"Jadi udah nyerah nih ngejar, Bryan?" Nicko meletakan segelas ice coffe di atas meja.
Tya sedang menatap cermin yang berada digengaman tangannya, gara-gara ia memaksakan dirinya untuk meninjau lapangan bersama Bryan yang si penggila kerja itu.
Kulit wajah Cyntia kini jadi gelap bahkan kulit wajahnya seperti mengelupas, mungkin karena polusi debu dan panasnya sinar matahari membuat kulit Tya seperti itu.
Satu minggu ini Tya langsung menjalani perawatan di klinik kecantikan untuk mengembalikan kulit mulusnya.
Tya bahkan selalu mangkir dari meeting dengan beberapa klien yang ingin bekerja sama dengannya.
Semua itu karena kulit Tya yang sedang mengelupas, Nicko tak berani meledek Tya karena wanita itu uring-uringan.
Bahkan Nicko sempat Tya cakar karena kesal terus menerus diledek olehnya. "Entah lah, mungkin aku harus memacari Richard," guman Tya.
Nicko hampir tersedak oleh ludahnya sendiri mendengar Tya berpindah haluan. Soal Richard memang sudah pernah Tya bahas sebelumnya.
Akan tetapi, Nicko tak menyangka jika Tya akan benar-benar serius untuk kali ini. Melihat dari garis wajahnya, Nicko yakin jika Tya memang akan mencoba mendekati Richard.
"Tapi Richard kenal kamu nggak, sih? Bukannya pernah ketemu pas waktu gala dinner ya?"
Tya menatap Nicko kemudian tersenyum. "Richard belum mengenak aku, Nick. Jadi, ini adalah kesempatan yang besar."
Nicko menghela napasnya sejenak, kalau seperti ini caranya Nicko juga yang menjadi tumbal.
"Kamu bisa atur, 'kan? Jadwal pertemuanku dengan Richard?"
Nicko langsung memasang wajah melasnya. "Harus banget, ya? Dalam waktu dekat gitu?"
Tya menggelengkan kepalanya. "Nggak juga, bulan deh sambil nunggu wajah nggak ngelupas."
Cukup lega ketika Tya mengatakan hal seperti itu, karena pekerjaan Nicko sedang menumpuk siang nanti juga harus bertemu dengan Kalea.
Ada beberapa yang harus dari bahas soal peninjauan proyek yang kemarin Bryan dan Cyntia tinjau.
"Yaudah kalau gitu, nggak ada yang harus dibantu lagi, kan?" sebelum pergi Nicko memastikan kembali agar Tya tak lagi menghubunginya.
Nicko memang ada pekerjaan lain, ia harus bertemu dengan Kalea dan Bryan di salah satu tempat makan.
Dan Nicko juga harus mengirimkan makanan untuk Andini wanita yang sedang ia dekati.
"Nggak ada," sahut Tya.
"Okay, berati jangan cari aku ya Tya. Soalnya ada urusan yang harus dibahas sama Kalea."
Mendengar nama Kalea di sebut Tya langsung saja berdecih, ia jadi kesal kembali dengan Bryan yang menyebalkan itu.
Padahal Tya sudah benar-benar mencoba mendekati Bryan, Tya masih ingat dengan jelas bagaimana Bryan yang sama sekali tak peduli kepadanya.
Di saat matahari sedang terik-teriknya, Bryan sengaja mengecek semua lapangan dan memastikan pembangunan proyek berjalan dengan lancar.
Bryan juga tak peduli jika Tya kepanasan, bukan hanya itu saja. Tya masih ingat dengan moment dimana air mineralnya habis.
Sementara Bryan masih memiliki air mineral cadangan tapi lelaki itu malah sengaja meminumnya dan tak menyisakan sedikit pun untuk Tya.
Sebagai seorang wanita wajar saja jika Tya kesal dan membenci Bryan, Tya juga memberikan sumpah serapah kepada Bryan dengan kata-kata kasar.
Sampai detik ini Tya tak habis pikir dengan Kalea yang betah bekerja dengan Bryan padahal siang dan malam harus bekerja seperti romusha.
Memikirkan hal itu membuat Tya jengkel sendiri maka wanita itu memilih untuk melihat jam yang melingkar ditangannya dan memilih untuk pulang.
Hari ini Tya masih memiliki jadwal untuk bertemu dengan dokter kecantikan membahas kulitnya yang terkena paparan sinar matahari dan menyebabkan iritasi.
