Chereads / Skills Master - The Original Skills / Chapter 3 - Misteri Yang Membingungkan

Chapter 3 - Misteri Yang Membingungkan

Suasana hening seperti biasanya, aku dan ibu sedang makan berdua di meja makan rumah kami. Setiap hari memang selalu seperti ini, tidak ada suara yang terdengar kecuali suara sendok dan piring yang saling beradu. Ibu tidak pernah bicara kepadaku, begitu pula denganku, aku tidak berniat sedikit pun memulai pembicaraan dengannya.

"Ceritakan padaku, apa yang terjadi padamu kemarin?" Untuk pertama kalinya ibu memulai pembicaraan denganku.

"Tidak ada yang perlu diceritakan, karena tidak ada yang terjadi," jawabku, tanpa menoleh ke arahnya.

"Lalu bagaimana bisa kau tiba-tiba pingsan seperti itu?"

"Haha ... untuk pertama kalinya kau peduli pada apa yang terjadi padaku, tapi sepertinya kau bertanya bukan karena khawatir padaku, tapi karena ada sesuatu yang ingin kau ketahui yang sepertinya menarik perhatianmu?"

"Kau tetap menyebalkan seperti biasanya Elliot, sejak kecil hingga sekarang kau sama sekali tidak berubah. Itulah yang membuatku tidak menyukaimu."

Hatiku benar-benar terguncang setelah mendengar perkataannya. Apakah dia tidak sadar sikapku seperti ini padanya karena dia yang memulai bersikap dingin padaku? Padahal dulu aku begitu menginginkan perhatiannya. Aku berusaha dan terus berusaha mendapatkan perhatiaannya, tapi pada akhirnya aku selalu berakhir diabaikan. Aku tidak ingin mengalami kekecewaan itu lagi, itulah alasan aku berhenti berusaha menarik perhatian ibu. Walaupun sebenarnya aku masih memiliki seorang ibu tapi di mataku dia sudah tidak ada lagi. Aku bahkan tidak pernah memanggilnya ibu lagi.

Aku teringat dengan mimpiku semalam yang telah membuatku teringat kembali dengan kenangan-kenangan di masa lalu.

"Apa kau mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan kematian Paman Sight?"

Mendengar pertanyaanku yang tiba-tiba, sepertinya ibu sangat terkejut hingga dia nyaris tersedak makanan yang sedang dia kunyah.

"Kenapa kau tanyakan hal itu? Kejadian itu sudah lama berlalu. Jangan katakan kau masih belum bisa melupakannya?" Ibu balas bertanya setelah meletakan sendok dalam genggamannya di atas meja.

"Bagaimana mungkin aku bisa melupakan kejadian itu, kematiannya sangat misterius? Aku yakin seseorang telah membunuhnya dengan sangat sadis. Aku justru heran padamu, bukankah kalian bersahabat? Kalau tidak salah, kalian sudah bersahabat sejak kecil, bukan?"

"Yaah, itu memang benar. Kami memang bersahabat. Lalu apakah karena kami bersahabat, sehingga aku akan tahu hal apa yang terjadi padanya, yang telah merenggut nyawanya?" Lalu suasana kembali hening, ibu kembali melanjutkan makannya. Sedangkan aku masih menatapnya dengan ekspresi datar.

Beberapa menit berlalu, sepertinya ibu sudah menyelesaikan makannya dan dia hendak beranjak pergi.

"Aku melihatnya, waktu itu kau tersenyum ketika pemakaman Paman Sight," ucapku, membuatnya urung untuk pergi.

Ibu sangat terkejut mendengar perkataanku, jika dilihat dari ekspresi wajahnya yang sedang terbelalak. Sepertinya memang ada yang ibu sembunyikan. Aku tidak ingin berlama-lama berdebat dengannya, lalu aku pun pergi meninggalkannya yang masih berdiri mematung karena keterkejutannya.

Aku kembali ke kamar sambil merebahkan tubuhku di kasur. Aku teringat hari itu. Hari yang dipenuhi dengan duka, hari pemakaman paman Sight. Paman Sight memang terkenal dengan keramahannya dan kepandaiannya dalam bersosialisasi, sehingga semua orang mengenalnya. Aku yakin semua orang yang mengetahui kebaikan Paman Sight akan merasa sedih seperti diriku. Hari itu banyak sekali orang yang hadir di pemakamannya. Semua orang menangis, semua berduka dan merasa kehilangan atas kepergiannya. Terutama Fredert, dia menangis dengan histeris tanpa henti.

Bagaimana tidak, dia telah menjadi anak yatim piatu karena kedua orang tuanya telah tiada. Aku bisa melihat semua orang yang hadir di sana benar-benar bersedih, kecuali satu orang. Iya, itu ibuku, yang berdiri di barisan paling belakang. Di wajahnya sama sekali tidak terlihat kesedihan sedikit pun. Padahal dia, Paman Sight dan ibunya Krad, mereka bersahabat. Yang membuatku sangat terkejut, aku melihat sebuah senyuman tersungging di bibir ibu.

