Jangan tanyakan bagaimana jantung Audrey berdetak kencang. Dibawa oleh seorang Pangeran yang tampan, tentulah jiwanya bergetar! Seolah ada kupu-kupu yang menggelitik perutnya.
Namun begitu, Audrey merasa, ini hanyalah euforia semata, akibat ia berada dalam kuda yang sama dengan Rhysand. Sementara itu, Pangeran Rhysand melebarkan sebuah senyuman yang teramat memabukkan –bagi Audrey secara jujur—. Dengan suara beratnya, ia menggoda, "Baru pernah naik kuda, huh?"
Audrey menjawab ketus, "Kamu pikir, aku ini dari kalangan keluarga kaya raya, yang bisa membeli kuda?"
"Hahaha. Kalau kamu dari keluarga kaya, tentunya tidak akan mengemis padaku."
Mendengar kalimat Pangeran Rhysand yang merendahkannya seperti itu, lagi-lagi Audrey memasang wajahnya yang suram. Sekali lelaki brengsek, tetaplah akan brengsek!
Di atas kuda itu, Audrey merasakan guncangan sekaligus semilir angin yang menerpa lembut wajahnya. Ini adalah sensasi pertama yang pernah dirasakan olehnya.
Meskipun ada celah dalam hatinya untuk merasakan ketakutan tertentu. Ia takut jatuh. Untungnya, Pangeran Rhysand merengkuhnya cukup erat.
Tak berapa lama, tiba-tiba Pangeran Rhysand mengendalikan kudanya ke taman belakang. Audrey seketika merasa cemas. "Tuanku Pangeran, kapan Pangeran akan menurunkanku?" tanya Audrey.
Bisa-bisa banyak mata yang melihat! Sudah nama maid di istana itu buruk, ditambah dengan adanya sikap Pangeran Rhysand yang tebar pesona seperti ini!
Mau di mana martabat dan kehormatan maid?!
Akan tetapi apa, Pangeran Rhysand hanya berujar, "Aku ingin mengajakmu ke sisi istana yang lain."
Audrey terperangah … "Sisi istana yang lain?"
Pasalnya, Audrey belum pernah berjalan-jalan di sekitar istana. Bagaimana mungkin dia bisa berjalan-jalan leluasa, kalau bayi besar ini, terus menerus meminta bantuan ini itu kepadanya? Bahkan, untuk tidur saja, terasa was-was, kalau-kalau Pangeran Rhysand memanggilnya!
"Iya. Akan kubawa kamu melihat keindahan istanaku." katanya, memandang ke depan. Mata gelapnya bersinar terang. Seakan, ada sosok lain yang menyelimuti dirinya, seolah bukan Pangeran Rhysand yang brengsek.
Tetapi, Audrey harus sadar! Pangerannya adalah penggoda para wanita!
Tak berapa lama, Audrey melihat sebuah taman yang terawat, dengan air mancur yang indah. Tak berapa lama, kuda Pangeran Rhysand berhenti. Pangeran Rhysand turun lebih dulu.
Audrey menggigit bibirnya. Ia duduk kaku di atas kuda. Kuda ini cukup tinggi dan Audrey yakin, kalau ia turun tanpa pijakan kaki tepat, kakinya bisa keseleo!
"Turunlah." ujar Pangeran Rhysand mengulurkan tangannya. Audrey meringis, masih belum berani.
"Cepatlah." desak Pangeran Rhysand. Melihat kelembutan di wajah Pangeran Rhysand telah sirna, alhasil Audrey menghembuskan napasnya.
Dasar tak sabaran! Ia meraih tangan Pangeran Rhysand. Tiba-tiba Pangeran Rhysand justru memeluknya. Audrey membeliak! Ia kaget!
Mereka berputar beberapa saat, sampai akhirnya Audrey menjejakkan kaki di rumput.
Audrey merasa, pasokan udara ke jantungnya, hilang sesaat! Ia mengerjap. Hendak memprotes, tetapi Pangeran Rhysand sudah berjalan di depannya. Merasa, hal tadi bukanlah perkara besar!
Padahal tadi … Audrey jelas mencium aroma Pangeran Rhysand yang amat harum. Astaga, sebenarnya lelaki di depannya ini hampir sempurna –kecuali sikapnya yang arogan itu!
"Kenapa kamu diam saja? Jangan bilang kamu malu hanya karena itu?" tanya Pangeran Rhysand menyadari kalau Audrey bergeming di tempat.
"Siapa bilang!" Audrey menyentak kesal. Pangeran Rhysand mendengus. Ia memperhatikan wajah Audrey. Muncul sedikit rona kemerahan di pipinya.
Pangeran Rhysand menyeringai, "Kamu terpana, kan?"
