"sal..."
"Hmm?"
"Ke sekolah aja ya.."
"Lah kan mau ke eyang" balas Salsa.
"Gue ngidam" ucap Jennie.
"Apa?"
"Dikelonim Bani"
"Lo hamil bukan jadi bener tapi tambah mesum heran gue"
"Anak gue yang mau"
"Gak yakin gue anak lo gak bener kayak gini, pasti akal-akalan lo aja kan"
"Suujon gaksukak :("
"Yaudah cari taxi dulu ya ponaan onty"
Salsa mengelus perut yang sudah lumayan membuncit itu, gelenyar aneh itu menjalar begitu saja, seketika gerakan kecil di dalam sana membuatnya takjub, mungkin sudah hampir 3 bulan umurnya, dia bertekat mulai hari ini akan menerimanya sampai akhir hidupnya, Albani junior, atau Jennie junior? Dia akan siap sayang sepenuhnya.
"Duduk sini buthyl"
"Ih... Gue gak centil ganti panggilannya"
"Gak mau..."
"Awww...
Gerakan brutal anaknya di dalam sana cukup mengejutkannya, seketika muka panik itu kembali hadir dalam rautnya.
"Kenapa?"
"Anak gue gak suka ni lu panggil mamanya buthyl"
"Emang buthyl kan lo, bumil centhyl, eww"
"Serah lo..."
"Dih ngambek"
"Bodo..."
Drrrttt drrttt...
"Halo ayah"
"Buset siapa tu ayah"
"Diem Sal, ayah anak gue nelpon ni"
"Allahu alay tujuh turunan, amit amit"
"Bacot gaksukak :("
Tidak habis fikir dia dengan buthyl satu ini, semenjak hamil tingkah anehnya sedikit demi sedikit bermunculan kepermukaan, sedikit-sedikit marah, trus baik lagi, tiba-tiba manja banget, trus malah datar, geleng kepala menghadapi orang sepertinya ini.
"Iya yah bunda balik ke sekolah kok, love you ayah bayi"
"Seketika muntah paku gue"
"Paan sih iri aja"
"Ama Bani iri? Yaallah gue pindah pluto aja ah capek tinggal di bumi orangnya bego-bego"
"Lo juga bego kan lo tinggal di bumi"
"Gue boleh marah sekarang apa nanti aja ni?"
"Hehe onty sabar ya, orang sabar disayang Tuhan"
"Bodo amat Jen bodo"
30 menit sudah, taxi yang mereka tumpangi sudah sampai di depan gerbang sekolah mereka, seperti biasa mengendap endap adalah kegiatan kesukaan mereka, hari ini hari petaka untuk mereka, guru piket adalah pak hamid itu artinya, jika tertanggap ajal sudah di depan mata.
"Buruan Jen.."
"Sabar kali.. lu mah enak sendirian, lah gue bawa buntelan ni, susah mah gerak juga"
"Sini gue bantuin lama banget sih lu"
"Dedek kenapa-napa nanti onty, dedek tampar juga nanti onty gak sabaran"
"Dedek kasar ih gaksukak"
"Kata-kata gueee...."
"Bodo ah, buruan"
Ehmmmmmm.
"Buru...."
DUG !!!
"Jen.." bisiknya panik.
Benar saja di depan mereka sudah berdiri pak Hamid dengan perut buncitnya, dan sudah siap menerkam siapapun yang berani membuat masalah denganya.
"Buset... Ini buntelan beras siapa naro sini sih" ucap Jennie reflek.
"Jen.." bisik Salsa lagi.
"Bisa bulet banget gini, hihi gemes gue" tambah Jennie.
"Jen.. bukan buntelan itu per..." Balas Salsa frustasi.
Tanda diam itu seketika membungkam mulut Salsa, Pak Hamid benar-benar sedang ingin mendengarkn ucapan absurd dari Jennie anak didiknya yang nakal tapi pintar ini.
"Eh tapi gak sih Sal, ini karung semen keknya, atau beras 35kg, gede bener, hahaha"
Wajah pucat Salsapun tak mampu menyadarkan Jennie sedikitpun, semakin hamil, semakin kepekaan sahabatnya ini berkurang.
"Bau bawang gak sih Sal, sama bau asep gitu..."
"Siapa naro sampah sih di sini" tambah Jennie.
"Jen.....
Tidak tahan dengan perkataan kurang ajar dari anak didiknya ini, pak hamid langsung menjinjing telinga Jennie dan mengaraknya ke ruangan piket.
"Awwww awww sakit bangsa... Ehhh haha bangsa dan negara maksudnya Pak"
"Mau ngatain saja apa lagi kamu?"
"Gak Pak, maafin kali Pak"
"Enak banget kamu ngomong, ikut saya"
"Tapiii Pak"
"Gak ada tapi-tapian buruan"
"Pak saya gimana?" Tanya Salsa bingung.
"Balik ke kelas"
"Tapi kan Pak..."
"Balik.. atau...
"Siap pak 69"
"Hehh..
"Haha bisa aja ya pak Salsa yadomny.... Hehe iya Pak ini ke ruang piket"
Demi apapun tidak ada makluk yang berani dengan bagong satu ini, bahkan berpapasan jalanpun mereka pasti memilih balik kanan dari pada menyapa.
