Author note:
Mohon maaf untuk minggu-minggu ini author upnya nggk rutin dulu, author lagi sakit dan masa pemulihan.
terima kasih semua.
"Mau kemana pagi-pagi?" tanya Nathan pada Bintang yang sudah rapi dan wangi.
"Mau ke rumah Bulan," jawab Bintang.
"Ngapain? Lo jangan cari gara-gara lagi ya." Nathan memastikan apa yang akan di lakukan oleh Bintang.
"Enggak, gue mau ngantar Stella sekolah. Gue sekarang jadi papa than." Bintang yang bahagia menggoyang-goyang tubuh Nathan.
"Heh, pusing lo gituin." Natan menepis tangan Bintang.
Bintang tidak menghiraukan Nathan. Ia segera menyalakan mesin mobil milik Nathan dan meninggalkan halamn rumh yang minimalis itu. Ia terlihat sangat bahagia dan bersemangat. Sepanjang perjalanan Bintang tersenyum melupakan sakit yang ia rasakan karena luka-luka kecil karena kaca yang ia dobrak semalam.
Sebelum ia ingin membawa sebuah hadiah buat Bulan dan Stella. Namun ia urungkan saat melihat jam tangn yang melingkar di pergelangan tangan kirinya menunjukkan pukul 06:45. Ia segera menginjak pedal gas dengan kuat.
Tok.. Tok.. Tok..
Bintang mengetuk pintu rumah Bulan dengan perlahan, Namun tidak ada sahutan dari dalam. Dan rumah terlihat sepi saat Bintang mengintip dari jendela. Ia mengira Stellaa dan Bulan sudah pergi. Namun saat Bintang hendak pergi suara dari dalam rumah membuat Bintang berhenti dan mengintip lagi dari jendela.
Saat melihat Bulan menuruni tangga Bintang segera mengetuk pintu lagi.
"Lan, bukain." teriak Bintang setelah mengetuk pintu rumah Bulan.
'Jegrekk."
Bulan membuka pintu itu dan degan hati-hati. Karena bekas kaca yang pecah ada yang menempel.
"Mau ngapain?" tanya Bulan dengan ketus.
"Mau jemput Stella." Bintang terlihat sedikit kebingungan dengan raut wajah Bulan yang pagi-pagi sudah di tekuk.
"Papa," teriak Stella tiba-tiba sembari lari menuruni tangga dan memeluk Bintang.
"Pa, Stella nggak mau sekolah." rengek Stella.
"Kenapa?"
"Stella takut kalau aku sekolah nggak bakal ketemu papa lagi." Stella masih memeluk erat Bintang dan ia sudah menggunakan seragam lengkap. Sedangkan Bulan membuang muka untuk menyembunyikan rasa harunya.
"Stella, sekarang papa sudah disini. Jadi Stella sekolah ya papa yang antar," ucap Bintang.
"Yeeee" seru Stella dengan loncat-loncat kecil di hadapan Bintang.
"Okey, ambil tas dulu. Papa tunggu di sini."
Stella dengan semangat menuju kamarnya dan mengambil tas nya. Dan tidak butuh waktu lama ia kembali dengan wajah yang ceria.
"Lan, kamu nggak ikut?" tanya Bintang pada Bulan yang masih berdiri tak jauh dari tempatnya.
"E--- aku?" Bulan dengan gugup menjawab Bintang.
"Iya, ada yang harus aku bicarain sama kamu." Bintang segera menarik tangan Bulan agar keluar dari rumah.
"Tas.." Bulan belum selesai berbicara Bintang sudah menutup pintu dan menariknya menuju mobil.
Perjalanan menuju sekolah di penuhi celoteh ceria yang duduk di sebelah Bintang, dengan sabar Bintang mendengarkan cerita Stella. Sesekali melirik Bulan yang duduk di belakang dan memperhatikan keramaian lalu lintas. Bintang yang rindu akan waajah manis Bulan tidak percaya akan bertemu lagi dan wajah itu tidak berubah.
"Papa, jangan lihat mama terus. Sekolahan Stella itu." Stella menepuk tangan Bintang, dan menunjuk sebuah gedung yang di penuhi ibu-ibu dan anak-anak kecil.
"Oh maaf," ucap Bintang yang malu. Dan wajahnya berubah merah seperti warna anak babi yang baru lahir.
Bintang memundurkan mobilnya hingga berhenti tepat di depan sekolahan Stella. Bintang membuka pintu untuk Stella dan mengantarkan hingga di depan gerbang. Dan Bulan mengikuti di belakangnya.
"Mamanya Stella nyari sasaran lagi." tiba-tiba suara salah satu ibu-ibu terdengar oleh Bintang dan Bulan. Tatapan sinis di berikan oleh Bintang.
