Terdengar suara kompor yang di nyalakan dari arah dapur, juga terlihat Hana yang sedang berkutat dengan peralatan dapur.
Lebih tepatnya ia sedang memotong-motong sayuran yang ingin ia buat menjadi sup rumput laut. Yaitu salah satu makanan favorit kekasihnya.
Ia sudah berada di rumah sejak dua puluh menit yang lalu, begitu ia sampai Hana langsung berkutat dengan peralatan dapur.
Air yang ia rebus di dalam sebuah panci telah terlihat mendidih, ia dengan cepat memasukkan bahan-bahan yang telah ia siapkan.
Bisa di katakan ini sebagai makan siang mereka, meskipun waktu pada jarum panjang itu sedikit lagi akan menunjukkan jam tiga sore.
Selagi menunggu sup rumput laut yang ia masak siap, ia menata peralatan makan di meja makan berukuran sedang itu.
Lelah? Tidak, ia tidak merasa lelah menyiapkan hal itu semua. Ia sudah terbiasa menyiapkan semuanya hingga membersihkan rumah.
Like what i said, she looked like a good wife.
Hana lalu mengecek kembali sup rumput yang ia masak, dan sesekali mengaduknya dengan perlahan.
"Nah, sudah jadi..." ucap Hana sambil meletakkan sendok sayur yang ia pegang.
Hana pun matikan kompor listrik yang ia gunakan, lalu meletakkan sup rumput laut itu ke meja makan dengan hati-hati.
Semuanya sudah siap. Sekarang, ia hanya perlu memanggil kekasihnya untuk makan bersama nya.
Hana berjalan keluar dari dapur, ia melangkah keluar dari rumah. Tepat nya ke taman belakang, di lihatnya lah seperti rumah kecil yang berada di sudut taman itu.
Tepatnya terlihat seperti tempat penyimpanan peralatan taman seperti alat pemotong rumput dan sebagainya. Namun rumah kecil itu jauh sedikit lebih besar.
Hana melangkah ke sana, dengan kaki telanjang nya yang menginjak setiap rumput taman itu.
Ia tepat berdiri di depan pintu kayu itu, tangan Hana terangkat perlahan membuka pintu kayu itu.
Kedua matanya pun langsung melihat punggung kekasihnya yang tengah membelakangi nya. Di tempat itu terlihat banyak kanvas lukisan yang tergantung dengan cantiknya.
Berbagai macam lukisan yang sangat cantik dan indah memenuhi tempat itu. Aroma cat minyak juga tercium dengan sangat jelas di tempat itu.
Sepertinya rumah kecil itu bukan tempat penyimpanan peralatan taman, tetapi sebuah tempat menyimpan semua peralatan lukis.
Dan siapa lagi jika bukan Jun, kekasih Hana yang melukis semua lukisan itu pada kanvas kosong itu dengan berbagai macam ukuran.
Mata Hana kembali melihat pada kanvas yang ada di hadapan Jun yang kini telah di hiasi oleh berbagai macam warna yang sangat indah.
Ia melihat bagaimana tangan Jun secara perlahan menggerakkan kuas yang ia pegang pada kanvas itu.
Hana bisa melihat dengan jelas Jun yang melukis bunga mawar yang berada di dalam sebuah vas.
Such a beautiful painting.
Sebuah senyuman tipis terukir pada wajah cantik Hana. Ia sangat suka melihat Jun yang melukis seperti ini, ia seakan-akan bisa melihat diri Jun kekasihnya di masa lalu.
Yah, memory ingatan nya membawanya kembali pada Jun beberapa tahun yang lalu.
When for the first time she saw him.
Namun tiba-tiba Hana mengurutkan alisnya, ia melihat punggung Jun yang sedikit bergetar dan tangan kanan nya yang mengusap mata nya dengan perlahan.
"Hiks..." isak Jun.
Hana membulatkan matanya. Kekasihnya menangis? Pujaan hatinya tengah menangis saat ini?
"Appa... eomma... hiks... k-kenapa kalian meninggalkan ku seperti ini... hiks..." tangis Jun.
DEG
Hana membeku, ia terpaku mendengar kan tangisan kekasihnya yang terdengar sangat pilu dan menyedihkan.
Sudah berapa lama kekasihnya menangis seperti ini?
Tanpa ia sadari ia juga meneteskan air matanya. Ia tidak bisa melihat Jun seperti ini... ia tidak bisa.
"C-chagi..." panggil Hana dengan pelan.
Jun langsung tersentak, ia menegakkan punggungnya. Dengan cepat ia mengusap kedua matanya, menghapus air matanya yang mengalir.
