Chereads / L/R / Chapter 10 - 9.L

Chapter 10 - 9.L

Mendengar kamu baru sadar dari keadaan yang membuat tubuhmu mengalami koma selama tiga minggu sangatlah membingungkan dan sulit dipercayai.

Tidak terasa ada begitu banyak waktu yang sudah kulewati, bahkan tidak ada sedikit pun rasa sakit yang dialami oleh tubuhku saat ini. Dokter yang merawatku bahkan ikut terkejut saat aku mengatakan hal itu.

Padahal aku sempat tidak sadarkan diri dalam rentan waktu yang cukup lama, tapi anehnya tidak ada efek mati rasa walau terus-menerus berada di posisi tiduran selama tiga minggu karena mengalami koma.

Bahkan aku bisa menggerakkan tubuhku dengan sangat leluasa. Jika tidak ditahan oleh sang dokter, aku pasti sudah mencoba berlarian di lorong rumah sakit sekarang.

"Dok, tolong jangan bilang pada Mama dan Papa kalau aku udah sadar ya? Aku ingin buat kejutan dengan tiba-tiba pulang ke rumah."

Dokter laki-laki yang merawatku mengernyitkan dahi dengan heran, "Saya tidak mengizinkanmu pulang ke rumah saat ini. Kamu harus melewati beberapa pemeriksaan dahulu."

"Kalau dokter nggak izinin, besok aku akan kabur pulang ke rumah menggunakan taksi."

"Jangan lakukan hal yang aneh-aneh, orang tuamu bisa khawatir jika kondisimu semakin memburuk."

Bibirku mengerucut tidak terima, padahal kan aku ingin membuat kejutan setelah melewati masa koma, "Aku baik-baik aja kok. Lagian lebih baik dokter memberiku izin pulang dibanding aku kabur dari rumah sakit kan?"

Mendengar ancaman dariku membuat Pak dokter memijit pelipis dengan ekspresi pasrah, "Baiklah, sekarang kamu harus diperiksa secara menyeluruh dulu, baru besok bisa langsung pulang ke rumah jika tidak ada hal serius yang terjadi."

Aku langsung menyunggingkan senyum senang mendengar ucapan itu, "Makasih banyak, dok."

Setelah melewati berbagai macam pengecekan, hasil yang diperoleh tetap saja mengatakan kondisiku sangatlah stabil. Tidak ada efek berbahaya yang diterima tubuhku.

Jadi besoknya aku bisa dilepaskan pulang dengan wajah tenang sang dokter, bahkan aku sampai dipanggilkan taksi segala.

Kalau dipikirkan baik-baik, kondisi tubuhku aneh juga ya? Apa aku memang sudah sehat? Padahal aku telah mengalami kecelakaan dan juga koma, tapi dokter tidak menyuruhku kembali dan melakukan pengecekan lagi.

Terserahlah, yang penting sekarang aku bisa memberi kejutan pada Mama dan Papa. Pasti mereka kaget sekaligus senang melihatku pulang dalam keadaan sudah sehat.

Setelah diantar taksi sampai rumah, aku berjalan ke arah pintu masuk di mana ada Pak Rahmat yang sedang berdiri di dekat mobil yang terparkir, "Pak Rahmat! Apa kabar, Pak?"

Pak Rahmat terlihat terkejut saat aku menyapanya, "Den Leo? Kenapa Anda ada di sini? Anda sudah sehat?"

Aku mengangguk dengan senang, "Iya, aku mau buat kejutan untuk Mama dan Papa. Dokter udah mengizinkanku pulang kok."

"Saya senang Anda sudah sehat, tapi Den... Ah, bagaimana kalau saya antar ke rumah sakit lagi? Den Leo seharusnya lebih banyak beristirahat."

"Aku kan bisa istirahat di rumah. Kalau balik ke rumah sakit lagi, yang ada aku malah kecapean loh. Ya udah, Pak Rahmat tolong bayarin dulu taksi yang mengantarku ya? Aku sekarang mau menemui Mama dan Papa."

"Tapi Den–"

Aku berjalan memasuki rumah dengan heran, kenapa Pak Rahmat terlihat seperti ingin menghalang-halangi sih? Aneh.

Tanpa mau memusingkan tingkah tidak biasa Pak Rahmat, aku berjalan menuju ruang makan dengan bersemangat. Mama dan Papa pasti sedang sarapan sebelum berangkat kerja, akan kubuat mereka terkejut dengan kepulangan tiba-tiba ini.

