Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

CEO itu adalah Ayahku

🇮🇩Marrygoldie
--
chs / week
--
NOT RATINGS
33.5k
Views
Synopsis
Kehidupan gadis bernama Misty Connors berubah sejak kedua orang tuanya meninggal. Misty berpikir dia akan kehilangan segala-galanya. Rumah, kuliah dan kehidupannya. Namun sebelum Misty kehilangan semua itu, seorang malaikat penyelamat datang menolongnya. Gadis itu tidak pernah tahu jika dia memiliki ayah baptis yang tampan bernama Zach Leroux, seorang CEO perusahaan Leroux di Paris yang belum menikah. Saat itulah Misty mengetahui jika Zach adalah teman dekat orang tuanya semasa kuliah. Tinggal berdua dengan pria menawan seperti Zach merupakan ujian yang berat bagi Misty. Pasalnya dia harus sport jantung menahan perasaannya kepada Zach. Namun siapa sangka, Zach pun merasakan yang yang sama. Sayangnya jalan menuju bersatunya cinta mereka tidaklah mudah. Terutama status ayah baptis yang disandang Zach membuat hubungan ini tampak terlarang. Ditambah keluarga Zach yang tidak mudah dihadapi. Akankah Misty harus melepaskan perasaannya kepada Zach? Atau dia memilih untuk memperjuangkan perasaannya yang membawa gadis itu menuju resiko yang begitu besar?
VIEW MORE

Chapter 1 - 1. Misty Connors

Ketika keadaan menjadi sulit, janganlah menyerah. Karena selalu ada jalan menuju sumber cahaya sekecil apapun.

* * * * *

Tidak pernah terpikirkan oleh Misty Connors jika momen saat dia mengantarkan kedua orang tuanya pergi di Bandara adalah momen terakhir baginya melihat Mark dan Cecilia Connors. Kehilangan orang tua yang sangat dicintai gadis dengan rambut coklat muda panjang itu tidak hanya menyakitkan, tapi juga mengguncangkan seluruh kehidupannya. Pasalnya Misty tidak memiliki siapapun lagi dan juga dia tidak memiliki biaya hidup yang panjang. Gadis itu mau tidak mau harus bekerja jika masih ingin kuliah.

Sayangnya hidup sendirian di dunia tanpa siapapun yang melindunginya tidak mudah bagi Misty. Meskipun sudah bekerja saat pulang kuliah, tapi dia tetap tidak bisa membayar biaya kuliahnya. Bahkan dia sudah mendapatkan surat peringatan. Jika dia tidak segera membayar, dia akan di keluarkan dari universitas.

Misty membuka pintu rumahnya dan berjalan lunglai masuk ke dalam. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Gadis itu melihat foto kedua orang tuanya yang ada di atas meja. Dia tahu ayahnya pasti akan kecewa jika dia tidak melanjutkan kuliahnya. Misty tersenyum tipis mengambil pigura foto itu.

"Maafkan aku, Dad. Sepertinya aku harus benar-benar tidak bisa melanjutkan kuliahku. Maafkan aku sudah mengecewakanmu." Misty memandang foto ayah dan ibunya yang sedang berada di taman belakang rumah. 

Tiba-tiba air mata membasahi pipi gadis berusia dua puluh tahun itu. Kehilangan orang tuanya juga membuatnya kehilangan segalanya. Hal itu membuat Misty sangat takut. Seketika dia merindukan ayah dan ibunya. Gadis itu juga lelah menghadapi hidupnya yang semakin memburuk. Dia yakin sebentar lagi dia pasti akan terpaksa menjual rumahnya. Karena hutang yang harus dilunasi. Tapi bagaimana bisa dia merelakan rumah yang sudah ditinggalinya bahkan sebelum dia lahir? Penuh banyak kenangan yang tidak ingin dilupakan oleh Misty.

Tiba-tiba sebuah ketukan di pintu rumahnya membuat perhatian Misty teralihkan. Dia pun bertanya dalam hati siapa yang bertamu dengannya malam begini. Dia sangat lelah hari ini. Gadis itu hanya ingin berbaring di tempat tidur dan mengenang masa manis bersama ayah dan ibunya.

Namun Misty tetap menggerakkan tubuhnya agar berdiri lalu berjalan menuju pintu rumahnya. Meskipun dengan langkah lunglai, tapi Misty sama sekali tidak ingin bersikap tidak sopan. Tangannya meraih gagang pintu kemudian membukanya. Dia melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan setelan hitam berdiri di depan pintu rumah Misty. Pria itu layaknya karyawan sebuah perusahaan. Misty berpikir jika pria itu mungkin saja salesman yang ingin menawarkan barang dari perusahaannya.

"Selamat malam. Apakah anda Miss Connors?" tanya pria dengan manik mata biru.

"Benar. Tapi apakah aku mengenalmu? Seingatku, aku tidak pernah bertemundengamu." Misty memicingkan mata menatap pria itu menyelidiki. Misty sama sekali tidak mengenal pria itu. Bahkan dia tidak ingat pernah bertemu dengan pria itu. Tapi mengapa pria itu ingin bertemu dengannya?