***
Nicko menatap ke arah Kalea dan Bryan secara bergantian, wajah keduanya terlihat sangat berbeda.
Di dalam hati Nicko lelaki itu langsung membatin. Apakah Kalea dan Bryan memang pasangan yang serasi? Sepertinya mereka cocok untuk menjadi ratu dan raja dalam dunia pekerjaan.
"Kal, nggak capek?" bisik Nicko ketika Bryan sedang menerima telepon.
Kalea mengerutkan keningnya. "Apanya yang capek?" bukannya menjawab Kalea malah bertanya balik.
Nicko langsung saja memutar kedua bola matanya malas, kenapa Kalea tak paham dengan pertanyaannya.
"Itu kerja sama Bryan, kamu perasaan betah banget kerja sama dia," kata Nicko.
Kalea tersenyum, ia baru paham kemana arah pertanyaan Nicko itu. "Nggak, biasa aja sih. Kerja sama orang yang perfect kitanya malah kebawa kali," ujar Kalea.
Nicko langsung menganga mendengar ucapan Kalea, memang Bryan itu sangat perfect tapi Nicko tak akan tahan jika bekerja di bawah tangan Bryan.
Ia akan gila jika setiap detiknya hanya disuguhi dengan pekerjaan, Nicko adalah manusia waras yang masih butuh hari weekend dan cuti.
"Udah berapa lama sih kerja sama Bryan?" karena penasaran Nicko bertanya kepada Kalea.
"Baru kok, belum setahun," sahut Kalea dengan mantap.
"Pantesan."
kalea kembali mengerutkan keningnya, ia melirik sekilas ke arah Bryan yang masih menerima panggilan telepon dari rekan bisnisnya.
"Kenapa? Ada masalah?" tanya Kalea.
Nicko langsung menggeleng. "Lah terus tadi, kenapa ngomong pantesan segala?" cecar Kalea.
"Nggak apa-apa kok Kal, kan masih baru jadi wajar aja kalau masih baru suka nggak nyadar tapi kalau udah lama pasti ngeluh-ngeluh juga."
Kata-kata yang keluar dari mulut Nikco itu memang sangat ambigu sekali, herannya Kalea juga tak mau memperpanjang lagi pembahasan itu.
Kalea lebih memilih untuk menatap ke arah Bryan yang kini sudah mengakhiri panggilan teleponnya.
"Jadi Tya nggak mau ikut liat proyek lagi?" Bryan langsung to the point mengatakan hal itu kepada Nicko.
"Saya baru tau," sahut Nicko.
Bryan menganggukan kepalanya. "Jadi kamu yang nanti bakal gantiin Tya buat tugas sama saya."
"Hah?!" Nicko langsung terkejut.
Tak menyangka jika ujung-ujungnya ia yang akan menemani Bryan meninjau proyek yang kemarin berlangsung.
"Barusan Tya yang bilang sama Bryan," timpal Kalea.
Bryan menganggukan kepalanya membetulkan ucapan Kalea tersebut, sementara Nicko masih terdiam.
Otaknya belum bisa mencerna apapun hingga saat ini, di dalam hatinya Nicko ingin sekali protes kepada Bryan tapi tak bisa.
"Apa nggak bisa jika kalian berdua saja yang pergi?" Nicko memasang wajah yang sangat menyedihkan agar Bryan mengasihaninya.
Nicko yakin jika ia bekerja dengan Bryan mungkin saja Nicko bisa depresi berkepanjangan.
Bryan yang super perfect itu membuat Cyntia bisa gosong dalam waktu seminggu apalagi dirinya yang hanya seujung kuku Cyntia.
Bryan menatap ke arah Nicko kemudian menaikan satu alisnya. "Tidak bisa!" ucapnya.
Kalea yang berada disisi Bryan itu hanya bisa tersenyum tipis, padahal banyak kesempatan untuk Kalea dan Bryan menikmati waktu mereka.
Namun, alasan pekerjaan tak mau Bryan campurkan dengan kehidupan pribadinya.
"Aku mohon Bryan, banyak urusan dan pekerjaan yang tak bisa aku tinggalkan," kata Nicko.
"Itu urusanmu Nick," seru Bryan.
Kalea yang melihat Bryan tak mempunyai belas kasihan pun langsung saja menengahi.
"Kamu coba konsultasikan dulu sama Cyntia, nanti hasilnya baru lapor ke aku, Nick."