"Aidan?" Livia terpaku ditempat melihat sosok yang dia khawatirkan sejak semalam kini terlihat berjalan ke arahnya dengan menampilkan senyum lebar.
Tak hanya Livia, dua sahabatnya -Kian dan Diana juga sama-sama terkejut. Mereka bertiga baru saja keluar dari rumah dan hendak pergi mencari keberadaan Aidan. Namun, sosok itu lebih dulu muncul di hadapan mereka.
"Kalian betiga mau kema ...."
Aidan sampai di hadapan ketiga gadis itu dan hendak bertanya namun, belum sempat dia selesai bicara, Livia memeluknya dengan erat.
Berada disituasi seperti itu membuat Kian dan Diana akhirnya berpamitan pergi dari rumah itu. Mereka berdua tak ingin jadi pengganggu.
Aidan membawa Livia masuk ke rumah tanpa melepas pelukannya. Hingga beberapa menit kemudian, Aidan pun memutuskan bertanya.
"Kenapa kamu memelukku begitu lama?" Tanya Aidan Karena hampir 5 menit berlalu namun, Livia belum juga melepaskan pelukannya.
"Huh, aku sedang mencharge energiku. Sejak kemarin aku sangat lemas karena kamu menghilang tanpa kabar."
Jawaban Livia menimbulkan tawa lucu dari bibir Aidan. Pelukan mereka semakin dipererat. Tidak, lebih tepatnya -Aidan yang memeluk Livia begitu erat sekarang seakan tak ingin lagi melepasnya.
"Baiklah kalau begitu aku akan memberikan setengah energiku untukmu. Istriku tak boleh lemah oke?"
Livia tersenyum lega dan mengangguk dalam pelukan itu. Dan beberapa menit ke depan mereka habiskan dengan posisi seperti itu dalam keheningan.
"Kenapa pakaianmu basah?" Tanya Livia akhirnya melepaskan diri dari pelukan suaminya.
Aidan terlihat tenang dan menjawab, "Aku mandi keringat, Vi," jawabnya dengan menggaruk belakang kepalanya.
Kening gadis itu langsung bertaut mendengar jawaban Aidan. Tentu saja Livia tak semudah itu percaya, Livia memeluk Aidan sejak tadi, tapi tak merasakan bau keringat sama sekali.
"Jangan berbohong, Katakan yang sebetulnya? Kenapa pakaianmu basah, Aidan?" Tanyanya lago di sertai tatapan intimidasi.
"Itu karena ... Aku tidak sengaja jatuh di kolam renang saat di rumah temanku."
"Teman?" Mendengar kata teman, Livia tentu langsung bingung.
"Iya teman, Vi. Aku tidak pulang ke rumah karena ke rumah teman untuk mengurus sesuatu dan baru selesai pagi ini. Dan aku minta maaf karena tak mengabarimu ... Aku melupakan ponselku di mobil," jelas Aidan dengan setenang mungkin. Hatinya sedikit gelisah takut kalau Livia tak mempercayai dirinya.
"Kenapa kamu sampai bisa lupa ponselmu! Kamu tau aku di sini sangat khawatir denganmu. Aku bahkan sampai berpikir Papa yang ... Menculik dan menyiksamu hingga kamu tak pulang," di akhiri kalimat suara Livia perlahan rendah seiring wajahnya yang tertunduk dalam.
"Kenapa kamu sampai berpikir begitu, Vi? Tolong jangan khawatirkan hal itu lagi ya?"
Livia akhirnya mengangguk dan mencoba memasang senyum. Mungkin memang benar, Livia tak perlu terlalu mengkhawatirkan tentang ayahnya. Karena sampai hari ini saja semua baik-baik saja, bukan?
"Oh, kamu pasti ingin mandi kan? Aku siapkan air hangat dulu ya, tunggu sebentar," Livia menepuk pipi Aidan pelan sebelum berlalu ke kamar.
Aidan terdiam di tempat memandang punggung Livia yang telah menghilangkan di balik pintu kamar. Dalam hati dia meminta maaf karena telah menyembunyikan sesuatu hal yang besar dari Livia.
"Maafkan aku, Vi."
***
"Ayo tiup lilinnya sekarang ...."
Aidan terkekeh geli melihat keantusiasan Livia. Gadis itu telah selesai menyayinkan lagu selamat ulang tahun untuknya dengan kue di tangannya. Tak lupa topi kerucut yang di pakai oleh Livia dan juga dirinya kini membuat mereka berdua semakin lucu persis anak kecil. Aidan meniup lilin tersebut lalu bertepuk tangan kecil.
