Chereads / COUPLE WORLD FOR 'JOMLO' / Chapter 26 - CWFJ 26 : Pertimbangan Berat

Chapter 26 - CWFJ 26 : Pertimbangan Berat

Klek!! Brak!!

"Huuuufftt...!!" Hembusan napas lega itu terdengar begitu saja dari mulut Nea. Gadis itu baru saja masuk ke dalam mobil milik Lita yang memang sudah terparkir di depan kantor bank tempat Nea bekerja.

Lita terkekeh ketika melihat Nea yang langsung menyandarkan punggung dan kepala setelah selesai memasang sabuk pengaman.

Dengan pelan, Lita mulai menjalankan mobilnya dan kembali bergabung ke tengah jalan raya yang padat. "Capek banget ya mbak? Rambutnya sampai berantakan gitu." Katanya.

Nea mengangguk pelan dan memejamkan kedua matanya. "Kita bahasnya di apartemen aku aja ya Ta. Biarin aku merem bentaran bisa? Nyampe apart bangunin deh." Pintanya terdengar memburu.

"Iya Mbak.. tidur aja. Jalanan juga agak macet ini soalnya mulai mendung. Kayaknya ya mau hujan." Gerutu Lita.

Nea hanya bergumam pelan saja setelah itu. Ia benar-benar memejamkan kedua matanya begitu saja dan sedikit menurunkan kursi jok mobil yang ia duduki agar terasa lebih nyaman.

Melihat Nea kelelahan seperti itu, sebenarnya Lita tidak tega. Ingin sekali Lita meneriaki Nea agar bosnya itu resign saja dari kantor bank dan fokus mengelola kafe.

Tapi apa boleh buat, Lita tidak bisa memaksa Nea seperti itu. Lagi pula Nea memang maunya seperti ini. Bekerja ganda tanpa sepengetahuan banyak orang.

Untung saja di Indonesia tidak bisa mengetahui berapa pekerjaan orang dari KTP. Kalau bisa seperti itu, mungkin semua orang hanya bisa mendapatkan satu pekerjaan saja.

Tapi kalau kasusnya seperti Nea begini bagaimana ya? Nea itu adalah seorang bos muda sejak usianya masih 23 tahun. Dan kini berhasil memiliki dua kafe dengan nama yang mulai terkenal dan sudah mendapatkan ijin iklan di beberapa sosial media.

Apa bisa dikatakan sebagai pekerjaan sampingan? Ada kah orang seperti Nea yang pekerjaan sampingannya adalah sebagai bos?

Lita menggelengkan kepalanya. Kalau ia jadi Nea, ia akan senang publikasi diri secara langsung dan tidak mau bekerja ganda seperti itu. Lebih baik fokus merawat diri saja dan meningkatkan salah satu hal yang ditekuni.

***

Sesampainya di apartemen Nea, Lita langsung membangunkan gadis itu. Dan mereka segera memasuki lift dan naik ke lantai 7 di mana unit apartemen Nea berada.

Di dalam apartemen Nea selalu ada makanan. Mulai dari yang segar, mentahan, hingga instan.

Dan jika Lita ke apartemen Nea, gadis itu sudah seperti pemilik apartemen itu juga. Lisa pasti langsung menuju ke kulkas dan mengambil semua keperluannya sendiri. Karena jika tidak begitu, pasti Nea akan mengomelinya mengapa Lita tidak segera mengambil makanan dan minuman sendiri.

Sembari menunggu Nea mandi, Lita diam di ruang tamu sambil mengemil beberapa kemasan keripik singkong.

Sekitar lima belas menit, Nea akhirnya keluar dengan rambut setengah basah dan sudah menggunakan setelan piyama berwarna hitam dengan motif animasi buah jeruk. Bahkan handuk rambutnya masih berkalung di lehernya.

"Bentar ya Ta.. sekalian makan deh aku. Laper."

"Hehe iya Mbak. Santai aja.. ini aku lagi ngebuka surat pengajuan kerjasama yang dikirim David ke email." Kata Lita sambil memangku laptopnya.

"Hah? Surat? Surat apaan? Bahas sekarang aja deh." Teriak Nea dari dapur.

Lita terkekeh pelan. Ia tetap menunggu Nea selesai mengambil makanan.

Setelah mereka duduk bersampingan, Lita menunjukkan layar laptopnya pada Nea. Terlihat sebuah form berbentuk PDF yang sudah dibubuhi tanda tangan dan cap stempel dari usaha minuman terkenal yang bernama 'Disegerin'.

