Walau sudah diperbolehkan pulang setelah dirawat di rumah sakit selama dua hari satu malam, Leo sempat menolak pulang cepat karena ingin berpamitan pada Rizal yang masih tidur dulu.
Albert yang mengerti dengan rasa khawatir Leo memilih untuk tetap berada di rumah sakit agar sang anak mau dibujuk sampai mau diantar pulang ke rumah.
Sebenarnya tanpa membujuk-bujuk Leo sekalipun, Albert juga berniat untuk menghabiskan waktu lebih lama di rumah sakit. Dia merasa sangat bertanggung jawab menanggung semua keperluan Rizal selama masih dirawat.
Setelah menyelesaikan segala macam administrasi rumah sakit, Albert memutuskan untuk pergi ke kamar rawat Rizal, memastikan paman yang terus Leo khawatirkan sudah bangun dari tidurnya.
Tepat di depan kamar rawat, ada seorang wanita yang sedang bicara dengan anak kecil. Wanita yang sudah Albert ketahui sebagai istri Rizal.
"Maaf karena sebelumnya saya belum memperkenalkan diri, saya Diana. Dan terima kasih banyak sudah membiayai perawatan suami saya."
Melihat Diana yang sampai membungkukkan tubuh untuk mengucapkan terima kasih setelah mereka berdiri berhadapan, Albert lansung kikuk, "Justru saya yang seharusnya meminta maaf karena suami Anda sekarang harus dirawat seperti ini setelah menolong anak saya."
Diana menatap pintu kamar rawat 402A yang tertutup, "Anda tidak perlu meminta maaf."
Bahkan permintaan maaf pun ditolak. Leo ternyata sudah mengenal orang yang sangat baik ya? Albert semakin merasa bersalah hanya bisa membalas perbuatan baik Rizal dalam skala yang sangat kecil.
Padahal jika Rizal menuntut macam-macam, Albert rela memberikan apa saja. Bagaimana pun Rizal telah menyelamatkan nyawa Leo, wajar Albert sampai mau melakukan apapun.
Tapi justru Rizal sungkan menerima tawarannya. Walau memang berniat menolong tanpa pamrih, Albert tatap saja merasa harus membalas jasanya.
"Kalau begitu saya pamit pulang dulu."
"Ah, apa perlu saya panggilkan taksi?" secara spontan Albert kembali menawarkan bantuan.
Diana menggeleng perlahan, "Tidak perlu, terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu. Ayo, Nes!"
"Sampai jumpa lagi, Om. Terima kasih sudah membantu Ayah."
Setelah membalas lambaian tangan dari anak yang digandeng Diana, Albert memijit pelipisnya. Ada apa dengan pasangan suami-istri ini sih? Padahal biasanya Albert sering menghadapi orang-orang yang ingin memanfaatkan kekayaan yang ia punya, tapi kali ini malah menghadapi kebalikannya.
Ini membuat Albert ingat pada anak yang gagal diadopsi olehnya. Karena terus menolak ditawari membeli sesuatu, Albert harus membelinya duluan agar tidak ditolak lagi.
Apa kali ini Albert coba melakukan hal yang sama juga? Sepertinya patut dicoba. Tapi sebelum memikirkan pemaksaan macam apa yang mau dilakukan, Albert masih harus menanyakan keadaan Rizal saat ini.
Setelah mengetuk pintu, Albert masuk ke kamar rawat. Ada Rizal yang masih berbaring di atas tempat tidur, tapi tidak dalam keadaan tertidur seperti saat Leo mencoba datang ke sini tadi pagi. Rizal sudah membuka mata dan sedang menatap ke arahnya.
Albert duduk di kursi yang berada di samping ranjang rawat, "Bagaimana keadaan Anda sekarang?"
Rizal tersenyum, "Saya sudah jauh lebih baik. Pak Albert tidak perlu datang ke sini hanya untuk melihat keadaan saya."
Ada rasa tanggung jawab yang membuat Albert bahkan ingin terus menjenguk sampai Rizal diberi izin pulang dari rumah sakit, "Saya sedang tidak ada pekerjaan di kantor kok. Dan saya juga merasa bersalah sudah membuat Pak Rizal tidak dapat bekerja karena sedang dirawat."
"Kantor saya sudah memberi izin, Pak Albert tidak perlu merasa bersalah."
"Oh ya, anak saya ingin minta maaf tidak bisa pamit pada Pak Rizal karena Anda tadi sedang tidur."