"Papa, Mama, aku pul-... eh?" aku terpaku melihat di ruang makan tidak hanya ada Mama dan Papa saja, ada orang lain yang duduk satu meja dengan mereka. Wajah orang itu sangat mirip denganku.

Keningku mengernyit bingung, apa aku sedang mengalami halusinasi? Perasaan tadi dokter sudah mengkonfirmasi kondisi seluruh tubuhku tidak bermasalah sedikit pun, seharusnya tidak ada yang salah juga kan dengan mataku? "Siapa dia?"

Mama berdiri kemudian berjalan mendekatiku, "Kenapa kamu sudah pulang, Leo? Sejak kapan kamu sembuh? Kenapa tidak menghubungi Mama? Mama kan bisa menjemputmu."

Tunggu dulu, jadi ini bukan halusinasi? "Siapa dia, Ma? Kenapa dia berada di sini? Dan kenapa dia sangat mirip denganku?"

"Mama akan menjelaskannya padamu, jadi tenang dulu ya?"

Bagaimana aku bisa tenang? Ini terlalu aneh. Kenapa orang asing ini berada di sini? Aku berjalan mendekati orang yang memiliki wajah mirip denganku kemudian menarik kerah seragam yang dipakainya, "Apa yang kau lakukan di sini? Kau memanfaatkan orang tuaku selama aku nggak ada?"

Tak ada jawaban yang diberikan.

Ck! Apa-apaan dia?

Merasa semakin marah, aku mengeratkan cengkraman tangan di kemeja seragamnya, "Kenapa diam aja? Cepat jawab!!"

"Rio."

Dengan bingung aku berpaling menatap Papa yang masih duduk di meja makan. Tadi nama siapa yang dipanggil?

"Kamu sebaiknya berangkat sekolah sekarang, biar kami yang menyelesaikan masalah ini."

"Ap–"

"Baik," mengabaikanku yang kebingungan, si pemilik nama Rio sudah dulu menjawab perintah Papa dan pergi dari hadapanku.

Baiklah, urusanku dengan dia bisa ditunda, sekarang aku harus tahu apa yang sudah kulewatkan selama mengalami koma, "Dia siapa, Pa?"

"Namanya Rio, dia selama dua minggu ini memakai identitasmu di sekolah selama kamu mengalami koma di rumah sakit."

Memakai identitasku? Maksudnya dia berpura-pura menjadi aku? Bagaimana bisa? Wajahnya memang mirip bangat denganku, tapi bagaimana cara dia melakukannya? Aku sama sekali tidak mengerti.

"Papa mengerti kamu terkejut, tapi kami terpaksa melakukan ini agar kamu tidak dikeluarkan dari sekolah gara-gara izin tidak masuk sekolah dalam kurun waktu yang belum jelas."

"Tapi bukan berarti Papa harus mencari penggantiku kan? Apa Papa tidak merasa khawatir saat aku mengalami koma? Kenapa hanya karena wajahnya mirip denganku dia jadi menggantikanku, Pa? Kenapa?"

"Leo, tenanglah," secara paksa Mama memegang kedua lengan tanganku agar aku menatap ke arahnya.

Saat menatap Mama, aku langsung menunduk begitu melihat raut sedih yang tergambar jelas di wajahnya, "Aku nggak mau digantikan oleh orang lain, Ma. Aku nggak mau diabaikan oleh Mama dan Papa."

Mama memeluk tubuhku dengan begitu erat, "Kami tidak mengabaikanmu kok. Setiap hari kami selalu menjengukmu, kami khawatir dan terus mendoakanmu agar bisa kembali pulang seperti saat ini."

"Tolong jangan gantikan aku, Ma. Aku sayang Mama," aku membalas pelukan Mama dengan tangan yang bergetar.

Takut. Aku sangat takut kehilangan orang yang paling kusayangi ini. Aku tidak mau kasih sayang Mama padaku terbagi dengan anak lain yang bahkan belum kukenal.

"Mama juga sangat sayang pada Leo. Rio mungkin bisa menggantikanmu di sekolah, tapi dia tidak merubah posisi Leo sebagai anak yang sangat Mama sayangi."

Aku melepaskan pelukanku dari Mama, rasanya mengesalkan kembali mendengar nama orang itu, "Aku bisa mengerti dengan tindakan yang Mama dan Papa ambil. Tapi aku nggak suka dengan orang itu, dia cuma memanfaatkan wajahnya yang mirip denganku."

"Bukan Rio yang telah memanfaatkan kami, tapi kami lah yang telah memanfaatkan dia."

