Chereads / SEKALA SENJA / Chapter 18 - D E L A P A N B E L A S

Chapter 18 - D E L A P A N B E L A S

"Sal....

"Hmmm?

"Lo kenapa?"

"Gak papa Jen... Lo udah bangun aja"

"Laper"

"Ini piring abis makan masih disini"

"Kurang"

"Allahuakbar napsu makan anak lo naga bener"

"Lo kelamaan"

"Sorry ya, ni gado-gado sama rujak dulu ya, belum nemu makanan lain gue"

"Suapin Onty"

"Iya udah sini bumilnya"

Semenjak tadi Jennie dan Ali memenuhi otaknya, dia bahkan tidak bisa berfikir jika dia kehilangan Jennie seperti kehilangan Raisa, tapi jika Jennie tau yang sebenarnya apakah semuanya akan tetap sama?.

"Pelan-pelan bumil"

Hehe

Cengiran itu, membuat hatinya seketika berdenyut, sudah cukup lama dia melupakan Raisa, namun kenapa hari ini, saat dia menggendong Jennie dan rumah sakit ini mengingatkannya kepada kesalahan 3 tahun lalu yang sampai sekarang masih mencoba membunuhnya secara perlahan.

"Raisa....

"Sal...

.....

"Salsaaaa... yang bener dong masa nyuapin ke idung gue sih"

"Sorry Sa...

"Sa?"

"Jen maksud gue Jen..."

"Lo kenapa Sal? Ada masalah?"

"Gak ada... Ni suap lagi"

"Sal...

"Masih banyak lo ini Jen, belum rujaknya, katanya lo mau..

"Lo gak pinter bohong....

"Bahkan gue sangat pinter bohong Jen, sampai kesalahan terbesar gue gak ada satupun orang yang tau" - batinnya.

Kleeekk...

"Siang ibu Jennie"

"Siaang dok"

"Wah dedek seneng banget makan ya"

"Hehe iya dok"

"Ntr segede bagong lu baru tau Jen" ucap Salsa jahil.

"Paan dah Sal"

"Gak apa-apa buk, asal makanannya yang sehat dan gak bikin alergi, Bu Jennie jangan lupa makan ya, kemaren magh ibu kambuh makanya sakit gitu, kalau sering begitu takutnya dedek juga kena imbasnya" jelas dokter lagi.

"Iya dok maaf"

"Makanya dengerin, lo apa yang dibilang masuk kuping kiri keluar kuping kanan" tegas Salsa.

"Galak ih gak sukak"

"Udah udah, sekarang Ibu Jennie udah boleh pulang, ini resep obat magh dan vitamin buat dedek ya, makannya gak boleh dicampur, obat magh dimakan 10 menit sebelum makan, vitaminnya dimakan setelah makan ya buk, ibu boleh pulang hari ini juga"

"Baik dok, makasi ya"

"Sama-sama saya permisi dulu"

"Siap-siap kita kekosan gue"

"Gue tinggal sama lo lagi?"

"Gak mau? Yaudah"

"MAUUUUUU...."

Bolehkan dia egois?, Membiarkan Jennie tetap berada dalam lingkup kebohongannya, tapi dia sadar kehilanganpun dia juga belum cukup siap akan itu.

"Bilang eyang dulu ya Sal... Sampe gue nikah sama Bani, lu harus nampung gue dulu"

"Cih... Ngerepotin"

"Onty ih nyebelin dedek ngambek ni"

"Iya iya dek, kamu boleh tinggal dirumah Onty, mama kamu gak boleh, Onty masih kesel ama dia"

"Maafin Bunda ya Onty..."

Mata dan ekspresi muka seperti anak kucing itu sukses membuatnya luluh, Jennie benar saja selalu punya banyak cara untuk menghancurkan pertahanannya.

"Jen...

"Iya..

"Maafin gue ya"

"Untuk?"

"Gue yang bodoh udah marah sama lo"

"Sal... Bahkan lo mah maki guepun gue gak masalah, asal jangan pergi dari gue, cukup kak Raisa yang ninggalin gue kalian jangan"

DEG !!!

"Gue cukup tersiksa kehilangan Raisa, jangan siksa gue juga dengan kehilangan kalian"

Salsa langsung membawa tubuh Jennie ke dalam dekapannya, memeluknya erat, membiarkan rasa sakitnya terobati, bahkan kata maaf bukan hanya sekedar kesalah waktu itu saja, namun juga kesalahan seumur hidup yang belum sanggup ditebusnya.

"Sal... Kok lo ngelamun sih"

"Gue juga kehilangan dia ternyata Jen..." Bisiknya pelan.

