Bryan terkekeh membuat Kalea mengerutkan keningnya bingung. "Why?" tanyanya.
Bryan menggeleng sesaat kemudian menyesap kopi miliknya yang masih mengepul, dari balkon kamar hotel keduanya bisa melihat gedung-gedung yang menjulang tinggi dan udara pagi yang segar.
"Kamu pernah mikir nggak sih? Kalau kita kayak pengantin baru," ucap Bryan.
Kalea yang sedang menyesap secangkir kopi miliknya pun hampir saja tersedak, mendengar ucapan yang keluar dari mulut Bryan yang terlalu frontal itu.
"Kamu pagi ini aneh banget Bryan, bukannya kamu sendiri bilang antara kamu sama aku itu nggak mungkin ada hubungan," tukas Kalea.
Kalea sendiri tak menyangka bisa mengatakan hal seperti itu di hadapan Bryan, entah karena mereka sudah dekat atau bagaimana yang jelas Kalea sudah terlalu lelah memuja lelaki idamannya itu.
Seperti sekarang yang ia lihat, Bryan hanya tersenyum membuat hatinya luluh lantah berceceran.
"Hati orang bisa berubah-rubah Kalea, termasuk aturan yang saya buat bisa juga berubah, kan?" ucapnya ambigu.
Kalea memilih untuk tak menanggapi karena ia harus membentengi hatinya, bisa jatuh lebih dalam lagi Kalea jika mendengarkan dengan serius ucapan Bryan.
Kalea yang menganggumi Kalea yang jatuh hati lama-lama Kalea juga yang sakit hati.
Dan Kalea tak mau jika hal itu terjadi, jadi penganggum saja sudah lebih dari sekedar cukup untuknya.
Kadang Kalea juga suka realistis bahwa Bryan itu memang sulit sekali digapai meskipun Fay sering mengatakan bahwa jalan menuju roma itu pasti ada saja.
Namun bagi Kalea yang setiap harinya bersama Bryan, ia jadi memahami bahwa banyak hal yang ia lihat dari sosok Bryan.
Kalea seperti maju mundur untuk maju terlebih memang Bryan juga kadang acuh kadang juga hangat.
Bryan menatap Kalea lebih lama kemudian ia berdeham dan menatap ke arah lain.
"Hari ini kita harus jalan-jalan dulu sebentar abis itu kita ke bandara."
Kalea menganggukan kepalanya. "Jadi sekarang tujuannya kemana dulu?"
Bryan terdiam sesaat, ia sedang berpikir karena banyak tempat yang sebenarnya ingin ia kunjungi tetapi Bryan bingung menentukan tempat yang mana.
Baru saja Bryan akan membuka mulutnya ponsel Kalea sudah berbunyi panggilan masuk dari Richard.
Bryan langsung mendengus tetapi Kalea tak mendengar dengusannya itu. "Sorry, aku angkat telepon ini dulu, ya?" ijinnya.
Bryan hanya menaikan satu alisnya saja ia tak mau jika harus merespon lebih, mendadak hatinya bergemuruh kesal ketika Kalea tersenyum mendengar suara Richard.
***
Richard cukup terhibur oleh suara Kalea yang memang ia rindukan, untungnya Kalea juga tak sibuk.
"Jadi kapan kamu pulang?"
"Sore atau malem aku terbang dari sini, kenapa?" tanya Kalea penasaran.
Richarrd terdiam, lelaki itu sedang memikirkan cara bagaimana untuk menjemput Kalea karena ia tau jika Bryan tak akan mengijinkan jika Kalea pergi bersamanya.
"Aku cuman mau jemput kamu, tapi aku takut kamu dimarahi oleh Bos kamu itu," jujur Richard.
Tentu saja Kalea tertawa kembali, memang sudah pasti Bryan tak akan mengijinkannya jika ia pulang dengan Richard karena memang ada pekerjaan lagi setelah ini.
"Kapan kamu ada waktu luang?"
"Entah lah, aku terlalu sibuk semenjak bersama Bryan."
Richard tertawa lagi mendengar pernyataan Kalea. "Kalau kamu lelah aku bisa membuat Gustav bertukar tempat denganmu, bagaimana?"
Kalea tak menjawab Richard mengerutkan keningnya karena tiba-tiba saja sambungan ponselnya terputus.