"Aku tetap membencinya," dengan perasaan jengkel aku berjalan menjauhi ruang makan untuk menuju kamarku yang berada di lantai dua. Dia pasti sudah melakukan yang aneh-aneh atau mencuri sesuatu selama berada di sini.

Aku membuka pintu kamar dan melihat isinya. Dia pasti bersenang-senang kan di sini? Dengan bermodalkan wajah yang mirip denganku, dia pasti dengan mudah dapat meminta apa saja pada Mama dan Papa.

Aku menyusuri seluruh ruangan untuk mencari barang yang hilang, tapi tak ada satu pun yang berbeda, semua masih terlihat sama seperti yang kuingat. Mungkin yang berbeda hanyalah keberadaan jaket usang yang digantung di luar pintu lemari pakaian, dan meja belajar yang begitu berantakkan.

Setelah melempar jaket berwarna hitam itu ke lantai untuk melampiaskan rasa kesal, aku mendekati meja belajar. Ada banyak buku pelajaran dengan posisi terbuka di sini, dan semuanya terlihat seperti sudah diberi tanda. Ada yang ditandai dengan stabilo merah, ada juga yang memakai kertas pembatas.

Penasaran, aku mengambil salah satu kertas yang terselip di dalam buku-buku ini.

"Guru mengatakan ini akan keluar saat ujian"

"Kamu harus lebih teliti saat membaca soal ini"

Apa ini? Dia mau sok mengajariku karena sudah mengerjakan sebagian besar soal yang ada di buku pelajaran? Sombong sekali.

Setelah mengabaikan semua buku pelajaran yang diberikan tanda yang mirip-mirip seperti tadi, sebuah buku dengan sampul coklat menarik perhatianku. Di sampul tertulis "Untuk Leo"

Aku membuka buku ini dan membaca tulisan tangan yang terlihat begitu rapi dan padat memenuhi satu halaman.

23/7

Kamu memiliki teman-teman yang baik. Mereka sangat mencemaskan kondisimu karena tahu kamu mengalami kecelakaan. Tapi aku sepertinya sudah membuat sedikit kesalahan karena tidak sengaja mengerjakan...

24/7

Apa kamu tahu Dewi juga disukai oleh seorang kakak kelas? Si kakak kelas itu tipe yang berbahaya, lebih baik kau tidak berurusan...

Aku tercengang setelah mengetahui ini adalah buku harian yang menjelaskan hal-hal penting yang dia lakukan saat menjadi aku di sekolah.

Niat bangat. Mana lengkap penjelasannya sampai detail paling kecil yang tidak penting ikut ditulis juga.

Padahal dia tidak perlu melakukan hal merepotkan begini segala. Tapi kenapa dia seolah ingin memberi tahu semua hal yang telah kulewati saat sedang mengalami koma? Dia kan bisa bersenang-senang semaunya.

Tanganku berhenti membuka-buka halaman buku saat berada di halaman terakhir. Ada tulisan tangan juga di sini, tapi terlihat berbeda dibanding yang sebelumnya.

Untuk Leo,

Maaf, sebenarnya aku tidak ingin menggantikanmu. Aku tidak ingin melakukan ini karena tahu kamu pasti marah jika mengetahui ada orang lain yang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuamu. Padahal kamu yang sedang berbaring koma di rumah sakit pasti jauh lebih membutuhkan mereka.

Aku sempat menolak permintaan orang tuamu, tapi ternyata aku tidak bisa melakukan penolakan lagi saat mereka menjanjikan sesuatu yang sangat kuinginkan dan tidak bisa kudapatkan dengan mudah.

Aku sengaja menyiapkan catatan ini karena tahu aku tidak bisa selamanya menggantikanmu. Semoga ini dapat membantumu setelah bisa bersekolah lagi. Dan semoga juga kita dapat berteman, meski mungkin mustahil sih karena kamu pasti membenciku.

Rio Arizki

Bola mataku membulat terkejut. Dia... tidak menggantikanku hanya untuk bersenang-senang. Meski memiliki orang tua yang mau membelikannya apa saja, dia murni ingin menolongku.

Setelah mengembalikan buku ke atas meja, aku buru-buru berjalan keluar dari kamar dan menuruni tangga. Aku harus bicara dengannya, aku harus meminta penjelasan pada Rio.

Tapi sebelum sampai di ruang makan, mendadak Pak Rahmat masuk ke rumah dengan wajah panik, "Maaf, Tuan dan Nona. Den Leo-... ugh, saya tidak tahu nama aslinya. Maaf saya lengah, dia melarikan diri dari sekolah. Saya tidak bisa menemukan keberadaannya di mana pun."