Kalian tahu, betapa sulitnya menjadi maid istana? Ditambah, maid istana seperti Audrey. Tanpa keterampilan. Tanpa bekal apa pun. Tentu saja, karena ia dulunya sebagai petani ladang.
Karenanya, Audrey harus bekerja dan belajar jauh lebih keras daripada orang lain. Pada saat pagi buta, ia meminta Tuan Mallory untuk mengajarinya membuat makanan untuk bayi besar Rhysand. Lalu, sejak pagi hingga fajar menjelang, ia mulai mengikuti rutinitas Pangeran Rhysand.
Pada malam harinya, ia meminta kursus bahasa singkat dari Miss Adaline.
Dan rutinitas itu, mengakibatkan seluruh syaraf badannya mau putus. Ia pusing, kekurangan tidur, dan jarang makan. Kalau maid lain akan gemuk dan terawat di istana, Audrey sebaliknya.
Ia kian kurus, karena stress dan jarang makan itu. Audrey memijat pelipisnya. Kepalanya berdenyut kencang.
Dan itu, Audrey tahan. Ini hanya sakit kepala biasa, Audrey. Tenanglah, tenang.
Saat matahari mulai bersinar, menghapuskan jejak embun pagi, Audrey sudah berdiri di depan ruangan Pangeran Rhysand.
Tok, tok, tok. Audrey mengetuk pintunya perlahan.
"Tuanku Pangeran,"
Terdengar lenguhan dari balik pintu. Audrey yakin, bayi besarnya itu pasti baru bangun. Dasar, pemalas!
"Pangeran Rhysand. Saya Audrey. Izin masuk,"
Audrey masuk ke dalam ruangan. Benar saja, Pangeran Rhysand masih bernapas tenang di balik selimut. Audrey sengaja menyibak jendela dengan cepat.
Biar tahu rasa! Salah siapa dia tidur di hari yang sudah siang?
"Pangeran Rhysand, bangunlah. Pangeran memiliki segudang jadwal hari ini."
Lelaki itu menggeliat. Membalikkan tubuhnya ke sisi lainnya, lalu memeluk guling yang ada di sana.
"Pangeran…"
"Mhhh."
Dasar berandal! Lelaki itu sudah bangun, ia hanya malas!
Karena kesal, Audrey menarik selimut Pangeran Rhysand. Tidak peduli Pangeran Rhysand akan mengomel atau apa, yang penting, tarik saja!
Berkat itu, Pangeran Rhysand membeliak. Dia hendak marah kepada Audrey, tetapi tatapan Audrey jauh-jauh-jauh lebih galak daripada Pangeran Rhysand.
Lihatlah, kini Audrey sudah mencak-mencak, layaknya seorang ibu yang memarahi anaknya, "Pangeran Rhysand. Pangeran memiliki jadwal berkuda di pagi hari."
Rhysand sambil bersungut-sungut turun dari kasurnya.
*
Angin pagi menerbangkan debu-debu di kandang kuda yang berpasir. Audrey dan Pangeran Rhysand sudah berada di kandang kuda.
Pangeran Rhysand tersenyum bengis kepada Audrey, ia mengingat betul ekspresi gadis itu saat menghadapinya.
Perpaduan antara takut, dan sialnya tetap menggemaskan. Semua ini karena gadis itu ketakutan kalau diusir dari istana sehingga keluarganya yang akan menerima ganjaran atas perbuatannya.
"Bagaimana tidurmu?" tanya Pangeran Rhysand tanpa bisa berhenti tersenyum menggoda Audrey.
"Biasa saja," jawab Audrey pendek.
Namun, matanya cukup mendelik. Pangeran satu ini memang kurang kerjaan, ya? Menanyakan maid tentang kualitas tidurnya?
Pangeran sinting!
"Aku yakin kasur istana lebih baik, bukan? Daripada kasur di rumahmu yang berderit."
"Kasur istana juga berderit," balas Audrey kian ketus. Lagi pula, itu memang benar kok, kasurnya juga berderit kalau ia membalikkan tubuh.
"Ah… Maksudmu bunyi derit itu datang kalau ada dua orang tengah melakukan sesuatu di atas ranjang?"