Jun berbalik dengan perlahan. "H-honey, sejak kapan kau di sini?" kaget Jun.
Yah, Jun tidak menyadari kalau sedari tadi Hana berada di sana memperhatikannya.
BRUK
"H-honey?" Hana dengan tiba-tiba langsung memeluk Jun dengan erat. Hana
menyembunyikan wajah nya pada ceruk leher Jun.
"Hiks... chagi... hiks..." tangis Hana.
"Honey, kenapa kau menangis?" kaget Jun dengan Hana yang tiba-tiba menangis seperti ini.
Jun berusaha menjauhkan wajah Hana dari ceruk lehernya. "Honey, kau kenapa? Lihat aku," Jun menangkup kedua pipi Hana.
Terlihat lah wajah cantik Hana yang tengah menangis sambil terisak. Kedua matanya menatap Jun dengan sendu.
Ibu jari Jun mengusap air mata Hana. "Honey, ada apa dengan mu? Dan kenapa kau tidak memberitahu ku kalau sedari tadi kau ada di sini?" tanya Jun dengan pelan.
Jun kemudian terdiam. Jangan-jangan... Hana tadi melihat dan mendengar semua ucapan nya.
Hana menatap Jun, masih dengan kedua matanya yang berlinang air mata. "Hiks... kau harus membagi kesedihan mu bersama ku... hiks..." tangis Hana.
"K-kau... hiks... sudah berjanji bukan... hiks..." sambung Hana.
Ternyata benar, Hana mendengar semua ucapan nya dan tangisan nya. Seharusnya ia tidak boleh terlihat lemah di mata Hana.
Namun kini Hana telah melihat, betapa rapuh dirinya selama ini. Yang telah berusaha ia sembunyikan dari kekasihnya.
Jun menjatuhkan kepalanya pada dada Hana dengan lemah. Ia memejamkan kedua matanya. "H-honey... hiks... aku merindukan mereka... hiks..." tangis Jun kembali.
Tangan yang berlumuran cat itu memegang pinggang Hana dengan erat. "K-kenapa... kenapa mereka meninggalkan ku seperti ini..." ucap Jun dengan lemah.
Runtuh sudah pertahanan nya, ia tidak bisa lagi menahan kesedihannya. Tepat nya menahan hatinya yang selalu berduka.
Yah, kesedihan Jun tidak hilang sepenuhnya. Ia sungguh sangat merindukan kedua orang tuanya. Yang sering kali membuatnya, menangis seorang diri di tempat ini.
Tempat dimana ia menorehkan semua perasaan dan kesedihan nya pada kanvas-kanvas itu.
Lukisan-lukisan cantik itu adalah wujud dari perasaannya yang selama ini tidak bisa ia katakan dan sembunyikan.
Ia masih belum bisa menerima kenyataan kalau kedua orang tuanya meninggalkan nya secepat ini.
Hana terisak. "C-chagi... jangan berkata seperti itu... aku ada di sini bukan?"
"A-aku tidak akan kemana-mana. Meskipun aku tahu, sampai kapan pun aku tidak bisa menggantikan posisi orang tua mu. Tapi aku ada sini menemani mu setiap saat," ucap Hana.
Jun menjauhkan wajah nya dari dada Hana. Terlihat kedua mata Jun yang biasanya menatapnya dengan penuh tatapan cinta, kini terlihat memerah, sembab, dan redup.
Dan itu membuat hati Hana terasa seperti di remas. Kekasihnya terlihat sangat rapuh di matanya saat ini.
"B-berjanjilah untuk tidak pernah meninggalkan ku..." ucap Jun sambil menatap Hana.
Hana tanpa ragu menganggukkan kepalanya. "Aku berjanji... aku berjanji chagi."
Bahkan tanpa Jun tanyakan, ia telah berjanji kepada dirinya sendiri. Kalau ia akan menemani Jun dan menghabiskan waktu bersama Jun seumur hidupnya.
Jun menyatukan kedua dahi mereka. Keduanya saling menyelami netra masing-masing.
Jun kemudian mengecup bibir ranum Hana. Itu hanyalah sebuah ciuman singkat, namun Hana dapat merasakan cinta di dalam nya.
"Saranghae... aku sangat mencintai mu," ucap Jun.
Hana mengusap sisi air mata Jun pada pipi kekasihnya. "Kau pasti juga sudah tahu bukan chagi dengan jawaban ku?"
"Aku juga mencintaimu... karena kau satu-satunya yang ku punya," ucap Hana dengan tulus.