Nea mengangakan mulutnya. Ia seperti sedang berada di atas langit saat ini.
Ternyata pemandangan di luar bangunan awan itu sangat indah dan menyegarkan mata. Meskipun tidak ada tanaman, namun Nea melihat hamparan langit berwarna biru dan gumpalan-gumpalan awan yang melayang dan bergerak pelan.
Lalu, Nea mulai digiring ke sebuah halaman yang sangat luas. Dan ternyata di halaman itu sudah tersedia ratusan pria tampan yang berdiri dan berbaris rapi. Akankah Nea memilih satu di antara mereka sekarang juga?
Mereka semua tampak rapi mengenakan setelan jas putih seperti sedang menjadi mempelai pria. Di bagian saku jas mereka juga terdapat setangkai bunga mawar dan sapu tangan silver yang sudah dilipat elegan.
Rasanya Nea seperti berada di toko pria saja. Eh!! Toko? Memangnya semua pria ini barang?
"Apakah aku harus memilih sekarang juga?" Tanya Nea bingung.
Pria maskulin itu menganggukkan kepalanya. "Iya, tentukan pilihanmu."
"Bagaimana caraku memilih? Semuanya terlihat tampan dan menarik."
"Tentukan pilihanmu melalui pikiran dan hatiku. Bayangkan bagaimana dan seperti apa rupa pria yang kau inginkan. Bagaimana bentuk fisiknya, bayangkan saja dan tanamkan dalam pikiranmu. Maka salah satu dari mereka akan maju sendiri dan menghampirimu. Dan dia adalah pria yang kau mau." Jelas pria maskulin itu.
Nea terdiam. Ia belum mau melangkah lebih dekat ke tengah-tengah halaman luas itu. Kedua tangannya mengepal ragu.
Sungguh. Demi apapun saat ini Nea bahkan tidak bisa membayangkan rupa pria yang ia inginkan.
Singkatnya, Nea tidak memiliki gambaran bagaimana dan seperti apa bentuk fisik pria yang ia inginkan. Nea memang memiliki kriteria ini dan itu. Tapi jika dihadapkan langsung seperti ini? Bagi Nea, semua pria tampan yang berbaris di hadapannya itu hanya sekedar pria tampan saja.
Nea diam selama beberapa menit. Ia benar-benar tidak memiliki perasaan tertarik atau ingin dicintai.
Intinya, Nea masih belum siap menginginkan dan mencintai seseorang. Tapi kalau ia tidak memilih sekarang juga, ia tidak akan memiliki kesempatan untuk datang ke dunia imajinasi ini lagi. Dan satu hal lagi, satu bulan dua minggu lagi adalah hari ulang tahunnya.
Di hari ulang tahunnya, Nea berjanji harus sudah membawa pasangan dan diperkenalkan pada orang tuanya. Jika tidak, maka Nea harus siap untuk dijodohkan dengan laki-laki anak dari teman orang tuanya. Oh, itu lebih buruk!!
"Mengapa kau diam saja dan tak kunjung membayangkan seperti apa kriteria pria yang kau mau? Waktumu hanya tinggal sedikit lagi, Nea. Kau sudah harus bangun dari tidurmu." Desak pria maskulin itu.
"A-aku... sepertinya aku tidak bisa memilih." Ucap Nea dengan suara yang sedikit getar.
"Waktumu hanya tinggal tiga puluh menit saja di sini."
"Aku tahu. Tapi aku tidak bisa menginginkan pria seperti apa."
"Itu mustahil!! Baru kali ini ada tamu spesial seperti dirimu yang bahkan tidak tahu kriteria pria yang kau inginkan sendiri. Kesempatanmu akan segera hangus jika kau tidak cepat memilih." Tegas pria maskulin itu.
Nea diam saja. Ia masih berusaha membayangkan kriteria pria yang ia inginkan. Ganteng? Putih? Tinggi? Badan atletis? Ahh, Nea tidak terlalu suka dengan pria berotot.
Lalu yang seperti apa? Kalau ganteng sudah pasti. Putih? Atau yang kulitnua sedikit kecoklatan tapi bersih? Memiliki senyum manis? Lesung pipi? Atau seperti Ahn Bo Hyun aktor korea yang tinggi, senyum manis, gigi rapi, badan atletis namun tak terlalu berotot, kulit kecoklatan. Yang seperti itu?
Tidak Tidak. Nea menggelengkan kepalanya dan memejamkan kedua matanya.
Saat ini, ia sedang dihadapkan oleh hamparan banyak pria tampan yang hanya berdiri, berbaris, dan diam seperti robot. Rasanya Nea ingin menangis saja dan dilenyapkan sekarang juga. Perasaannya saat ini benar-benar merasa labil dan dilema. Antara tidak jadi memilih dan mau tak mau harus memilih.
Rasanya saat ini di dalam kepala Nea sudah terdengar detik jarum jam yang semakin lama semakin jelas. Waktunya tinggal berapa menit lagi?
Sedangkan si pria maskulin itu hanya berdiri tegap dengan bersedekap dada dan menatap tajam ke arah Nea.
