya itu menganggap aku sebagai pelacur! Tidak bisalah dia meminta ganti rugi padaku sesuai dengan kemampuan anak sekolah sepertiku. Biadap!" umapt Fanya di sepanjang jalan.
Gadis itu di perbolehkan untuk Sekolah pagi ini dengan satu syarat bahwa dia harus kembali ke Rumah itu lagi.
Benar-benar merasa seperti terpenjara Fanya saat ini.
"Masih mending pas gue tinggal di kontrakan kecil dari pada gue harus tinggal di Rumah mewah tapi sama sekali gak ada rasa nyamannya.
Deka tengah sibuk dengan urusan Kantornya, tapi ada yang membuat ia sangat senang saat ini.
Di Rumahnya sekarang ada mainan yang sangat lucu menurutnya.
"Pelacur yang masih polos!" ucap Deka.
Fanya sudah pulang dari Sekolahnya hari ini. Dam dengan berat hati ia memutuskan untuk tetap kembali ke Rumah Deka.
"Kalau gak karen gue udah buat kesalahan sama dia nih, sumpah males banget gue ke Rumah itu lagi." gadis itu berjalan masuk ke gerbang sembari mengomel.
"Sudah pulang Non?" tanya Bi Murni asisten Rumah tangga di Rumah itu.
"Iya Bi," jawab Fanya Ramah.
"Ada pesan dari Tuan Muda Non katanya Non suruh dandan yang cantik, sebentar lagi Tuan Deka akan menjemput!" ujar Bi Murni.
"Baik Bi, kalau begitu saya ke kamar dulu!" pamit Fanya.
"Iya Non, oh iya ini ada kiriman baju dari Tuan" tambah Bi Murni.
Fanya pun kemudian naik ke lantai atas setelah menerima bingkisan yang di berikan oleh Bi Murni.
"Males banget sih di suruh pakek baju kayak ginian lagi," ujar Fanya.
Gadis itu terlihat kesal sekali, tercetak jelas di wajahnya.
"Bi, apakah Fanya sudah siap?" tanya Adi, supir Deka yang di perintahkam untuk menjemput Fanya.
"Sedang di kamarnya bersiap-siap. Sebentar saya panggilkan!" ujar Bi Murni.
Wanita paruh baya itu kemudian naik ke lantai atas menuju kamar yang di tempati oleh Fanya.
"Non, apakah sudah siap?" tanya Bi Murni dari balik pintu kamar.
"Sebentar lagi Bi," jawab Fanya.
Di dalam kamar Fanya tidak tengah mengenekan hilsnya.
"Iya bentar Bi, sebentar lagi Fanya keluar!" ujar Fanya dari dalam kamar.
Gadis itu kembali melihat dirinya di dalam cermin. Ia tidak berdandan seperi apa yang tadi bi Murnia katakan.
Fanya hanya memakai pelebab dan sedikot beda dan juga lipglos. Dandanannya kali ini benar-benar memperlihatkan dandanan seoranh remaja.
"Sudah Bi," ucap Fanya sat keluar dari kamarnya.
"Non, kenapa dandannya seperti itu? Nanti kalau Tuan Deka marah bagaimana?" tanya Bi Murni.
"Tenang saja Bi, kalau dia marah saya yang akan menanggungnya!" ujar Fanya yakin.
"Ya sudah kalau begitu Fanya berangkat dulu Bi!" pamitnya.
Bi MUrnia melihat Fanya adalah seorang gadis yang lugu, tidak suka yang nylekeneh atau hal-hal lain yang kebanyakan di lakukan oleh oara gadis lainnya.
"Kok mas Deka bisa menganggap kalau Mbak Fanya itu seperti wanita yang sering Mas Deka bawa pulang ya!" gumam Bi Murni.
Rasanya Bi Murni sangat tidak tega melihat anak seusia Fanya harus merasakan kekejaman dunia seperti sekarang ini.
Seharusnya gadis seusianya itu hanya memikirkan pelajaran Sekolah. Bukan justru terjebak dalam masalah seperti sekarang ini.
Fanya memang bercerita kalau dirinya sebenarnya hanyalah terjebak dengan situasi yang mengharuskannya berada di Rumah ini.