Pria itu tersenyum pada Misty. "Anda memang sama sekali tidak mengenal saya, Miss Connors. Perkenalkan, nama saya adalah Jeremy Dawson. Saya adalah sekretaris Mr. Leroux."

"Baiklah, Jeremy. Ada perlu apa kau ingin bertemu denganku? Kau tidak bermaksud mempermainkanku dengan berbagai kamera di sekitar sini, bukan? Atau kau mau menawarkan barang? Aku rasa kau salah kamar. Karena aku sama sekali tidak memiliki uang untuk membeli barang daganganmu." Misty memicingkan mata curiga ke arah Jeremy.

 Pria itu tersenyum geli mendengar pemikiran Misty. Lalu dia menggelengkan kepalanya. "Tentu saja tidak, Miss Connors. Saya tidak mempermainkan anda dan juga tidak ingin menawarkan barang apapun. Saya kemari ingin membawa anda pulang."

"Pulang? Tapi aku sudah pulang, Jeremy. Aku harus pulang ke mana lagi? Ini adalah rumahku. Jika kau hanya main-main sebaiknya kau pergi dan cari korban lainnya. Aku sedang tidak ingin bermain denganmu. Aku menjalani waktu yang sangat berat. Selamat malam." Misty hendak menutup pintu.

Jeremy segera menahan pintu itu dengan kedua tangannya. "Tunggu dulu, Miss Connors. Saya tidak main-main. Biar saya jelaskan lebih dahulu agar anda mengerti."

Misty menatap kedua tangan Jeremy yang masih berada di pintu untuk menghalanginya. Lalu tatapannya kembali lagi ke arah pria dengan rambut coklat tua. Pria itu tampak begitu serius menatap gadis itu.

Akhirnya Misty menghela nafas. "Baiklah. Kau punya waktu sepuluh menit. Jika aku merasa penjelasanmu sia-sia aku akan menutup pintu."

Jeremy menganggukkan kepalanya. "Terimakasih, Miss Connors."

"Sebaiknya kau mulai, Jeremy. Karena waktu sudah berjalan." Misty menatap jam yang melingkar di tangannya dan mulai menghitung waktu yang sudah dimulai.

"Jadi begini, Miss Connors. Setelah mendengar orang tua anda meninggal, Mr. Leroux memerintahkan saya untuk menjemput anda pulang ke Paris."

Seketika mata Misty melotot mendengar ucapan Jeremy. "Pa-Paris?"

Jeremy menganggukkan kepalanya. "Benar, Miss Connors. Karena Mr. Leroux tinggal di Paris, Sehingga anda juga akan ikut beliau tinggal di sana."

"Tunggu dulu. Kenapa aku harus tinggal bersamanya? Memang dia siapa? Apakah dia saudara ayah atau ibuku?" bingung Misty.

Jeremy menggelengkan kepalanya. "Tidak, Miss Connors. Orang tua anda dan Mr. Leroux sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Tapi karena anda masih muda dan masih membutuhkan bantuan, maka Mr. Leroux selaku ayah baptis anda mengambil tanggung jawab itu. Beliau akan menjadi wali anda."

Misty kembali melotot mendengar penjelasan Jeremy. Dia terkejut mendengarkan penjelasan pria itu. Perlahan dia berushaa mencerna ucapan Jeremy.

"Ayah baptis? Aku memiliki ayah baptis?" kaget Misty.

"Benar, Miss Connors. Orang tua anda dan Mr. Leroux dulu sahabat baik sejak Mr. Leroux masih kuliah. Karena itu saat anda lahir, Mr. Leroux mengajukan dirinya untuk menjadi ayah baptis anda."

"Tapi mengapa aku baru mengetahuinya? Aku juga tidak pernah bertemu dengannya." Misty masih tidak percaya dengan pria di hadapannya.

"Kalau itu saya tidak bisa menjawab. Sebaiknya anda tanyakan saja sendiri kepadanya."

"Di mana dia?" penasaran Misty.

"Setelah menghadiri pemakaman kedua orang tua anda, Mr. Leroux melakukan perjalanan bisnis di New York. Besok dia akan kembali ke Paris. Karena itu saya akan mengantarkan anda ke New York. Sehingga anda bisa terbang ke Paris bersamanya."

"Sekarang?"

Jeremy menganggukkan kepalanya. "Benar, Miss Connors."

"Tapi aku bahkan belum mandi. Lalu bagaimana dengan semua pakaianku dan barang-barangku?" Misty benar-benar bingung dengan kondisi saat ini.

"Anda tidak perlu cemas, Miss Connors. Saya akan mengurus barang-barang anda. Sekarang anda hanya perlu ikut saya untuk terbang ke New York."

New York? Jarak Florida ke New York jika ditempuh dengan pesawat membutuhkan waktu hampir tiga jam. Apakah aku harus pergi? Tanya Misty dalam hati.

* * * * *