Rizal menggeleng perlahan, "Tak apa, yang penting dia sekarang sudah bisa kembali pulang dengan selamat. Oh ya, saya juga harus mengucapkan terima kasih juga karena anak Anda yang lain katanya mendonorkan darah ke saya ya?"
Rio memang langsung mengajukan diri setelah mendengar dokter yang mengatakan rumah sakit sedang tidak memiliki stok golongan darah AB. Albert yang golongan darahnya berbeda langsung menghela napas lega karena Rizal dapat tertolong dengan cepat.
Hanya saja masih ada yang membuat Albert merasa penasaran, dia benar-benar bingung kenapa Rizal terlalu perhatian pada Leo. Kan aneh bisa menyayangi anak orang lain. Ah, tunggu, Albert juga mengalami hal yang sama. Dia sayang pada Rio walau tahu Rio bukanlah anak kandungnya.
Setelah pada akhirnya mengerti dengan yang dirasakan Rizal, Albert tersenyum, "Benar, tapi saya yang seharusnya banyak mengucapkan terima kasih karena sudah sangat baik dan juga menyayangi anak saya."
"Anda beruntung bisa memiliki anak seperti Rio."
"Iya, saya memang sangat beru–" Albert menghentikan ucapannya saat menyadari ada sesuatu yang salah, "Rio?"
Rizal mengangguk, "Rio pasti sudah menjadi anak yang baik kan? Saya senang setelah tahu Anda yang telah mengadopsinya."
Bagaimana Rizal tahu tentang Albert yang mengadopsi Rio -meski gagal-? Dokter yang mau mengambil darah Rio untuk didonorkan hanya menanyakan identitas saja tanpa tahu Rio bukan anak kandung Albert.
Dan lagi yang Rizal kenal adalah Leo, lalu Leo juga tidak mungkin menyamar atau mengakui Rio sebagai saudara angkat. Leo sangat keras kepala mengakui Rio sebagai saudara kembar.
Apa ada semacam kesalahpahaman yang terjadi? Albert mencoba mendeskripsikan kejadian sesuai yang diketahuinya, "Yang mendonorkan darah pada Anda memang Rio, anak angkat saya. Dan saya mempunyai anak kandung bernama Leo, dia yang telah Anda selamatkan."
Bola mata Rizal membulat terkejut, "Apa?"
Albert menghela napas, ternyata wajah kembar kedua anaknya telah menyebabkan kesalahpahaman, "Rio dan Leo punya wajah yang sangat mirip seperti saudara kembar. Sepertinya Pak Rizal telah salah mengenali Leo sebagai Rio."
"Mirip?"
Albert mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk menunjukkan sebuah foto. Foto Leo dan Rio yang sedang duduk bersama. Leo sedang berpose piece sambil tersenyum cerah, sedangkan Rio menunjukkan gestur kaku dengan senyum gugup.
Dengan gerakan cepat Rizal mengambil posisi duduk di atas ranjang rawat sambil mengambil alih ponsel dari tangan Albert untuk bisa melihat foto dengan lebih jelas, "Bagaimana bisa? Kenapa mereka bisa sangat mirip?"
"Aku juga terkejut saat pertama kali melihat Rio. Aku sama sekali tidak menyangka ada anak lain yang begitu mirip dengan anakku."
"Jadi yang kukenal selama ini dan yang sudah kuselamatkan adalah anak kandung Anda?"
Albert mengangguk, "Namanya Leo."
Jari tangan Rizal men-zoom foto ke arah anak yang menatap kamera dengan senyum gugup. Jika yang sedang tersenyum cerah bukanlah anaknya, maka yang ini adalah anak yang benar-benar ingin ia temui, "Syukurlah Rio tidak terluka."
Mendengar ucapan itu membuat Albert semakin bingung. Kenapa Rizal mendadak bersyukur mengenai keselamatan Rio? Tapi dibanding menanyakan ini, Albert memutuskan untuk menanyakan sesuatu yang lebih membuatnya penasaran, "Kenapa Anda mengetahui tentang Rio? Apa Leo menceritakannya?"
Rizal mengembalikan ponsel Albert sambil tersenyum simpul, "Saya tahu karena saya adalah ayah kandung Rio."
Albert menjatuhkan ponsel yang baru saja berada di tangannya, syok. Rizal adalah ayah kandung Rio? Bagaimana bisa? Saat berniat mengadopsi, dia sudah diberitahu kalau Rio masih memiliki orang tua, bahkan dia pun sudah memegang salinan akta lahir Rio beserta sebuah kartu keluarga, tapi Albert belum sempat mengecek nama orang tua yang tertera di dua dokumen penting itu. Dia benar-benar tidak menyangka bisa dipertemukan dengan ayah kandung Rio dengan cara seperti ini.