"Silahkan Nona," ucap Adi yang mempersilahkan Fanya masuk ke dalam mobil.
Gadis itu hanya mengangguk, dan langsung masuk ke dalam mobil.
Setelah Fanya masuk, Adi mengemudikan mobilnya membelah jalanan.
"Maaf Pak, sebenernya saya mau di bawa kemana?" tanya Fanya.
"Nanti Nona juga akan tau," ujar Adi.
"Hmm, baiklah!" jawab Fanya ketus.
Tidak Deka, tidak Supirnya mengapa sama-sama bersikap ketus. Tapi masih mending Adi dari pada Deka yang sangat sombong sekali.
Gadis itu terus berguamam di dalam hati. Rasanya saat ini juga ia ingin sekali loncat dari mobil yang di tumpanginya.
"Nona, kita sudah sampai!" ucap Adi.
"Baiklah," jawab Fanya hanya sepatah kata.
Siapa suruh dia yang memulai ketus duluan. Maka sekarang giliran Fanya yang bersikap ketus pada Adi.
"Silahkan turun Nona sudah di tunggu oleh Tuan Deka!" ucap Adi.
Tanpa menjawab, Fanya pun langsung turun dari mobil itu. Gadis itu kemudian masuk ke dalam sebuab restoran yang sangat mewah.
Terlihat Deka tengah duduk di salah satu meja dalam restoran tersebut.
"Ada apa anda menyuruh saya kesini, kalau ada hal penting yang memang ingin anda katakan langsung saja katakan!" ujar Fanya.
"Bisakah kamu sedikit bersantai saat bernocara denganku? Hah?" sahut Deka demga serigai. "Kamu fikir cuma kamu saja yang bisa marah? Saya juga bisa kalau saya mau."
Fanya pun kemudian duduk. Benar juga ia tidak seharusnya terlalu berani dengan lelaki di depannya itu.
Karena lelaki itu bisa kapan saja membiat hidupnya lebih menderita dari ini. Lelaki itu bisa melakukan apa saja sesaui yang ingin ia lakukan.
"Maaf, tadi saya hanya terbawa sauasana saja!" ucap Fanya. "Ada apa Bapak menyiruh saya datang kesini?" tanya Fanya lagi. Kali ini suaraya terdengar sangat lembut.
"Saya mau bikin perjanjian dengan kamu," ujar Deka.
"Maksud Bapak? Perjanjian apa?" tanya Fanya tidak mengerti dengan apa yang Deka katakan barusan.
"Jadi begini, Mama saya menyuruh saya untul segera menikah atau paling tidak saya punya tuanagan. Jadi saya rasa kamu bisa kan membantu saya mengenai hal ini!" jelas Deka.
"Jadi maksut Bapak saya harus menikah atau bertunagan dengan Bapak?" tanya Fanya.
"Benar sekali. Tapi kamu jangan kepedean dulu, karena itu hanyalah sandiwara. Saya hanya ingin membuat Mamam saya berhenti mencarikan jodoh untuk saya!" tegas Deka.
"Ohh, hampir saja gue kepedean!" ucap Fanya dalam hati.
"Jadi apa yang harus saya lakukan Pak?" tanya Fanya lagi.
"Besok saya akan mengajak kamu bertemu dengan Mama saya. Kamu harus mengaku sebagai pacar saya," ucap Deka. "Dan satu lagi, saat besok kamu bertemu dengan mama saya tolong dandanan kamu jangam seperti anak ABG seperti sekarang ini. Nanti Mama mengira kalau saya pacaran sama ABG lagi!" tegasnya.
"Baik Pak, tapi setelah ini saya bisa bebas kan Pak?" tanya Fanya.
"Kamu bisa bebas kalau sudah saya ijinkan. Ingat kamu itu pelacur yang harus melayani saya!" ujar Deka dengan senyum jahatnya.
"Tolong Bapak jangan panggil saya pelacur, karena saya memang bukanlah pelacur!" ucap Fanya.
Saat mendengar kata pelacur yang di tujukan pada dirinya hati Fanya benar-benar terasa sangat sakit.