"Gara-gara lo, Dewi jadi terus ngejauhin gue."
Aku mengacak rambutku dengan jengkel. Kenapa baru sampai sekolah sudah dihadang seperti ini sih? Lagian untuk apa aku tahu tentang Dewi yang menjauhi dia? Itu kan bukan urusanku.
Oke, mungkin aku memang sedikit bersalah karena pernah mengatakan tidak mau berurusan dengan seorang kakak kelas dan Dewi langsung menyimpulkan kakak kelas yang dimaksud adalah Rian, tapi bukan berarti aku yang menjadi penyebab Dewi jadi menjauhi Rian kan? "Emang di mana letak kesalahan gue?"
Rian menunjukku dengan raut yang masih terlihat marah, "Lo pasti udah ngejelekin gue kan di depan Dewi? Jangan main-main deh sama gue, apa lo belum tahu kalau gue anak polisi?!"
Kalau anak polisi lalu kenapa? Rio yang dipercaya oleh kapolres Jakarta Timur saja baru mau membahasnya saat aku bertanya, "Emang setinggi apa sih jabatan ortu lo? Yakin bangat kayaknya mau ngancam-ngancam gue gini."
"Nyokap gue tuh punya jabatan yang cukup tinggi di polres Jakarta Timur, lo nggak tahu kan?"
Salah satu alisku terangkat mendengar ibunya Rian ternyata juga bekerja di polres Jakarta Timur. Hmmm.... menarik, aku jadi ingin mencoba memanfaatkan koneksi yang Rio punya, "Oh, apa jabatannya lebih tinggi dari kapolres? Gue kenal dan dipercaya oleh kapolres Jakarta Timur loh."
Rian tertawa mengejek, "Lo pikir gue percaya? Jangan ngawur! Lo nggak bisa kasih ancaman yang sama untuk buat gue takut tahu!"
"Nggak percaya? Gimana kalau kita langsung ke kantornya sekarang? Gue nggak keberatan jika lo minta bukti saat ini juga," dengan percaya diri aku menatap Rian sambil memberikan senyum penuh kemenangan.
Aku tidak mengenal siapa yang mempunyai jabatan kapolres, hafal namanya juga tidak, tapi dia bisa salah mengenaliku sebagai Rio kan? Aku akan memenangkan perdebatan ini walau Rian menyeretku ke polres Jakarta Timur sekarang juga.
Berhubung dia yang memulai perbuatan pengecut dengan memanfaatkan jabatan orang tua, aku merasa harus melakukan hal serupa untuk membuatnya menyerah. Lagian Rio juga sudah menyuruhku melakukannya jika terlibat masalah, jadi mustahil aku diprotes.
"Ck, awas aja lo ya! Gue pasti bakal kasih pelajaran biar lo nyesel."
Melihat Rian dan gengnya pergi menjauh, aku menghela napas lega. Sejujurnya aku tak bisa berantem memakai kekerasan seperti Rio, rasanya begitu melegakan dapat memenangkan perdebatan dengan cara seperti ini.
Tapi jelas ini bukan akhir dari aksi Rian. Apa lebih baik aku meminta Rio berpura-pura menjadiku lagi untuk cari amannya?
Ya sudahlah, nanti aku bicara pada Rio saja untuk mencari solusi yang tepat. Sekarang lebih baik aku ke kelas sebelum bel masuk berbunyi.
"Leo."
Dengan terkejut aku menepis tangan yang secara tiba-tiba menyentuh bahu kananku kemudian melihat orang yang berdiri di belakangku dengan waspada, "Franda... jangan ngagetin dong."
Gara-gara Rian yang mencoba membuatku takut dengan menghadang membawa empat temannya, aku pun terlalu berhati-hati. Aku kembali bernapas lega setelah mengetahui yang menegur ternyata Franda.
"Ma- maaf jika ngagetin."
Iya, kamu terlalu mengagetkan, Franda. Jantungku rasanya mau berhenti berdetak saking terkejutnya tahu! "Kenapa tegurnya pakai acara pegang bahu sih?"
Pandangan Franda mengarah ke tempat tadi Rian berada, "Maaf, tadi aku nggak sengaja dengar dan lihat apa yang Kak Rian lakukan padamu."
Aku tersenyum bangga. Pasti terlihat keren ya aku bisa mengatasi lima orang yang berniat melabrak seperti tadi?
"Leo benar-benar mengenal papaku?"
"Apa?"
"Kapolres Jakarta Timur, dia papaku."
Ohh... ternyata Franda anak kapolres Jakarta Timur, "Eh, tunggu, ini serius? Franda anak kapolres Jakarta Timur?"
Melihat Franda mengangguk membuatku ternganga. Kok bisa sih? Rio mengatakan dijodohkan dengan anak kapolres Jakarta Timur, dan anak kapolres itu ternyata Franda? Apa mereka jodoh sampai dipersatukan dengan cara seperti ini?
"Tunggu dulu, jangan-jangan Leo merupakan orang yang mau dikenalkan denganku ya?"