Dan ibu-ibu itu masih berbisik tentang Bulan dan Bintang.
"Kemana ya Dokter yang kemarin kok ganti lagi, kenapa wanita kayak gitu selalu pintar cari mangsa ya."
"Mungkin dokter kemarin sudah habis uangnya, mangkanya dia cari mangsa baru."
Bintang memang terlihat sangat tampan, dan mempesona. Jadi bukan hal aneh jika menjadi pusat perhatian dari semua kalangan.
Bulan yang mendengar percakapan para wali murid itu membiarkannya karena dia sudaj terbiasa. Berbeda dengan Bintang ia segera memberika Stella pada guru yang berjaga di depan gerbang, dan hendak menemui para wali murid itu.
"Wanita tidak tahu diri." gumamnya dengan amarah yang membara, Bulan yang melihag hal itu segera menahannya dengan menarik tangan Bintang. Dan mengajak Bintang untuk meninggalkan tempat itu.
"Mamanya Stella!" panggil salah satu wali murid saat melihat Bintang dan Bulan berjalan melewati mereka.
"Ya," sahut Bulan dan menoleh ke arah segerombolan wali murid.
"Itu baru ya? Dapat dari mana?" tanya salah satu wali murid dengan tatapan merendahkan dan senyuman meremehkan.
"Dia?" Bulan menunjuk ke arah Bintang. "Dia nggak baru, tapi barang lama yang kembali lagi. Karena masih rejeki saya."
Semua para wali murid kebingungan dengan ucapan Bulan, dan melihat mereka pergi. Namun saat hendak masuk kedalam mobil Bulan menoleh dan berkata.
"Dia limited, jadi jangan di anggap remeh."
Bintang melihat tingkah Bulan, hanya tersenyum senang dan membukakan pintu untuk Bulan. Bintang segera menyalakan mesin saat ia sudah berada di dalam mobil.
"Huuft" Bulan menghela nafas panjang saat mobil mulai meninggalkan area sekolahan.
"Kenapa?" tanya Bintang.
"Tidak," jawab Bulan dengan menggeleng kepalanya.
"Maaf," ucap Bintang tiba-tiba.
"Buat apa?"
"Telah membuat mu susah selama ini."
"Lupakan lah." Bulan tidak ingin memikirkan lebih jauh tentang masa lalunya.
Bintang terdiam, ia mencari tempat yang tepat untuk berbicara dengan Bulan. Namun karena ia tidak hafal dengan kota semarang jadi ia hanya berputar-putar, beberapa kali berjalan pelan saat melihat sebuah taman, kedai, restouran atau cafe.
"Kami cari apa?" tanya Bulan.
"Cari tempat untuk berbicara sejenak."
"Kamu sudah sarapan?" tanya Bulan.
"Belum."
"Cari di maps, restoran cinta."
Bintang segera mengikuti instruksi Bulan.
"Ciee nama restorannya mewakili sekali." goda Bintang.
Bulan tidak menanggapi. Ia melihat ke arah jalan raya. Bintang merasa malu karena godaannya tidak di respon baik oleh Bulan. Ia memilih diam dan mengikuti rute yang di arahkan oleh maps.
Terlihat dalam maps masih 15menit lagi. Dan dalam perjalan hanya di temani suara music dalam mobil. Sedangkan Bulan sesekali melihat ponselnya. Bintang beberapa kali menoleh ke arah Bulan. Namun sikap dingin yang di dapatka oleh Bintang. Dan ia menghela napas untuk lebih bersabar untuk sampai di restoran.
15menit kemudian. Mobil sudah memasuki parkiran, terlihat pengungunjung yang terlihat elit. Memakai jas dan kemeja panjang karena memang terletak di pusat kota dan berdekatan dengan hotel dan perkantoran.
"Kenapa kamu pilih disini?" tanya Bintang yang merasa heran, karena ia tahu selera Bulan bukan seperti ini.
"Hanya ada di sini makanan yang sesuai dengan lidah dan perutmu." Bulan berjalan meninggalkan Bintang beberpa langkah lebih cepat.
Merka datang dan di sambut oleh para pelayan yang ramah. saat menyodorkan Menu Bintang meminta Bulan memilih terlebih dahulu. Dan Bulan hanya memilih satu gelas minuman.
"Nggak makan?"
Bulan menggelengkan kepalanya.
Dan Bintang mengikuti Bulan. Ia hanya memesan coffe late hangat.
"Nggak makan?"
Bintang menggelengkan kepala.
Bulan segera menambahkan pesanan 2 porsi makanan pada pelayan itu. Dan pelayan meninggalkan meja Bulan dan Bintang.