"Hah? Maksud lo?"

"Gak gak ada ayuk ah kita pulang, kan mau ke Eyang dulu"

"Yaudah.. pelan-pelan ya, gue kekenyangan, hehe...."

"Bagong..."

"Enak aja"

"Gendud..."

"SALSAAAAA"

*****

Flashback

Sewaktu itu SMA 25 jakarta.

17 agustus 2016, bahkan hari ini adalah hati kebahagiaan untuk rakyat indonesia, saat satu dari mereka membuat kesalahan yang luar biasa, buih busa dari mulutnya tak hentinya keluar, tubuh kejang yang mungkin tak akan lama itu mengiris sudut hatinya, kesalahan ini bahkan bukan keinginannya, benar-benar bukan salahnya, namun ini yang akan menjadi dosa besar yang bahkan tidak termaafkan kelak dikemudian hari.

"Gak Sa... Jangan tinggalin gue..."

"Lo be..bas se..kara..ng sal.. al..di mi..lihh lo.. uhukkk bu..kan gggh...ue"

"Gue bakal relain aldi buat lo, bertahan ya, kunci kamar lo mana? Hah? Jawab gue Raisa"

"Biiiiar gggu..ee gi..niii se..dikit le..bih la..ma Sal... Gu..e ma..u maa..ti"

"Gak Raisa.. bangsadd kok bisa ada sianida sih di rumah ini"

Raisa tersenyum, bahkan senyum menyakitkan itu sangat membekas dibenaknya, menyakitkan melihat sahabatnya yang menjebaknya untuk tetap tinggal dan menikmati kematiannya.

Bahkan tidak pernah terfikirkan oleh Salsa, jika pajamas party yang direncanakan oleh Raisa adalah kali terakhir dia bertemu dengannya.

Bahkan dia juga sudah merencanakan sedemikian rupa, sudah menyiapkan jalan kabur untuk Salsa jika sewaktu-waktu nyawanya melayang.

"Lo.. uhuuukk... Bi..sa ke..luar le..wat be..lak...ang sal... Gak a..da ya..ng ta...u lo.. uhuuukk ngi..nep jaaaadi lo.. a..man sal"

"Raisa brengsek, apaan sih lo Sa, lo fikir gue bakal tenang setelah ini? Kok lo tega sih giniin gue, lo temen gue Sa, lo sadar dong"

"B.bbbye Sal... G..ue sa..yang sa..ma lo"

"Sa.. bangun Sa.. RAIIIISAAAAA"

Mata sayu itu tertutup sempurna, hembusan nafas berat menandakan arwahnya sudah terpisah dari raganya, demi tuhan kenyataan pahit ini membunuhnya secara perlahan, bahkan untuk kabur saja dia benar-benar tidak tega, tapi dia juga tidak mau mati konyol di sini.

Salsa keluar melalu jendela belakang yang langsung menuju parkiran, rumah yang benar saja sepi tidak ada siapapun itu seperti sudah sangat dipersiapkan sedemikian rupa, pembantu, supir dan tukang kebun rumahnya tidak satupun yang menampakan batang hidungnya. Ya tuhan Raisa mempersiapkan kematiannya sedetail mungkin.

Kejadian ini membuatnya mengerti, mengalah juga bukan cara untuk benar-benar membuat seseorang bisa bahagia seperti apa yang dia harapkan. Bahkan cintanya kepada Ali sudah dia kubur dalam-dalam hanya karena dia tau jika sahabatnya Raisa juga menyukai Alinya.

Sakit mana lagi yang mampu menjelaskan keadaanya, dia sudah hancur bahkan sangat hancur, Raisa sudah tiada, itu salahnya, kenapa dia harus mencintai lelaki yang sama, bahkan saat dia menyerahkan sepenuhnya Ali kepada Raisa-pun semuanya juga percuma saja, Raisanya juga memilih untuk pergi, sangat jauh.

Salsa melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, tubuhnya benar sudah tidak bisa merespon apapun dengan benar, otaknya juga seperti berhenti bekerja, trauma yang menjalar begitu saja membuatnya hilang kendali, hujan yang turun dengan derasnya juga mengurangi konsentrasinya, namun disaat yang bersamaan dari arah yang berbeda, mobil sedan berwarna putih melaju tidak kalah kencang, sekelebat kejadian tabrakan itu menghiasi pandangannya, benturan dan ledakan itu mungkin bahkan menuntunnya menuju ajalnya.

Braaaakkkk..

"Sa..  tung...guin g..ue, g..ue baaakal su..sull loooo"