Secepat mungkin aku menggeleng mendengar pertanyaan yang Franda ajukan dengan raut terkejut, "Aku nggak kenal papamu kok. Yang mau dikenalkan denganmu justru Rio."
"Siapa?"
"Rio. Rio Arizki, kembaranku," jawabku sedetail mungkin agar dapat mengerti dengan mudah. Dan tentu saja jawaban ini menghasilkan reaksi syok yang lebih lagi dari ekspresi wajah Franda.
Diperkenalkan dengan orang yang disukai untuk dijodohkan memang sesuatu yang di luar bayangan. Aku bahkan tidak pernah memikirkan kemungkinan semacam ini dapat terjadi.
"Karena Papa mengatakan mau mengenalkanku dengan orang kepercayaannya, kupikir orang itu teman sekantor Papa dan jauh lebih tua dariku."
Aku mengangguk setuju. Ini memang pemikiran lumrah dari seorang anak perempuan. Siapa saja yang mendengar kata 'orang kepercayaan' secara naluriah beranggapan orang itu sudah lama bekerja sampai mendapat pengakuan secara khusus.
Dan setelah mengetahui orang kepercayaan ini ternyata seumuran dan sudah dulu dikenal, terlalu mengejutkan untuk diterima, "Aku juga nggak ngerti kenapa Rio bisa dapat kepercayaan dari orang yang punya jabatan tinggi."
Franda menunduk, tapi aku masih menangkap senyum senang terlukis di wajahnya, "Ternyata Rio ya?"
Dia pasti merasa sangat senang ya? Aku ikutan tersenyum, lega setelah mengetahui perempuan yang dijodohkan dengan Rio adalah Franda, "Berarti kamu mau menerimanya ya?"
Melihat wajah Franda bersemu merah, aku terkikik geli, "Akan kurahasiakan ini biar Rio juga terkejut saat tahu siapa yang dijodohkan dengannya."
♔
"Leo dan Franda ternyata dekat ya? Aku baru tahu."
Aku mengangguk mendengar gumaman Andre yang duduk di samping kiriku, "Nggak dekat-dekat bangat kok. Franda suka kembaranku, dan aku tergoda buat mereka pacaran."
"Kok bisa Franda suka sama kembaranmu? Mereka udah saling kenal emangnya?"
"Mereka pernah ketemu, dan aku udah mengonfirmasi yang Franda sukai adalah Rio, bukan aku."
Pandangan Andre berpaling ke arah lain, "Ternyata dia udah suka orang lain ya? Sayang sekali, padahal dia tipeku."
Aku ikut mengalihkan pandangan untuk tahu apa yang sedang dilihat oleh Andre. Disalah satu bangku kantin ada Franda yang sedang bersama temannya, "Kamu suka Franda? Aku nggak bakal mendukungmu."
"Dia kan yang paling cantik di kelas kita, Leo nggak tertarik padanya?"
Franda memang cantik sih. Punya tubuh yang tergolong tinggi, berwajah oval, selalu memberikan senyum yang membuatnya terlihat mudah bersahabat, secara keseluruhan dia adalah tipe yang cukup memanjakan mata lawan jenisnya. Tapi aku tidak punya rasa tertarik untuk menjadikan sebagai pacar.
Aku lebih suka dengan perempuan yang memiliki wajah imut, jadi biarkan Franda untuk Rio saja, "Dia cukup menarik, tapi aku nggak sampai dibuat jatuh cinta padanya."
"Jadi Franda udah jadi milik kembaranmu ya? Jika wajahnya sangat mirip denganmu, dia serasi sih jadi pacar Franda."
Mereka berdua memang terlihat serasi dan begitu cocok. Kapan ya mereka dapat bertemu lagi? Aku tidak sabar menanti reaksi terkejut Rio saat mengetahui identitas perempuan yang dijodohkan dengannya.
"Leo, kau ada masalah dengan Rian?"
Mendengar Andre yang bertanya memakai suara yang jauh lebih pelan membuatku menatapnya dengan heran, "Ada apa dengan Rian?"
Andre memberi isyarat mata agar aku menatap bangku kantin lain. Rian dan gengnya sedang duduk di satu meja yang sama sambil menatapku dengan sinis, "Oh, dia tadi menyalahkanku gara-gara Dewi ngejauhin dia."
"Tapi kau nggak apa-apa kan? Kayaknya dia masih ingin cari masalah, lebih baik hati-hati. Untuk sementara jangan sendirian selama di sekolah, takutnya dia merencanakan sesuatu yang berbahaya."
Aku tahu. Tadi saja dia sudah mengatakan ingin memberi pelajaran untukku. Tentu aku sangat paham pelajaran macam apa yang mau dia berikan.
Andai hari ini aku bertukar identitas dengan Rio, mungkin aku tidak perlu meningkatkan kewaspadaan sampai jam pulang nanti. Jika sudah begini, aku cuma bisa menunggu hari esok untuk minta tolong agar Rio mau bertukar identitas selama di sekolah dan memintanya mengurus masalah Rian.