"Kenapa? Kenapa waktu itu ibu tersenyum? Dia bukannya merasa sedih karena sahabat baiknya telah tiada, tapi dia justru kelihatan senang? Apa yang sebenarnya terjadi hari itu? Dari ekspresi terkejutnya tadi yang menurutku terlalu berlebihan ketika memberitahunya bahwa aku melihatnya tersenyum di pemakaman Paman Sight, benar-benar membuatku semakin curiga. Aku yakin ibu pasti mengetahui sesuatu. Suatu hari nanti aku pasti akan mencari tahu kebenaran dari kejadian mengerikan di hari itu."

Setelah bergumam sendiri seperti itu, aku pun mulai menutup mata dan perlahan mulai tertidur.

***

Jika aku teringat pada kejadian aneh dua hari yang lalu, ketika aku entah bagaimana bisa kembali ke beberapa menit sebelum Emily tertabrak bus. Ataukah hanya sebuah pandangan masa depan yang Tuhan berikan padaku tentang apa yang akan terjadi? Juga perasaan aneh yang membuatku bisa merasakan kehadiran kedua sahabatku, Fredert dan Krad. Kini semua pemikiran itu membuatku benar-benar tidak bisa berkonsentrasi untuk mengikuti pelajaraan.

Saat ini aku sedang berada di kelas dan seorang guru sedang menjelaskan materi pelajaran. Tapi aku benar-benar tidak bisa mengalihkan pikiranku pada kejadian-kejadian aneh pada hari itu. Aku pun memutuskan untuk mencaritahu apa yang sebenarnya telah terjadi padaku saat itu. Seharusnya ada informasi yang bisa menjelaskan keanehan ini. Aku harus memulai mencarinya dengan membaca beberapa buku dan mungkin aku bisa mencarinya juga di internet. Mulai hari ini aku akan mencoba mencari informasi itu.

***

"Hm, enak sekali. Semakin lama, kau semakin pandai memasak ya, Emily."

Aku sedang memakan bekal makan siang yang sengaja dibuatkan Emily untukku. Hampir setiap hari Emily selalu membuatkan bekal makan siang dan itu sangat membantu karena ibuku tentu saja tidak pernah membuatkan bekal makan siang untukku. Walaupun terkadang aku merasa tidak enak pada Emily karena setiap hari dia harus membuatkan bekal makan siang juga untukku. Itu pasti membuatnya kerepotan. Tapi aku sangat berterima kasih pada Emily karena dia begitu baik dan peduli padaku.

"Kau yakin sudah sehat, Elliot? Kalau kau masih merasa tidak sehat seharusnya kau jangan dulu masuk sekolah."

"Aku baik-baik saja, lagi pula waktu itu aku hanya kelelahan saja. Kau tidak perlu khawatir. Oh iya, terima kasih karena kau mengantarku pulang waktu itu."

Dia pun menanggapinya dengan sebuah senyuman yang begitu manis. Aku benar-benar bersyukur karena keajaiban itu terjadi. Jika tidak, mungkin saat ini aku tidak bisa lagi melihat senyuman manisnya dan tidak bisa memakan masakan buatannya lagi. Aku tidak tahu bagaimana hidupku tanpa Emily, karena selama ini selalu ada dia di sampingku. Aku tidak bisa membayangkan dan tidak pernah berniat membayangkan hidupku tanpa Emily, pasti aku benar-benar merasa kesepian.

"Hari ini aku kebagian tugas piket, bisakah kau menungguku, Elliot?" Suara Emily membuyarkan lamunanku..

"Oooh, kau kebagian piket. Hm, bagaimana ya? Sebenarnya hari ini aku ingin pergi ke suatu tempat."

"Memangnya kau ingin pergi ke mana?"

"Hanya pergi ke perpustakaan, ada buku yang ingin aku baca."

"Haha ... tumben sekali kau mau membaca buku. Biasanya kau malas sekali membaca buku." Aku merasa sedikit sebal mendengar ejekan dari Emily ini, seolah aku ini seseorang yang anti membaca.

"Baiklah, kalau begitu kau pulanglah duluan."

"Iya, maaf ya. Aku tidak bisa menunggumu." Emily mengangguk disertai senyum manis. Betapa pengertiannya dia hari ini, padahal biasanya dia seorang pemaksa.

Bel tanda jam istirahat telah selesai pun berbunyi dan kami bergegas kembali ke kelas. Aku sudah tidak sabar ingin segera pergi ke perpustakaan agar bisa secepat mungkin memulai penyelidikan.