🔻🔺🔻
Salsa berlari kencang menuju kelasnya, mencari manoban, dia benar-benar buntu jika sesuatu terjadi pada jennie, bertambah sudah dosanya.
"Hah hah hah, si Lim mana sih?"
"Napas dulu zeyeeng napa sik?"
"Bani mana Bani?"
"Tu lagi tidur, kan lo tau dia makluk paling gak guna, udah burik hidup lagi" jawab Hanin seadanya.
"Gue denger ya bangsad" sanggah Bani cepat.
"Eh moon mangap mulut gue suka jujur"
"Sialan... Kenapa lu cariin gue?" Tanya Bani bingung.
"Bunda lo kena hukum Pak Hamid" jawab Salsa jujur.
"Bunda gue siapa, gue kan gak punya ora. ... JENNIEEEE, dia dimana?"
"Ruang piket"
Secepat kilat Albani berlari menuju ruang piket, bisa berabe kalau Jennie kena hukuman, bisa kenapa-napa nanti anaknya.
"Bunda siapa Sal?" Tanya Tika penasaran.
"Jennie"
"Pfffffffttt Bunda? Serius aja lo?" Balas Hanin.
"Tau tu buthyl, panggil ayah bunda, jijik gue"
"Gue takut anak mereka ketularan alay mak bapaknya"
"Mitamit Nin jan sampe"
"Geli gue sumpah"
"Gue apalagi"
Di tempat lain, Jennie yang bahkan separoh darahnya sudah menghilang semenjak beberapa menit yang lalu ini mati-matian menelan salivanya, ternyata bertatapan dengan Pak Hamid ini seperti neraka sudah dekat.
"Mau ngomongin saya sampah lagi?"
"Hehe gak pak"
"Udah cabut, dateng-dateng malah ngendap ngendap kek maling, kamu bayar loh sekolah mahal-mahal malah milih mau jadi maling, heran saya"
"Iya maaf Pak"
"Dari mana kamu?"
"Luar pak, tadi magh saya kambuh, saya beli obat, ni kantongnya...
Lah mana sik kantongnya, lah iya kan di Salsa..."
"Mana?"
"Hehe itu masalahnya pak, obat saya di Salsa"
"Halah alibi aja kamu"
"Beneran loh pak"
Braaakkk.
"Salamlekum"
Wajah geram itu semakin memerah begitu tau siapa yang sudah memasuki ruangannya dengan tidak tertib itu.
"Salam yang bener, emang gak ada masa depannya anak jaman sekarang" ucap Pak Hamid emosi.
"Ye sibapak gak keren, itu salam jaman milenial pak"
"Ndas mu milenial"
"Bapak katrok sih pak gak tau"
"Yaaang..."
"Sutt diem aja yaang"
"Wuaaah gak cewenya gak cowonya emang hobby banget ngatain orang, gak ada ampun lagi buat kalian, bersihin toilet sampai benar-benar kinclong, jika belum selesai kalian tidak boleh pulang"
"Sekarang pak?"
"Taun depan"
"Hamdallah yok Jen, kita balik kelas"
"Albani" teriak Pak Hamid keras.
"Apa pak?"
"Jalanin sekarang"
"Duh si bapak gak konsisten ih, katanya taun dep....uwooo kabur sayang"
Sepatu itu tepat mendarat di pantatnya, benar saja emosi yang membubung tinggi sudah sangat tidak bisa di bendungnya, kelakuan dua pasang manusia aneh itu semakin menaikan darah tingginya.
"Yaah pelan... Dedeknya keguncang"
"Duh iya maaf ya nak yah.. pelan pelan aja ya, kasian bunda juga capek pasti"
"Bunda pegel ayah, engap juga, kekenyangan"
"Uluuuh makan bunda banyak ya hari ini"
"Iya... Tapi masih mau ngunyah"
"Anak ayah bagong ya serela makannya, nanti ayah beliin makanan yang manyak buat kamu"
"Bener ayah?"
"Iyaaa sayang"
Mata kucing itu berbinar mendengar kata makanan, entahlah semenjak hamil otaknya di penuhi dengan para personil BTS dan makanan, sungguh tidak berfaedah sekali.
"Ayaah...
"Apaa bunda?"
"Anak ayah mau dicium"
"Uluhj manjanya, sini"
Seketika Albani berjongkok menyamakan bibirnya dengan perut wanitanya ini, namun muka cemberut itu langsung terpampang nyata membahana.
"Loh kan udah dicium kok cemberut"
"Gak di perut"
"Trus dimana?"
"Dibibir ih, gak peka banget males"
"Di sekolah loh ini nak, kamu yang mau atau Bunda ni?"
"Dedek dong masa aku"
"Uhh masa sih, bunda disuruh dedek aja? Apa bunda juga lagi pengen?"
Jennie menggigigit bibir bawahnya, gelenyar aneh ini datang kembali persis sama saat pertama mereka berbubungan badan kala itu.
Albani mencium bibir itu gemas, meremas gundukan yang semakin berisi semenjak kehamilan.
"I love you"