"Jadi David udah nyiapin surat ini Mbak. Ini surat permintaan kerjasama dengan kafe kita. Nanti kalau misalkan Mbak setuju, maka label minuman 'Disegerin' ini akan dipasang di dalam maupun di luar kafe kita."

"Terus apa lagi?"

"Ya gitu.. nanti tentunya makin banyak promo. Dan aku kan juga minta nih.. aku kasih saran ke dia. Gimana kalau promonya tuh jangan ke minuman dia aja. Jadi nanti ada menu paketan baru yang jadi satu sama minumannya si David ini. Ntar harganya bisa dirundingin sama tim marketing. Sekaligus ciptain harga promo gitu loh Mbak. Misal beli segini dapet potongan persen segini, beli jumlah segini dapat potongan harga segini.. gitu sih ide dari aku dan dia setuju sampe bikin pernyataan pake surat pengajuan kayak gini. Jadi tinggal keputusan Mbak Nea gimana. Approve apa enggak." Jelas Lita.

"Hmmm... huuuufftt.."

"Dari tadi kenapa atur napas mulu sih mbak?"

"Ya bingung Ta. Itu si David masih keukeuh buat ketemu aku langsung?"

Lita mengangguk.

"Kenapa sih harus ketemu aku langsung? Toh aku juga udah bilang setuju. Harusnya dia tinggal jalan aja dong. Dan kenapa pake acara penasaran sama siapa owner kafe. Aku tuh lagi gak bisa cuti di tanggal segini Ta. Tadi aja ada rapat singkat sama barbeque aku gak ikut. Uring-uringan terus aku di kantor." Ujar Nea berkeluh kesah sambil mengunyah makanannya meskipun hanya bisa sedikit demi sedikit, karena sambil bicara dengan Lita.

"Ya makanya resign aja dari bank itu mbak. Mbak nggak mikirin kafe ke depannya gimana apa? Masa aku sama Rasyid terus yang pegang? Kita berdua tuh sebenernya juga beban mbak kalau harus ketemu partner-partner kerjasama di dalam rapat rutin sekali sebulan. Mereka nanyain terus siapa ownernya. Untung aja mereka gak ada yang mutusin kerjasama. Karena bisa aja salah satu dari mereka menuntut kita karena gak percaya dengan alasan gak pernah ketemu sama ownernya. Apa-apa diwakilin manager. Begitu juga orang-orang yang invest di saham usaha kita Mbak."

Mendengar rentetan perkataan itu, Nea langsung meletakkan piring berisi makanannya. Nafsunya hilang. Benar-benar hilang.

Nea mencebikkan bibirnya dan mengusap wajahnya gusar. Kemudian ia menangis dengan menatap Lita penuh harap.

"Ya terus aku gimana Ta? Masa aku resign sebelum tanggal yang udah aku planningin?" Tanyanya dengan suara serak dan air matanya sudah berlinang di kedua pipinya.

"Mbak, di usia mbak yang sekarang harusnya Mbak tahu mana yang lebih penting dan harus ada yang diprioritasin. Selama ini Mbak cuman fokus nge-hide diri sendiri dari publik dan kerja di luaran kayak gitu. Dan semua itu mbak lakuin cuman karena mbak takut dipandang aneh-aneh sama lawan jenis. Itu aja kan? Ayolah mbak. Sekarang udah waktunya Mbak Nea nunjukin diri. Udah abaikan aja perihal cowok. Aku tahu Mbak Nea trauma karena beberapa mantan pacar mbak ngelakuin mbak kayak gitu. Tapi sekarang kondisi mbak tuh udah beda. Udah naik level dan Mbak nggak akan perlu nyari lagi, tapi mbak akan dikejar. Dan tenang aja, yang ngejar mbak itu gak bakalan takut sama tingkat kekayaan atau kecerdasan yang mbak punya. Mbak nantinya juga pasti akan memiliki pasangan yang selevel. Percaya deh. Usaha mbak dari sejak kuliah sampe sekarang tuh udah cukup. Cukup banget. Mungkin ini petunjuk supaya Mbak resign aja."

Mendengar perkataan Lita yang panjang, Nea berhenti menangis. Gertakan Lita membuat Nea tersadar bahwa ia pantas untuk menunjukkan dirinya yang selama ini bersembunyi.

Nea juga sudah lelah bekerja ganda. Lagi pula umurnya juga akan menginjak 27 tahun sebentar lagi. Sudah seharusnya ia fokus dengan satu pekerjaan saja.

Benar kata Lita. Lalu, apakah Nea harus secepatnya menaikkan surat resignnya?

*****