Audrey memberikan seulas senyuman. Senyum tantangan dan paksaan, "Ternyata Pangeran Rhysand sangat lihai tentang itu."
"Dan tentu saja, kita bisa melakukannya bersama kalau kau mau."
Audrey mengepalkan tangannya. Seumur hidupnya, ia tidak akan menyentuh Pangeran Rhysand sedikitpun. Bahkan, kalau ia dan Pangeran Rhysand terdampar di suatu pulau, Audrey yakin tidak akan menyantap tubuh lelaki itu.
"Ah, aku harusnya tidak perlu menanyakan padamu, mau atau tidak. Aku bisa saja menyeretmu dan kau… secara otomatis tunduk padaku,"
Audrey menahan dirinya untuk tidak bertingkah bodoh di depan Pangeran Rhysand.
Sebagai balasannya, ia hanya menjawab, "Pangeran Rhysand, mari kita mulai latihan berkuda. Kecuali kalau Pangeran ingin menjadi gosong karena matahari makin panas."
"Alasan, padahal, kau tidak mampu lagi menimpaliku, bukan?"
Pangeran Rhysand merasakan kemenangan dalam dirinya, karena Audrey menyerah berdebat. Pangeran Rhysand berharap Audrey akan menjawab lagi, tetapi gadis itu memilih bungkam.
Akhirnya, Pangeran Rhysand mendekati kuda berwarna putih. Ia mengeluarkan kuda itu dengan sangat pelan. Lalu mengelus lehernya.
Baru kali ini, Audrey melihat kuda. Apalagi kuda itu sangat amat cantik. Bulunya halus, kakinya kokoh, dan kuat.
"Kau tahu, ini kuda paling mahal di dunia. Ras keturunan Arabian Horse. Dia bisa mengalahkan ras kuda mana pun kalau diadukan." papar Pangeran Rhysand sembari mengelus rambutnya. Si kuda itu kesenangan.
"Siapa namanya?" tanya Audrey mengerjap takjub.
Sebagian dari dalam dirinya ingin ikut mengelus, tetapi ia belum pernah kontak dengan kuda. Dan lagi, itu kuda yang kuat. Kalau ditendang, pasti dia akan langsung sekarat.
"Namanya? Gevariel Demitrius Meilseoir,"
Audrey melongo… Apa? Soir… apa?
"Namanya bagus, bukan?"
Audrey meringis, "Wah indah sekali!"
Persetan, Audrey tidak bisa menangkap ucapan itu. Lagipula, kuda mana yang punya nama seperti itu? Biasanya kuda hanya diberi nama satu suku kata saja, tidak perlu pakai soir-soir itu! batin Audrey dongkol.
Melihat wajah Audrey yang dongkol, Rhysand menahan tawanya.
Sudah dipastikan, Audrey tidak bisa mengeja nama kuda Rhysand. Rhysand meledeknya lagi, "Gevariel Demitrius Meilseoir sangat pemilih… Aku penasaran, apakah dia menyukaimu atau tidak,"
"Jangan lakukan apa pun, Pangeran Rhysand. Selamat bersenang-senang dengan kuda Anda," Audrey menunduk. Ia segera undur diri dari hadapan Pangeran Rhysand. Gila sekali dia. Mau menjahilinya naik kuda?
Pangeran Rhysand naik ke atas kuda. Ia mengitari lapangan berpasir itu dengan kudanya. Angin menerpa seluruh tubuh Pangeran Rhysand, belum lagi sinar mentari yang menjadikan wajah Pangeran Rhysand bercahaya.
Oh, Tuhan… Sial. Mengapa Pangerannya itu sangat tampan ketika berkuda?
Saat itulah, kuda putih itu berlari menuju Audrey. Sangat cepat, kian cepat, makin cepat…
Audrey menelan ludahnya. Pangeran Rhysand sengaja. Lelaki itu sengaja. Lelaki itu…
GREB!!!
Pangeran Rhysand menggapai tangannya. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Audrey. Audrey… naik bersama dengan Pangeran Rhysand di atas kuda.
Saat itulah, Audrey merasakan aliran darahnya menjadi lebih cepat. Jantungnya itu berdetak kencang. Audrey melirik ke wajah Pangeran Rhysand.
Batin Audrey berseru, "Aku harap detak jantungku tidak didengar olehnya."
*