"Jangan terlalu banyak bermimpi, Pangeran Rhysand." ucap Audrey ketus.
Pangeran Rhysand hanya menggelengkan kepala. Ia menyusuri taman air mancur ini. Sementara Audrey, turut berjalan di belakangnya.
Di sela-sela itu, Pangeran Rhysand menceritakan, bagaimana ia mengutus tukang kebun yang tepat untuk menyemai bunga-bunga di sana, supaya tetap mekar dengan indah. Terkadang, Pangeran Rhysand juga ikut memikirkan dekorasi bentuk dedaunan yang ada di pohon. Hal ini supaya, terlihat cantik dan estetik.
"Aku suka melakukannya, bisa aku pamerkan kepada tamu-tamuku. Tentu saja, supaya mereka terpesona." katanya ringan.
Audrey menggelengkan kepala, ia membatin, 'Bahkan, ia pun masih tebar pesona kepada tamunya sendiri.'
Setelah berlama-lama di taman tersebut, Pangeran Rhysand kembali ke kandang kuda. Di sana, Hugo sudah berdiri. Wajahnya sedikit cemas. Audrey bingung, 'Ada apa ini? Jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi?'
"Astaga, Pangeran Rhysand! Aku mencari Tuan ke mana-mana!" seru Hugo.
"Kenapa?" tanya Rhysand sembari menuntun kudanya ke kandang.
"Ada seseorang yang telah menunggu Pangeran Rhysand sejak tadi." jawab Hugo.
Hugo melanjutkan dengan wajah cemas yang masih membekas, "Aku mempersilakannya menunggu di dalam istana."
Alhasil, Pangeran Rhysand dan Audrey segera menemui tamu yang disebut oleh Hugo. Ternyata, di ruang tamu kebesaran, ada seseorang yang telah menanti.
Dia adalah seorang lelaki tampan, tampak sekali wajah bangsawan terbaur di mukanya. Rambutnya berwarna silver, yang menawan ketika tertimpa cahaya matahari. Lelaki itu mengangkat cangkir teh dengan mulia, memandang ke luar jendela.
Menyadari keberadaan Pangeran Rhysand, lelaki tadi mengalihkan pandangan. "Ternyata kamu sudah datang, Pangeran Rhysand."
"Kamu menyindirku, Pangeran Cladius?" kata Pangeran Rhysand mengambil tempat duduk tepat di depan Pangeran Cladius.
Sedangkan Audrey, berpikir dalam benaknya. Ia tidak pernah mendengar nama Pangeran Cladius sebelumnya. Memanglah Pangeran Rhysand memiliki saudara kandung, tetapi … Kalau tidak salah, namanya bukan Pangeran Cladius.
"Aku heran dengan kondisi istanamu sekarang. Maidmu mengenakan topeng?" katanya, tanpa sedikit pun nada mengejek, hanya penasaran yang tinggi.
"Siapa lagi kalau bukan ulah Hugo." ujar Pangeran Rhysand.
Kala itu, Pangeran Cladius tertawa sangat renyah. Matanya sedikit menyipit. Dan, Audrey … terpana karenanya.
'Astaga, kenapa para pangeran ini sangat tampan? Mereka dapat asupan apa sebenarnya?' batin Audrey. Jelas sekali dengan dirinya yang dekil dan kumal.
Yah, bagaimana tidak. Sehari-harinya hanya di ladang, kuku-kukunya bahkan kotor, masih ada beberapa sisa tanah akibat berladang beberapa hari lalu.
Pangeran Rhysand dan Pangeran Cladius terus berbincang hingga sinar matahari siang cukup meninggi. Audrey menengok ke arah jam besar di sana. Sudah pukul 12 siang. Saatnya Pangeran Rhysand makan siang.
Serasa mengerti tatapan Audrey, Pangeran Rhysand berkata, "Miss. Frankie bawakanlah makan siang untuk kami berdua."
Audrey mengangguk mengerti, segera ke dapur. Ia beruntung, ruang tamu kebesaran, masih berada di lantai yang sama.
Setelah itu, dia meminta bantuan kepada Miss Adaline dan Tuan Mallory untuk menyiapkan makan siang.
"Dua porsi?" tanya Tuan Mallory, sedikit menyipitkan mata, mencurigainya.
"Pangeran Cladius datang. Apakah Tuan Hugo belum menyampaikan berita itu?"
"Apa?! Pangeran Cladius datang?!" seru Tuan Mallory.
Mendadak, Audrey terkesiap. Tuan Mallory berdiri di hadapannya, menghardiknya, "Bagaimana mungkin, Pangeran Cladius berada di sini, dan kamu tidak membawakan berita penting ini kepadaku?"
Nyali Audrey mengempis. Tangannya bergetar bukan kepalang. "A-aku…"