Chereads / Lelaki Idaman. / Chapter 23 - Rasa Khawatir

Chapter 23 - Rasa Khawatir

Setelah semua kebutuhan Bryan sudah Kalea siapkan dan tak ada yang terlewat Kalea langsung menghampiri Bryan yang sedang berada di lantai bawah, lelaki itu tengah meminum kopi sambil menyelesaikan beberapa pekerjaan.

Selama tiga hari ke depan Bryan akan pergi dan ia memberikan banyak tugas kepada Kalea.

"Bryan, kamu harus makan dulu ini udah malam," kata Kalea sedikit berteriak.

Bryan langsung melepaskan kacamata yang membingkai kedua matanya, sambil meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku Bryan lantas menuju meja makan.

"Aku bisa menghandlenya Bryan, kamu besok akan pergi," ucap Kalea sambil meletakan segelas air putih.

Bryan tersenyum kecil kemudian melihat Kalea yang duduk di sampingnya. "Aku cuman pergi tiga hari Kalea, tapi selama tiga hari itu kamu pasti akan sibuk sekali."

Kalea menganggukan kepalanya, saat ini Kalea tengah mengkhawatirkan Bryan bukan dirinya.

Soal pekerjaan memang tak akan ada habisnya, meskipun Kalea harus lembur selama beberapa pekan pun.

Semakin maju perusahaan maka semakin banyak pula target yang harus dicapai dan itu memang seperti siklus.

"Kamu harus jaga kesehatan kamu Bryan, selama di sana kamu nggak akan ada asisten hanya kamu dan Cyntia," papar Kalea.

Bryan tau jika selama tiga hari kedepan ia harus menahan dirinya terlebih ada Cyntia yang akan terus menempel seperti ulat.

Bryan memang membencinya tetapi demi sebuah pekerjaan ia harus profesional dan Bryan tak mau jika projek yang sedang berlangsung sekarang itu jadi kacau hanya karena dirinya tak ikut memantau.

"Aku bisa jaga diri, kamu jangan khawatir." Meskipun Bryan tersenyum dan menyakinkan semuanya akan baik-baik saja tapi entah kenapa Kalea malah semakin mengkhawatirkan lelaki itu.

Mungkin karena Kalea sudah terbiasa mengurus semua kebutuhan Bryan, mulai dari makan dan minum serta bajunya.

"Okay, kamu juga jangan manja di sana. Cyntia mungkin akan menjadi orang yang bisa diandalkan."

Bryan terkekeh mendengar ucapan Kalea barusan, membahas Cyntia membuat nada bicara Kalea terdengar sedikit ketus.

"Kamu cemburu?" alis Bryan terangkat satu.

Kalea hampir saja tersedak makanan yang baru saja ia telan, kedua bola mata Kalea melotot tajam dan wajah Kalea memerah.

"Are you kidding, me?" sentak Kalea.

Bryan tertawa renyah, bahkan suara tawa Bryan itu lagi-lagi terdengar oleh Maria yang kini sedang memberikan makan ikan.

Padahal letak kolam ikan berada jauh dari ruang meja makan. "Aku serius," ucap Bryan.

Kalea hanya bisa menatap Bryan dengan kening berkerut meskipun di dalam dadanya jantung Kalea seperti akan meloncat keluar.

"Kamu selalu saja menggodaku Bryan, hati-hati nanti kamu akan rindu kepadaku."

Bryan hanya bisa menggelengkan kepalanya, mungkin bisa jadi ia akan merindukan Kalea beberapa hari ini.

Keduanya kembali melanjutkan makan dengan khidmat, Kalea makan dengan lahap seperti biasanya.

Bryan juga seperti itu karena mereka akan bekerja setelah itu Bryan akan ke Bandara untuk bertemu dengan Cyntia dan meninjau semua projek mereka.

"Masih ada beberapa berkas yang harus aku lihat, kamu siapin semua drafnya Kalea," kata Bryan.

Setelah selesai makan Bryan dan Kalea harus melihat ke arah layar laptop. "Dua dokumen ini bisa Richard yang mengerjakan Bryan, menurutku Richard paling kompeten."

Bryan terdiam cukup lama setelah itu Bryan menganggukan kepalanya dan menyetujui apa yang Kalea katakan barusan.

"Besok aku berikan kepada Bryan," sambung Kalea kemudian.

