Chereads / Suami impian / Chapter 4 - Terima Kasih

Chapter 4 - Terima Kasih

Livia akhirnya sampai di sebuah gedung yang menjadi tempat tujuannya.

"Kenapa malah diam di sini? Ayo, masuk. Mempelai wanita sudah di tunggu tuh di dalam," Kian menyenggol lengan Livia dengan nada penuh canda.

"Apaan sih, Kian ...."

Belum sempat Livia berbicara panjang lebar. Tangannya telah di tarik untuk memasuki gedung di hadapannya. Yah, itu adalah gedung yang di sewa oleh Aidan untuk acara pernikahan mereka yang di gelar secara sederhana. Aidan sengaja menyewa gedung ini agar tak ada yang mengetahuinya, mereka bisa saja menikah di kantor KUA tapi, itu terlalu mudah membuat orang-orang tahu dan akhirnya menggagalkan rencana pernikahan mereka.

Keduanya telah memikirkan semuanya.

Kini Livia dan Kian memasuki pintu di hadapannya dan nampaklah beberapa orang yang ada di dalam sana tengah menunggu kedatangan mereka.

"Akhirnya Pengantin wanita datang juga, Alhamdulillah .... " Suara Toni mengisi ruangan itu. Dia adalah teman yang cukup akrab dengan Livia, dan kedua sahabatnya saat SMA ini. Mereka mengundangnya untuk di jadikan saksi.

Bibir Livia bergetar melihat sosok Kakak kandungnya, Loin yang telah menyambut dirinya dengan senyuman. Lion adalah satu-satunya keluarga yang dia beritahukan tentang rencananya.

Semenjak dulu, setiap ada apa-apa Livia selalu menceritakannya pada Kakaknya itu. Termaksud saat Livia telah beranjak dewasa dan resmi berpacaran dengan Aidan, Lion tahu akan hal itu. Lion tak seperti keluarganya yang lain, yang memaksakan kehendak mereka termaksud mengorbankan sesuatu yang berharga demi mendapatkan apa yang mereka mau.

Lion salah satu orang yang tidak suka seperti itu. Seharusnya semua orang bebas memutuskan pilihannya masing-masing. Paksaan hanya akan membawa penderitaan satu Satu orang yang menjadi korbannya. Makanya Lion mendukung keputusan adiknya yang akan melangsungkan pernikahan dengan kekasihnya, orang yang adiknya cintai selama ini.

Lion berbicara dengan isyarat agar Livia tak menangis. Gadis itu paham maksud kakaknya berusaha untuk mengatur napasnnya agar perasaannya tenang.

"Jika semuanya sudah siap, ijab qobul akan kita lansungkan saat ini juga." Kata pak penghulu.

Livia beralih menatap Aidan yang sedari tadi menatapnya. Gadis mungil itu mengembangkan senyumannya sebelum dia di tarik oleh Kian duduk di samping Aidan.

"Masih ada waktu untuk menyesali pilihanmu sebelum terlambat, Vi?" Bisik Aidan pada Livia

"Aku tidak akan menyesal. Aku yakin dengan keputusanku, Aidan ...."

Aidan tersenyum lega mendengarkan jawaban Livia. Meski, itu adalah kalimat yang selalu dia dengar setiap kali bertanya dengan pertanyaan yang sama.

Dan acara pernikahan sederhana itupun di laksanakan. Waktu yang di perlukan pun tak begitu lama. Karena Kini Livia dan Aidan telah sah menjadi pasangan suami istri.

"Selamat, Livia .... Akhirnya kamu nikah juga!" Teriak Toni memeluk Kian di sampingnya.

"Idih, apaan sih! Lebay banget!" Kesal Kian melepaskan pelukan dan memukul bahu Laki-laki itu. Semua orang yang ada di sana sontak menatap Kian dan Toni dengan tawa di wajah mereka.

"Masa meluk aja gak boleh?"

"Nggak boleh lah, aku kan punya pacar!" Bentak Kian membolakan mata menatap Toni, "Kalau sampai pacarku tau kamu meluk aku, ku cekek kamu!" Ancam Kian yang membuat Toni menggembungkan pipinya.

"Kalian berdua cocok. Nikah aja sekalian di sini, biar semuanya selesai," Kata Aidan yang ikut berbicara.

"Ya Allah ... amit-amit aku nikah sama dia!"

Semua orang pun tertawa melihat Kian pergi beranjak dari tempat duduknya yang awalnya di samping Toni, sekarang duduk di tempat yang cukup jauh dari laki-laki itu.

