Apa yang ku pikirkan, dia kan memang egois, memangnya siapa aku ini? Hingga dia memedulikan aku. Aku mencebikan bibir.
"Kamu makin jelek kalau cemberut gitu," ledek Roni.
"Sudah ya, saya pulang dulu,"
"Iya," jawabku pendek.
Roni membuka pintu mobilnya. Kakinya hampir masuk mobil. Lalu aku memanggilnya.
"Pak--"
Roni menoleh ke arahku. "Ada apa lagi?"
"Saya cuma mau bilang, makasih pak,-" bagaimanapun juga dia tadi sudah menolong ku. Andai dia tidak ada mungkin aku,-
Roni tersenyum. Tapi beberapa detik kemudian dia memasang wajah galak, "lain kali jangan merepotkan saya lagi,"
Ah sial! Kenapa juga aku harus berterima kasih padanya. Menyebalkan sekali.
Bukankah semua ini terjadi, karena aku disuruh lembur olehnya. Jika tidak aku sudah kencan romantis dengan kekasihku Adit. Dasar tidak tau terima kasih.
"Semua ini kan terjadi karena bapak suruh saya lembur," aku mendengus kesal. Lalu berbalik badan dan berjalan meninggalkannya.
Aku membanting pintu kostku kasar. Aku rebahkan badanku di kasur.
"Maunya apa sih itu orang? Kadang baik, kadang ngeselin,"
"Menyebalkan…" umpatku.
Mungkin aku terlalu lelah, hingga aku tidak sadar tertidur dalam keadaan belum mandi, dan masih memakai baju kerja.
Padahal biasanya aku selalu tidur dalam keadaan bersih dan wangi. Tapi kali ini aku tidak peduli. Badanku lelah, aku juga tidak enak badan.
***
Mungkin karena kelelahan. Aku jadi mimpi aneh tentang Roni. Dalam mimpiku Roni sedang mabuk jadi terpaksa aku yang menyetir. Padahal sudah lumayan lama aku tidak mengemudi mobil. Apalagi pada saat malam-malam seperti ini.
Aku heran atau curiga lebih tepatnya. Seorang Roni yang aku kenal kalem apa benar bisa pergi ke club malam lalu mabuk-mabukan?. Atau mungkin seiring berjalannya waktu seseorang bisa berubah. Setidaknya itu yang terjadi sekarang.
"Lagi juga ini manusia mau aku buang ke mana coba?" desisku kesal memukul stir mobil.
Lalu aku menepikan mobil. Kuputuskan menelepon Tante Reni.
"Halo Tante, Tante di rumah nggak ya?" tanyaku.
"Iya Tante di rumah, ada apa ya?" Tante Reni bertanya penasaran.
"Aduh, gimana nih Tan? Roni lagi mabuk berat ini Tan," jelasku gugup.
"Jangan pulang ke rumah ya!" cegah Tante Reni.
"Tolong bawa Roni ke apartemen dekat sekolah SMA kalian itu ya, kuncinya ada di tas Roni!" Ujar Tante Reni mengakhiri pembicaraan.
Akhirnya kami sampai di apartemen. Aku pun segera memarkirkan mobil, lalu memapah Roni ke kamarnya.
"Aduh berat banget ini manusia, banyak dosa kali ya?" gerutuku.
Sementara ia belum tersadar karena mabuk berat. Kalau sadar sudah dimaki-maki aku olehnya.
Karena apartemennya kosong, jadi aku langsung membaringkannya ke kamar. Tapi rasanya aku tidak mampu meninggalkannya dengan kondisi badan seperti ini. Badan tengkurap dan masih menggunakan sepatu lengkap dengan jas.
Entah karena kasihan atau jiwa perfeksionisku yang membuatku tertahan disini. Aku berjalan menghampirinya, terlentangkan badannya. Lalu aku buka sepatu dan jas nya.
"Huek!!!" tiba-tiba saja Roni bangun lalu muntah tepat di dadaku. Terang saja bajuku menjadi kotor . Apalagi bau alkohol begitu menyeruak ke dalam hidungku. "Gawat!" Aku tidak bisa pulang dalam keadaan seperti ini.
"Apa yang akan tetangga pikirkan kalau Aku pulang sekarang?"
"Arrg!" ya ampun kenapa malah jadi muntah di badan aku sih?" keluhku mengepalkan kedua tangan dengan kesal.