"Biar sopir aja yang mengantarkan Kalea, kamu harus mengantarku ke Bandara."

"Hmm-mh, nanti aku yang mengantar kamu."

Selama Kalea menatap satu persatu dokumen yang harus Bryan kerjakan nanti, lelaki itu hanya menatap Kalea saja.

Entah apa yang Bryan pikirkan, laki-laki itu tak berkedip sedikit pun menatap wajah anggun dan cantik di depan kedua matanya itu.

"Di koper sudah ada obat-obatan dan juga semua yang kamu butuhkan Bryan, nanti kalau terjadi sesuatu kamu ambil saja di sana. Dan semua obat sudah ada tulisannya jadi kamu nggak akan keliru."

"Thank you Kalea, kalau aku bisa ajak kamu mungkin aku nggak akan pusing di sana." Tanpa sadar Bryan mengatakan hal seperti itu.

Dan semuanya tulus dari lubuk hati Bryan, tetapi sayangnya Kalea hanya menanggapinya sebatas mengangguk saja.

Bagi Kalea tak ada yang spesial, meskipun ia bersama dengan Bryan hubungan mereka hanya sebatas atasan dan bawahan.

Bryan yang memang tak suka jika ada hubungan ditengah pekerjaannya dan Bryan yang sulit sekali ditebak itu membuat Kalea paham.

Lelaki itu memang lebih menyukai hidup sendiri tanpa ada yang mendampinginya mungkin sebuah hubungan akan terasa melelahkan bagi seorang Bryan Scoot.

Kalea melihat ke arah pegelangan tangannya hanya ada waktu dua jam lagi untuk bekerja, sisanya ia harus mengantar Bryan ke Bandara.

Bahkan Nicko sudah mengirimkan pesan kepadanya sedari tadi agar tak terlambat. "Kamu nanti tidur di rumahku saja Kalea," pinta Bryan.

"Why?" tanya Kalea sambil mengerutkan keningnya.

"Aku takut butuh sesuatu jadi kamu tinggal mencarinya di meja kerja," kata Bryan.

"Okay," sahut Kalea.

Bryan tersenyum kecil setelah itu kembali bekerja, Maria datang mengantarkan kopi dan air putih agar Bryan dan Kalea tak kekurangan cairan jika sudah sibuk seperti ini.

*

Cyntia tampil sangat cantik sekali, Nicko sudah meledeknya sedari tadi karena Cyntia benar-benar sangat gila.

"Kau sangat cantik malam ini Tya, aku bingung sebenarnya kamu mau tugas atau mau kencan?" sindiri Nicko.

Tya hanya tersenyum sambil mencubit lengan Nicko. "Harusnya kau senang melihatku seperti ini Nicko."

Nicko baru saja akan menyahuti ucapan Tya tetapi Kalea dan Bryan keburu datang maka Nicko memilih untuk mengunci mulutnya rapat-rapat.

Dihadapan Kalea dan Bryan, Nicko tak boleh terlihat seperti itu. "Akhirnya kalian dateng," sambut Tya.

"Maaf, tadi jalanan sedikit macet. Apa Bryan terlambat?" tanya Kalea sopan.

Sambil melihat ke arah jam tangan miliknya, Tya langsung menggelengkan kepalanya.

"Nggak kok, masih ada waktu lima belas menit lagi," ucapnya.

"Baguslah kalau begitu," ujar Kalea.

Bryan sama sekali tak bersuara ia hanya melihat Kalea saja yang mengatakan semuanya kepada Tya.

"Mau kopi dulu?" tawar Tya kepada Bryan. "Biar nanti di pesawat kamu nggak ngantuk, ada beberapa hal yang perlu kita bahas," sambung Tya kemudian.

"Thank you, tapi aku tak butuh kopi," sahut Bryan.

Suaranya benar-benar datar dan dingin, Kalea ingin sekali mendelikan kedua matanya tetapi Kalea mengurungkan niatnya.

"Ayo kita masuk kalau begitu?" ajak Tya.

Bryan menatap ke arah Kalea kemudian mengambil alih koper yang berada ditangan wanita itu.

"Ponsel harus selalu aktif, jadi aku nggak akan susah," bisik Bryan.

Kalea hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum. "Hati-hati Bryan, take care."

Seulas senyuman terlihat dari wajah Bryan hal itu membuat Nicko langsung menganga tak percaya jika Bryan akan tersenyum seperti itu.