Chereads / Crazy Wife Vs Cold Husband / Chapter 33 - CWCVH PART 33

Chapter 33 - CWCVH PART 33

Selesai bersiap, Erland keluar dari kamar dan turun menuju lantai dasar. Dia melihat sang mama dan Briel tengah duduk berbincang di meja makan.

"Briel, sebelum kita pergi, buatkan kopi dulu untuk Erland. Mama khawatir dia akan tidur di jalan karena bangun sepagi ini," ucap mama Erland seraya tersenyum mengejek.

Briel melihat Erland. Dia tak bisa membuat kopi. Pertama kalinya dia membuatkan kopi untuk Gerald saat itu, itupun dia tak ingat takarannya dan tak tahu rasanya enak atau tidak.

"Tak perlu, kita pergi saja sekarang," ucap Erland dan keluar dari kediamannya. Erland memasuki mobilnya lebih dulu. Setelah itu, mama Erland dan Briel menyusul Erland.

"Briel, kamu duduk di depan," ucap mama Erland.

"Tak apa, aku di belakang saja. Mama bisa di depan," ucap Briel dan bergegas menuju pintu belakang.Namun, mama Erland menahan tangannya.

"Mama suka mabuk jika duduk di depan," ucap mama Erland.

"Oh, iya 'kah? Ya sudah, kita bisa duduk berdua di belakang," ucap Briel dan memaksa mertuanya itu untuk duduk di kursi penumpang belakang. Keduanya pun duduk di kursi penumpang belakang.

Erland tampak masa bodoh. Dia justru menguap berkali-kali karena masih mengantuk. Dia tak pernah bangun di jam seperti itu jika bukan untuk masalah pekerjaan yang penting. Tak di sangka, bukan karena hal penting dia bangun di jam seperti itu melainkan karena harus mengantar kedua wanita itu menuju pasar.

'Tunggu!' Erland sepertinya tersadar akan sesuatu.

Erland menoleh ke belakang, dia melihat sang mama dan Briel bergantian.

"Kenapa?" tanya mama Erland.

"Ke mana tujuan kalian, Nyonya?" tanya Erland.

Briel dan mama Erland saling melihat satu sama lain. Keduanya pun terkekeh.

'Ah, dia pantas jadi supir,' batin Briel kemudian terkekeh.

"Ini tak gratis, berikan aku balasannya nanti malam," ucap Erland menatap Briel seraya tersenyum penuh arti.

"Hei! Bisakah isi kepalamu itu di bersihkan! Dasar, berpikiran kotor terus!" pekik Briel kesal.

"Memangnya apa yang aku pikirkan? Jangan-jangan pikiranmu yang kotor," ejek Erland.

Briel menggeram.

"Kalian punya masalah, ya, dengan pita suara kalian? Terlalu mengagetkan ketika bicara! Dan kamu, Briel. Tak boleh berteriak pada suamimu. Bagaimana pun kamu harus menghormatinya. Bicaralah yang lembut sebagai seorang wanita sekaligus seorang istri," ucap mama Erland memperingatkan dengan sedikit keras.

Briel pun diam saja, dia memalingkan wajahnya.

'Aneh, dia tadi membelaku, tapi sekarang justru memarahiku,' batin Briel heran.

Sementara itu Erland menyeringai puas, akhirnya mamanya memberikan keadilan untuknya sebagai anak kandung. Erland pun mulai melajukan mobilnya menuju pasar tradisional.

***

Sesampainya di pasar tradisional.

Briel dan mama Erland memasuki pasar, sedangkan Erland menunggu di mobil.

"Briel, Mama akan membeli daging dulu. Kamu tolong belikan sayuran, ini list belanjaannya. Ini akan mempersingkat waktu, kamu juga harus ke tempat melukis mu 'kan?" ucap mama Erland seraya memberikan selembar kertas berisikan catatan belanjaan yang harus di beli.

"Ini beli di mana?" tanya Briel bingung.

"Itu yang jual sayuran banyak! Pilih yang segar," ucap mama Erland seraya menunjuk ke beberapa ruko kecil penjual sayuran.

"Oh, iya," ucap Briel dan bergegas menghampiri salah satu penjual sayuran. Sementara itu, mama Erland pergi ke tempat penjual daging.