"What?" sambil mengerutkan keningnya Richard merasa aneh karena Kalea tak bisa dihubungi ulang.
"Nggak ada sinyal kali Bos disana," ucap Gustav sambil menyelonong begitu saja.
Richard langsung mendengus sebal kemudian ia segera pergi dari ruangannya, lama-lama melihat Gustav lelaki itu merasa mual.
Karena Kalea tak bisa dihubungi Richard memilih untuk menuju cafetaria, ia berniat untuk makan siang sendirian.
Tetapi di koridor berpapasan dengan Fay, wanita yang memiliki tubuh montok itu pun tersenyum dan menyapa Richard.
"Fay," pangginya.
"Iya, Pak. Ada apa?"
Richard tersenyum kemudian ia membuka suaranya. "Mau makan siang, kan?"
"Iya," sahut Fay jujur.
Memangnya Fay tak pernah bohong sama sekali karena ia takut dengan dosa, jadi Fay memilih untuk jujur.
"Bareng, yuk?" pinta Richard.
Fay tak bisa menolak jika ada permintaan dari seorang Richard bukan karena apa-apa tetapi karena Fay sering merasa tak enakan.
"Gustav memangnya kemana, Pak?" tanya Fay.
Keduanya kini sedang menuju cafetaria dan tempat makan tersebut terlihat sangat ramai sekali.
"Ada, dia sibuk jadi nggak bisa saya ajakin," kata Richard asal.
Fay terdiam sesaat. "Masa sih, Pak?"
"Iya," sahut Richard menyakinkan.
"Kalau itu Gustav bukan sih, Pak? Sama Siti," tunjuk Fay ke salah satu koridor.
Richard terdiam kemudian memperlihatkan deretan giginya yang putih, di dalam hati Richard ia ingin sekali mengumpat kepada Gustav.
Kenapa mendadak ada disana bersama Siti bukan kah tadi Gustav masih berada di ruangan miliknya.
Entah memiliki ilmu atau bagaimana Richard sampai harus menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Sabar ya, Pak. Kalau punya bawahan rese kayak gitu," tukas Fay.
Richard terkekeh mendengarnya, ia kira Fay akan menyebutnya sebagai lelaki tukang bohong karena melihat Gustav tetapi Fay ternyata cukup baik juga.
Sambil berjalan Fay dan Richard mengobrol, keduanya bahkan memilih menu yang sama ternyata Fay adalah wanita yang asik diajak mengobrol.
Richard bahkan sampai melupakan Kalea padahal ia mengatakan kepada Gustav menaksir berat dengan Kalea.
Setelah makan siang Richard kembali ke ruangan miliknya, baru saja ia masuk suara Gustav sudah terdengar menyindir.
"Katanya suka sama Kalea tapi kok malah deket sama temennya, mau double apa gimana?" ucapan itu keluar dari mulut Gustav.
Richard langsung saja duduk kemudian mendengus sebentar. "Tadi ketemu Fay, daripada makan siang nggak ada temen terus punya PA yang ngomongnya sibuk mulu taunya malah pacaran sama Si Siti," kata Richard menyerang balik Gustav.
"Ketemu Siti bukan mau pacaran, ketemu Siti cuman mau bilang kalau tadi ada yang numpahin kopi di lantai pasti lupas sih," beber Gustav.
Richard sedikit meringis ia memang lupa tadi dan malah asik bersama Fay padahal niat Richard jika bertemu dengan Siti akan mengatakan jika ada tumpahan kopi ya namanya lupa mau bagaimana pun juga tak ingat bukan?
Gustav kembali serius setelah puas menyindir Richard sementara bosnya itu malah memainkan ponselnya dan sibuk mengetikan pesan.
"Gus, kamu nggak makan siang?"
"Saya sibuk Bos, boro-boro makan ini udah deadline," sahutnya.
Richard menganggukan kepalanya, terlihat jika Gustav memang sedang sibuk maka demi harga diri dan rasa empatinya Richard memesan makanan dan meminta untuk mengantarkannya ke ruangan miliknya.
Karena Richard tak mau jika Gustav harus terkena asam lambung karena telat makan, bahaya jika Gustav sakit siapa yang akan menghandle pekerjaannya.
Tbc