Gista terkekeh kecil. Itu sudah menjadi hal biasa untuk seseorang berkonflik dengannya karena reputasi yang dimilikinya di pergaulan kelas atas. Rasa iri memang tak bisa dihapuskan dalam hati setiap orang. Jadi, Gista tak terlalu menyalahkan sikap Silvia. Bukan naif, hanya Gista mencoba untuk memahami dengan akal sehatnya dan tidak melibatkan perasaan sama sekali.
"Itu wajar. Seperti yang kau katakan di pintu masuk istana saat aku baru datang. Di istana ini hanya penuh dengan kepalsuan." Gista tertawa ringan seakan tak merasakan kesedihan terhadap kepalsuan yang selama ini selalu mengelilinginya.
Veera melirik Gista yang tidak seperti kelihatannya, ternyata perempuan itu memiliki pemikiran yang cerdas dan dapat mengetahui lingkungan di sekitarnya dengan baik. Mata Veera bergulir menatap ke arah lain. Dia mendengus dingin mendengar betapa tanpa bebannya Gista menertawakan lingkungan sekitar yang dipenuhi orang-orang menjijikkan termasuk dirinya sendiri.