"Permisi, Saya mau beli semua yang ada di list belanja ini. Tolong bantu Saya, ya. Saya tak ingin ada kesalahan," ucap Briel. Briel tak ingin mendengar omelan mertuanya jika sampai ada yang terlewat dari belanjaan itu.

"Sebentar, akan Saya siapkan," ucap penjual itu.

Briel benar-benar membeli semua yang ada di list yang kebetulan ada di satu lapak itu. Sisnya yang tak ada di lapak tersebut, Briel mencoba mencarinya di lapak lain.

***

Di mobil.

Erland memejamkan matanya. Dia benar-benar membutuhkan tempat tidurnya yang nyaman. Namun, sepertinya itu takan terjadi. Bagaimana pun, setelah pulang dari pasar dia akan bersiap ke kantor.

Beberapa menit berlalu, Erland baru saja akan benar-benar terlelap. Namun, suara dering ponsel membuatnya merasa terganggu.

Erland mengabaikan panggilan itu. Entah panggilan masuk dari siapa, dia sedang malas menjawabnya. Lagi pula, siapa yang tak ada kerjaan menghubungi orang lain di jam sepagi itu? Pikir Erland.

Lagi-lagi terdengar dering panggilan. Erland menggeram dan mengambil ponselnya. Dia menjawab panggilan itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

'Halo! Jika tak ada yang penting, tenggelamkan saja ponselmu! Menggangguku saja!' pekik Erland .

Untuk sesaat, hanya terdengar suara berisik seperti banyak orang dari dalam telepon.

'Ha-ha-ha... Dasar tak berinisiatif jadi manusia. Itu 'kan kalimat yang pernah ku ucapkan saat itu.'

Erland mengerutkan dahinya mendengar suara tawa seorang wanita begitu keras. Dia melihat layar ponselnya dan menghela napas. Rupanya, Briel lah yang menghubunginya. Erland ingat nomor Briel dia simpan tanpa nama.

'Iya juga, kenapa aku mengikutinya? Tak jelas sekali,' batin Erland.

Erland lagi-lagi menghela napas. Dia berpikir, Briel pasti menjadi besar kepala karena dirinya mengucapkan kalimat yang pernah Briel katakan.

'Cepat kemari! Aku di ganggu preman di sini!'

'Ck! Memangnya apa peduliku? Aku bahkan tak peduli sama sekali, sekalipun kamu di ganggu kawanan serigala,' ucap Erland malas.

'Dia membodohi ku, mana ada preman di sini. Mereka semua sudah di singkirkan oleh pihak terkait yang mengurusi pungutan liar dan sejenisnya,' batin Erland. Dia takan tertipu oleh ucapan Briel. Bagaimana jika Briel ternyata justru mengerjainya.

'Aku serius, tolong aku. Mereka ingin memperkosa ku! Hiks, hiks...'

Erland menghela napas.

'Apa dia menangis? Aku pikir, seumur hidupnya dia hanya bisa terus mengomel,' batin Erland.

Erland mencoba tenang. Dia takan termakan ucapan Briel.

'Kenapa kamu tak memanfaatkan otak di kepalamu untuk berpikir? Cari cara sendiri untuk menyelamatkan dirimu, dan menjauh dari preman itu. Bukankah kamu memiliki seribu ide gila di kepalamu?' ucap Erland malas dan mengakhiri telepon tersebut.

Erland melemparkan ponselnya ke atas dashboard dan kembali memejamkan matanya.

'Aku serius, tolong aku. Mereka ingin memperkosa ku! Hiks, hiks...'

Erland membulatkan matanya setelah belum lama memejamkan matanya, ucapan Briel seakan kembali terdengar di telinganya.

Erland bergegas membuka pintu mobil dan keluar.

'Aku pikir, dia itu komplotan preman juga, ternyata dia di ganggu oleh preman. Dia bilang apa tadi? Preman itu ingin memperkosanya? Heh, dia tak bodoh 'kan? Dia itu gila, dia akan memiliki cara untuk menyingkirkan preman itu, dia tak mungkin pasrah begitu saja 'kan mengingat dia kasar sekali bahkan aku belum melakukan apapun,' gumam Erland seraya berlari mencari Briel ke dalam pasar tradisional tersebut.

Entah apa yang akan dia jelaskan pada orangtua Briel jika sampai hal itu benar-benar terjadi. Satu hal yang pasti, Erland menjadi cemas memikirkan keadaan Briel.