Ku seka badannya lalu aku ganti bajunya. Setelah itu aku akan mandi dan berganti baju juga. Tapi apa ada baju wanita disini? Aku mencoba mencari baju di lemari. Aku beruntung karena menemukan sebuah gaun disini.
Syukurlah, mungkin ini baju Rena, karena postur tubuhnya hampir sama denganku, ku raih dengan raut wajah gembira.
Aku bertambah yakin bahwa aku tak akan pulang malam ini.
Aku berkaca di cermin kamar Roni, seakan tak percaya pada apa yang aku kenakan saat ini. Short dress setengah paha berwarna hitam blink-blink. Dengan belahan dada rendah serta belahan punggung rendah pula.
Dan sepertinya aku harus menginap disini malam ini, aku takut pulang!
Lagipula kalau aku pulang selarut ini tetangga akan menjadikanku bahan pergunjingan mereka sepanjang hari.
"Ah sudahlah aku akan mandi terlebih dahulu." Aku bermonolog sambil melangkah ke kamar mandi.
***
Aku selesai mandi. Hemgh badanku segar kembali. Saatnya aku tidur di sofa.
Tiba-tiba terdengar suara Roni berteriak.
"Ma,Mama!" Dia berteriak.
Aku mendekatinya. Perlahan dia membuka matanya. Dia melihatku dengan tatapan aneh sekali. Tidak seperti biasanya. Dan itu membuatku takut dan tidak nyaman.
"Ron, Roni?" tanyaku sedikit takut sambil mengibas-ngibaskan tangan ke arah wajahnya. Entahlah. Tatapannya lain dan menakutkan.
Dia melihatku seperti orang yang baru saja melihat film dewasa. Dan melihatku seperti bukan sekretarisnya tapi kekasih yang sedang haus akan kasih sayang.
"Oh astaga! tentu saja, dia sedang mabuk!" Gumamku panik sambil menutup mulutku.
Lagipula saat ini aku memakai baju dengan belahan rendah.
Sesegera mungkin aku balik badan dan menutupi dadaku. Aku mencoba kabur ke kamar mandi, karena kalau tidak dia bisa memangsaku malam ini.
"Kamu cantik malam ini." Katanya, sambil tersenyum nakal.
"Aduh gawat!" Aku melangkah pergi.
Tiba-tiba dia menarik tanganku. Lalu memelukku dari belakang.
"Pak Roni, jangan Pak!" kataku mengelak bercampur takut.
"Ini saya pak, Nadia!" jelasku parau.
Sepertinya setan telah merasukinya. Tak ia hiraukan suaraku.
Dia mulai mendudukan paksa aku di pangkuannya, setelah itu membaringkanku secara kasar. Badannya yang kekar menindihku .
Dia memejamkan mata. Napasnya terengah-engah terasa begitu bernafsu sekali di telingaku. Aku mulai menangis dan memohon agar dia melepaskan aku. Tapi semakin aku melepaskannya, semakin kuat usahanya melemahkanku.
Badanku yang mungil rasanya tak mampu melawan badannya yang seperti atlet gulat.
Dulu aku sempat jatuh cinta pada Roni saat SMA. Tapi kini tidak. Dia bukan Roni yang aku kenal dulu. Jauh berbeda 180°
Lagipula saat ini aku sudah punya pacar,
Lagipula ini bukan cinta, karena ia sedang mabuk saja. Jadi terbawa nafsu. Tangisku makin keras. Aku meronta. Aku memukul-mukul dadanya yang bidang.
Dia mendekapku begitu erat, hingga rasanya seluruh badanku terasa sakit.
"Lepasin aku!" teriakku kencang sambil menangis.
"Pak Roni hentikan!!!" Teriakku pedih
Sakit sekali rasanya. Alih-alih kasian Roni terus memaksaku memenuhi hasratnya. Hari ini aku melihat Roni bukan seperti Roni yang aku kenal selama ini.
Jangankan beringas begini. Melihatnya menggoda wanita saja tidak pernah. Biasanya dia begitu cuek, dingin bagaikan lemari es, ia juga ketus sekali padaku.
"Pak Roni kamu lagi mabuk lepasin saya !" Pintaku melepaskan diri.
Dengan sigap dia membungkam mulutku, lalu bibirnya mendekati bibirku. Dan akhirnya melumatnya dengan sangat kasar.