"Sebenarnya apa maumu? Pertama datang ke sini kau memang tidak bersalah. Karena saat itu kau memang tidak disaring memasuki ruang stempel. Lalu kau kuberi kesempatan kedua untuk bisa ke sini lagi. Dan kesempatan kedua itu juga karena keinginanmu yang sedang memohon di dalam toilet kantormu. Dan sekarang mengapa kau menyulitkan dirimu sendiri? Kau tinggal memilih dan membayangkan kriteria pria yang kau mau, Nea."
"Itu mudah bagimu untuk berkata seperti itu. Tapi bagiku hal ini sangat tidak mudah." Kata Nea pelan.
"Kau sendiri yang menginginkan masuk dan datang. Lalu mengapa sekarang kau---"
"AKU MUAK DENGAN DIRIKU SENDIRI!!" Bentak Nea dengan suara yang menggelegar dan terdengar oleh semua yang ada di situ.
Para gadis yang menjadi guide para perempuan yang sedang dituntun ke halaman yang sama dengan Nea itu. Mereka semua tampak menatap ke arah Nea.
Baru kali ini di dalam sistem dunia imajinasi ini ada yang berperilaku seperti ini. Memang inilah akibatnya jika perempuan yang diundang tidak melewati ruang pemeriksaan untuk dicap stempel rasa patuh. Yang seperti itu akan menjadi Nea seperti ini. Penuh dengan rasa emosi yang tak menentu.
"Aku muak dengan semua ini. Orang tuaku tidak mengerti bagaimana perasaanku. Kau tahu semua riwayat hidupku. Tapi kau tidak tahu apa yang ada dalam benak dan pikiranku. Benar, aku ingin datang ke sini dan membawa salah satu dari mereka. Tapi setelah aku sampai di titik ini dan sekarang aku berdiri di sini dan siap memilih. Mendadak aku tidak bisa menentukan pilihanku. Aku takut. Aku sudah sangat lama tidak merasakan rasa cinta yang dinikmati banyak pasangan. Dicintai? Hal itu bisa dilakukan oleh pria yang kupilih. Tapi aku? Mencintainya? Itu belum tentu bisa kulakukan. Bisakah kau memberiku sedikit waktu lagi?"
"Tidak bisa, Nea." Jawab pria maskulin itu secara langsung.
Rasanya Nea lemas sekali. Wajahnya sangat cemberut dan rasa cengengnya semakin bertambah. Tapi gadis itu tidak menangis.
Hanya saja degup jantung Nea saat ini dag dig dug seperti murid yang terpaksa harus maju ke depan papan tulis dan menjawab soal pertanyaan yang sulit.
Merasa tidak segera bertindak, pria maskulin itu segera meraih tangan kanan Nea dengan tangan kirinya. Ia bermaksud segera menuntun Nea seperti seorang miss universe yang harus melangkah maju ke tengah panggung.
Namun, sentuhan kedua dari tangan pria maskulin itu membuat Nea mengalami sekelebat ingatan yang sudah terlupakan belasan tahun yang lalu. Dan Nea kembali merasakan pusing yang sangat hebat.
Badannya langsung terjatuh lagi dan mencengkeram erat tangan kiri si pria maskulin itu.
Dalam sekelebat ingatan itu. Wajah anak laki-laki yang mengulurkan tangannya pada Nea semakin terlihat jelas. Anak lelaki yang tampan dengan wajah blasteran Indonesia-Jerman. Rambutnya coklat lurus rapi dan ia tersenyum manis saat mengulurkan tangannya untuk menolong Nea yang sedang terjatuh di pinggir jalanan aspal.
'Berdirilah. Kau tidak perlu menangis. Jangan takut padaku. Namaku Ezra. Ezra Maverick.' Kata anak lelaki itu yang terdengar sangat jelas di telinga Nea.
Dan disengaja, akibat mendengar perkataan anak lelaki bernama Ezra di ingatannya itu, Nea menggumamkan nama dan memanggil nama tersebut.
"Ezra? Ezra Maverick?"
Sontak saja pria maskulin yang semula terus panik dan memanggil nama Nea, kini ia bergerak menjauh dan pegangan tangan mereka terlepas. Si pria maskulin itu melebarkan kedua matanya. Ia seperti orang yang terkejut dengan nama yang baru saja Nea panggil.
Dan selalu saja saat pegangan tangan Nea terlepas dari sentuhan tangan pria maskulin itu, Nea merasa tidak pusing lagi. Dan sekelebat ingatan lama itu hilang begitu saja. Apakah ingatan lama itu terhubung dengan sentuhan tangan pria maskulin itu? Namun apa alasannya?
Baru saja Nea mendongak hendak menatap pria maskulin yang terlihat panik dan keadaan sekitar, namun tubuhnya merasa ditarik ke dalam situasi yang gelap. Perlahan, pria maskulin yang ia lihat itu semakin jauh dan kecil. Tubuh Nea seperti ditarik menjauh dan menghilang dari sana.
Dan SPLASH!!!
Seketika itu juga Nea lenyap dari dunia imajinasi. Itu artinya, alam mimpinya telah berakhir.
Perlahan, kedua mata Nea terbuka dan badannya merasa sangat lemas. Ia hanya bisa mengamati langit-langit kamar apartemennya yang berwarna krem muda. Ia sudah kembali lagi ke dunia nyata?
*****