Livia hanya bisa tersenyum bahagia karena tak ada lagi yang perlu dia khawatirkan. Kini dia menjadi istri dari Aidan dan tak ada yang bisa memisahkan mereka lagi.

***

Di sisi lain, motor Scoopy pink berhenti, dan tak bisa lagi kabur karena di hadapannya ternyata telah ada mobil yang tiba-tiba datang dan menghalangi jalannya, bahkan mobil yang sejak tadi mengejarnya kini telah menghadang di belakangnya.

Diana gadis yang menyamar sebagai Livia itu ternyata tak gugup sama sekali. Dia bahkan tersenyum smirk ingin cepat-cepat mereka mengetahui bahwa dirinya bukan Livia melainkan Diana.

Semua pengawal suruhan Ayah Livia telah mengepung Diana. Gadis itu sengaja menundukkan kepala agar wajahnya tak langsung di lihat.

"Nona Livia, ini adalah perintah Ayah Anda. Ikut kami kembali ke rumah!" Kata salah satu pengawal itu dengan nada tegas.

Melihat Livia tak merespon, pengawal yang berbicara itu mengkode beberapa pengawal lainnya untuk menangkap Livia agar tak bisa melarikan diri lagi.

"Aduh, ini apa-apaan, sih! Saya bukan Livia tapi, Diana tau!" Kata gadis itu menyentak tangan dua pengawal yang telah mengapitnya.

"Kamu! Di mana Nona Livia?" Kata pengawal itu lagi.

"Ya mana saya tau! Kenapa harus nanya ke saya coba, memang saya lagi sama Livia?" Jawab Diana dengan wajah pura-pura kesak, akting.

"Ayo semuanya cepat masuk ke mobil! Nona Livia pasti berhenti tidak jauh saat di tempat butik tadi!" Kata pengawal itu masuk ke mobilnya di susul pengawal yang lain.

Lalu mereka semua pun pergi. Tinggal Diana yang masih di atas motor. Sebuah senyuman sinis bertengger di wajahnya.

"Dasar pengawal bodoh!" Makinya tertawa, "Oh iya aku harus hubungi Livia!"

Diana pun menelpon sahabatnya itu kala mengingat para pengawal telah bergerak untuk mencari keberadaan Livia itu kembali.

"Diana kamu baik-baik saja, kan?" Suara Livia yang langsung menanyakan kabarnya dengan nada suara khawatir.

"It's Okey, Vi. Semua udah beres, para pengawal itu tertipu denganku. Oh iya, kamu udah nikah, kan?"

"Syukurlah, kamu nggak apa-apa, Diana. Iya, aku sudah sah menjadi istri Aidan," jawaban Livia mengundang jeritan Diana.

"Aaaakh, senang benget dengarnya, Vi. Selamat, ya ... Sekarang kamu di mana aku mau ke sana?"

"Aku baru saja sampai di rumah Aidan, Di. Kalau kamu mau ke sini aku tunggu, nih."

Diana diam sejenak dan senyum manisnya muncul di wajahnya, "Eh, enggak deh, takut ganggu malam pertama kalian. Hahaha ... Aduh, aku masih polos, kamu jangan salah paham ya!"

"Diana!" Teriak Livia.

"Hahaha ... udah ya, aku tutup telfonnya. Selamat menikmati, dah!"

Dan panggilan pun terputus. Livia menatap ponselnya yang masih tertera panggilan Diana yang telah mati.

"Kenapa, Vi? Wajah kamu kenapa seperti itu, hm?" Tanya Aidan memegang jemari Livia dengan lembut. Saat ini mereka berada di depan sebuah rumah sederhana, di mana itu adalah rumah Aidan dan sekarang rumah Livia juga.

"Eh, nggak kenapa-kenapa, Kok. Ini hanya telfon dari Diana, dia bikin aku kesal ... Sedikit hehehe," kekeh Livia menunjukkan cengiran khasnya.

"Syukurlah, aku kira ada yang membuat istriku marah," kata Aidan menyentuh hidung Livia gemas.

"Istri?"

"Kenapa ingatanmu itu buruk sekali, Livia? Kita baru sjaa menikah tadi Tentu kamu adalah Istriku dan aku adalah suamimu."

Lagi-lagi Livia cengir dan semakin lama semakin lebar, "Hahaha, bercanda. Mana mungkin aku lupa hari bersejarah ini. Terima kasih, Suamiku ..." Gadis itu langsung memeluk tubuh Aidan dengan erat.

Aidan balik memeluk tubuh Livia dan menyalurkan perasaan bahagianya, "Terima kasih juga, Istriku."

-Bersambung ....