"Horee!" Livia meletakkan kue ke meja sofa lalu beralih memeluk Aidan, "Selamat tambah tua, ya."
Lagi-lagi Aidan tertawa karena Livia, "Iya, istriku. Terima kasih untuk semuanya," mengusap-usap kepala Itu dengan gemas.
"Sama-sama."
Livia tentu masih ingat ulang tahun Aidan. Hanya saja dia tak merayakannya di hari ulang tahun Aidan karena hal itu tentunya. Aidan tak pulang ke rumah dan membuat Livia sangat menghawatirkan keadaan suaminya. Meski terlambat, hal itu tak menyurutkan semangat Livia seperti perayaan ulang tahun Aidan sebelumnya.
"Hm, karena hari ini aku berulang tahun, jadi aku minta hadiahku."
"Hooh, hadiah? Ma-maaf, tapi aku tak pernah keluar rumah hampir seminggu ini, jadi aku tak membelikan hadiah untukmu. Maafkan aku .... " Ucap Livia dengan nada sedihnya.
"Hahaha ... Aku tidak minta hadiah seperti itu, Vi," tawanya membuat Livia menatapnya dengan tanda tanya.
"Lalu?"
"Aku sudah mengantuk, ayo kita ke kamar," ajak Aidan yang semakin membuat Livia bertambah kebingungan.
'Tadi katanya mau hadiah? Ini malah mau tidur?' tanya Livia dalam hati.
"Jadi kuenya gimana? Kamu gak mau coba dulu?" Tanya Livia menunjuk kue di atas meja.
"Hm, besok aja, Vi. Aku sudah ngantuk banget, ayo?"
"O- Oke."
Setelah menyimpan kue ke lemari pendingin, Livia bersama Aidan kini telah berada dalam kamar mereka. Bahkan Livia telah berbaring di samping Aidan.
Livia sedikit terkejut ketika Aidan menggenggam tangannya. Hal itu mampu membuat Livia gugup bukan main.
"Aku akan bilang, aku ingin hadiah apa. Kamu mau mengabulkannya kan, Vi?"
Livia mengangguk, "Akan aku usahakan untuk mengabulkannya. Asal ... Hadiah yang kamu inginkan masih wajar."
"Memang kamu pukir aku akan meminta hadiah apa?" Tatapan Aidan sedikit menyipit mengamati wajah Livia yang kini sedang menunjukkan cengirannya.
"Hehehe nggak tau. Makanya beritahu apa yang kamu inginkan?"
"Aku ingin ..." Aidan sengaja menggantungkan ucapannya dengan tatapannya yang serius. Livia bisa mati penasaran dengan tingkah Aidan yang saat ini sedang mengerjainya.
"Ingin apa?" Dalam hati Livia telah menerka-nerka panjang tentang keinginan Aidan namun, tak berani mengatakan langusung.
"Ingin memelukmu sambil tidur, boleh?"
"Hah? Itu ... Hadiah yang kamu mau?" Tanya Livia dan Aidan mengangguk polos.
Mengetahuinya membuat nafas lega Livia keluar, "Oke, itu mudah. Aku akan mengabulkannya." Livia mendekat pada Aidan dan memeluk tubuh suaminya dengan erat.
Aidan pun ikut memeluk Livia, "Terima kasih, ini hadiah yang paling indah dari semua hadiah ulang tahunku. Tapi ... Masih ada satu yang ingin aku katakan padamu."
Lagi-lagi gadis itu menautkan alisnya kebingungan, "Katakan saja, Aidan ... selalu aja kamu buat aku penasaran!" Ketusnys menggigit dada Aidan membuat Laki-laki ikut sedikit memekik kecil, "Cepat bilang!"
"Mulai sekarang aku ingin kamu memanggilku, Mas?"
"Mas? Hm, tidak buruk. Baiklah aku akan memanggilmu dengan sebutan, Mas. Hahaha ... Mas Aidan," tawa Livia membuat lelucon dengan nama panggilan itu.
"Dasar kamu, jadi setuju ya?" Mencubit hidung Livia gemas.
"Iya, Mas Aidan ... Suamiku yang tampan."
Saat ini Livia telah tertidur lelap dalam pelukannya namun, tidak dengan Aidan yang masih termenung panjang mengingat kejadian tadi pagi, tentang kontrak perjanjiannya dengan sang mertua. Dalam dirinya itulah hal yang menjadi ketakutannya.
-Bersambung....