"Pak Albert, ponsel Anda jatuh," Rizal panik melihat ponsel belasan juta milik Albert menghantam lantai rumah sakit dengan cukup keras. Tapi karena posisinya sedang duduk di atas tempat tidur, Rizal tidak bisa membantu mengambilkannya.
Albert sama sekali tidak peduli pada ponsel itu, dia lebih peduli dengan anak yang sudah sangat disayanginya, "Anda benar-benar orang tua kandung Rio?"
Rizal yang sedang menunduk menatap ponsel kembali mengarahkan pandangan ke Albert, "Ah, mungkin terlalu mengejutkan ya tiba-tiba mengaku sebagai ayah kandung Rio? Anda pasti tidak langsung percaya."
Memang terlalu mengejutkan, ingin Albert pulang ke rumah detik ini juga lalu membaca nama orang tua yang berada di akta kelahiran Rio untuk membuktikan kebenarannya.
Rizal dan Rio memang memiliki beberapa kemiripan sih. Seperti cara mereka tersenyum, dan juga sifat yang tidak mau merepotkan orang lain. Tatapi Albert ingin bukti pasti.
Dalam kondisi seperti ini memang tidak mungkin Rizal berbohong. Jika sejak awal ada niat menipu Albert, pasti lebih mudah melibatkan Leo saja. Malah terasa merepotkan jika yang dilibatkan adalah anak yang belum Rizal kenal.
"Bagaimana kalau saya menceritakan tentang Rio yang bisa sampai dititipkan di panti asuhan Kasih Mulia? Anda bisa langsung bertanya pada pihak panti jika merasa ragu."
Walau Albert bisa saja menelepon Laila yang sedang berada di rumah untuk membacakan nama orang tua Rio di akta lahir, Albert memilih membiarkan Rizal menceritakan masa lalu Rio.
Setelah mengambil ponsel yang jatuh, Albert mendengarkan dengan seksama semua yang diceritakan oleh Rizal. Dan semuanya sangatlah sama seperti yang sudah diceritakan oleh pihak panti. Tidak ada yang berbeda. Justru Albert sekarang mendapatkan penjelasan yang jauh lebih rinci.
Jika yang bercerita merupakan orang yang mengalami sendiri, terasa sekali emosi yang diberikan bahkan sampai detail-detail terkecilnya.
Rizal mengakhiri ceritanya dengan sebuah senyum sedih, "Saya senang Rio sudah mendapatkan orang tua yang jauh lebih baik dari saya. Terima kasih karena sudah mengadopsinya."
"Ah, saya tidak mengadopsi Rio kok. Saya hanya mengambil tanggung jawab untuk membesarkannya sampai Rio memiliki pekerjaan sendiri."
Rizal mengerutkan dahi dengan bingung, "Anda tidak mengadopsinya?"
Albert mengangguk sambil menunjukkan ekspresi yang tak kalah sedih dari yang sudah Rizal tunjukkan, "Karena agama saya berbeda dengan Rio, saya tidak bisa mengadopsi secara legal. Tapi karena saya dan istri saya sudah begitu sayang padanya, kami mencari cara lain untuk membesarkan Rio."
Rizal tidak mengatakan apa-apa setelah mendengar ucapan itu, sedangkan Albert juga tidak tahu harus bicara apa lagi. Suasana di ruang rawat seketika berubah menjadi canggung.
Karena suasana terus sunyi dan menciptakan ketegangan yang sangat tidak diperlukan, Albert memutuskan kembali bicara, "Apa Anda ingin bertemu dengan Rio?"
Rizal yang sedang menunduk langsung menatap Albert, ada ekspresi bahagia yang tergambar jelas di wajahnya, "Apa boleh?"
Tentu saja boleh. Rizal adalah orang tua kandung Rio, Albert tidak punya hak memberi larangan apapun. Tapi Albert tahu konsekuensi yang ditanggungnya jika dua orang itu dipertemukan. Dia pasti akan kehilangan Rio.
Laila pasti sangat sedih jika mengetahui hal ini, tapi Rio berhak menemui orang tua kandungnya. Albert mencoba menenangkan diri sejenak sebelum akhirnya menghubungi Rio untuk datang ke rumah sakit.