Matahari telah bersinar dengan terang nya di atas langit yang biru itu. Cuaca hari ini sangat lah bagus.
Kicauan burung juga terdengar dengan nyaring nya. Seperti itu lah suasana di desa Daegu itu.
Jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang memusingkan, dan jauh dari polusi kendaraan yang membuat mu susah untuk bernapas.
Di pinggiran kota ini, kau mendapatkan udara bersih dengan cuma-cuma. Dan yang terpenting orang-orang yang tinggal di desa itu sangat ramah.
Di sana pula hampir sebagian besar yang tinggal di desa itu orang paruh baya. Sedang kan untuk yang masih berumur sangat muda dapat di hitung jari.
Itu karena sebagian dari mereka memilih keluar dari desa ini dan pergi di perkotaan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Namun beda hal nya bagi pria tampan dengan rahang tegas nya itu yang tengah mengangkat sebuah karung berisi kan sebuah pupuk.
Keringat mengalir di pelipisnya. Sudah terhitung empat karung pupuk yang ia bawa.
"Hah... ini yang terakhir," ucap nya setelah meletakkan karung pupuk itu di dalam gudang penyimpanan.
Ia kemudian duduk di kursi plastik itu, ia membuka topi yang ia kenakan. Terlihat keringat yang membasahi dahinya, hingga membuat rambut hitam nya sedikit lepek.
Walaupun keringat nya bercucuran, namun hal itu sama sekali tidak mengurangi bahkan menghilang kan ketampanan yang ia miliki.
Rambut hitam, sepasang mata hazel, hidung mancung, kulit yang sedikit kecokelatan, dan terakhir rahang tegas miliknya.
Sangat sempurna...
Hyun Jun, itulah nama pria tampan itu. Pria berdarah Korea berumur kan dua puluh lima tahun itu sangat lah tampan.
Bahkan warga di desa ini selalu memuji ketampanan yang ia miliki. Hingga ingin mengenalkan putri mereka kepada nya.
Karena ingin putri mereka mendapatkan seorang pria yang tampan, pekerja keras, juga baik hati.
Namun sayang harapan mereka harus kandas karena pria tampan yang mereka harapkan untuk menjadi kekasih putri mereka, telah melabuhkan hatinya kepada seorang wanita.
Wanita yang juga sangat cantik, dan itu adalah Kim Hana.
Yah... pria yang biasa di panggil Jun itu adalah kekasih Hana.
"Hyung!" panggil Woosik.
Jun langsung menoleh, dan ia melihat Woosik yang berjalan ke arah nya. "Ada apa?"
"Hyung, aku sudah menanam sisa bibit jeruk yang belum hyung tanam," ucap Woosik.
"Kau sudah menanamnya? Baiklah kita istirahat dulu kalau begitu," ucap Jun.
Woosik pun ikut duduk di samping Jun, dan mengusap keringat nya yang juga bercucuran. Dua pria itu terlihat sangat lelah.
Kalian bertanya pekerjaan apa yang mereka lakukan? Tentu saja kalian sudah pasti bisa menebak nya.
Mereka berdua menanam, merawat, dan memanen hasil dari bibit yang mereka tanam. Dan yah, mereka berdua adalah seorang farmers.
Namun Jun bukan hanya seorang farmer, tetapi ia jugalah pemilik perkebunan itu. Yah, Jun adalah pemilik perkebunan yang sangat luas itu, seperti yang ku katakan sebelumnya.
Perkebunan itu sangat lah luas, hasil-hasil panen buah dari perkebunan miliknya lah yang di masukkan di dalam supermaket maupun di dalam mall.
Jun telah mengurus perkebunan ini selama dua tahun. Belum lama memang, namun ia berhasil membuat perkebunan ini maju dengan sangat pesat.
Dan penghasilan yang ia dapatkan mencapai jutaan won banyak nya. Juga karena nya sebagian warga yang tinggal di desa ini memiliki pekerjaan.
Yah, karena mereka bekerja di perkebunan milik Jae. Dengan gaji yang cukup tinggi yang Jun berikan kepada mereka.
So basically he such a good owner.
Sugary Farm namanya. Yaitu nama yang telah lama menjadi identitas perkebunan ini. Yang kini telah menjadi perkebunan tersukses di desa ini.
Jun tiba-tiba mengingat sesuatu. Ia berdiri dari kursi itu dan berjalan mengambil sebuah kotak bekal.
Ia lalu kembali duduk di kursi plastik itu. Dan membuka kotak bekal itu.
Woosik yang memerhatikan Jun pun berkata. "Dari Hana noona?" tanya Woosik.
Jun mengangguk. "Iya, dia membawakan ku bekal ini," jawab Jun.
Yah, itu adalah bekal yang Hana bawakan kepadanya tadi pagi. Ia memang belum memakannya.
"Wah, aku iri sekali kepada mu hyung! Hana noona sangat perhatian kepada mu," ucap Woosik.
Jun terkekeh. "Makanya, kau juga cari kekasih seperti ku," ejek Jun.
Woosik melengos. "Ck, hyung... kau itu memiliki wajah yang sangat tampan! wanita mana yang tidak mau menjadi kekasih hyung!" ucap Woosik.
Apakah Jun tidak pernah berkaca selama ini? Ia saja yang seorang pria sering kali mengagumi wajah tampan yang Jun miliki.
Yang juga sekaligus membuatnya merasa insecure...
Jun tertawa kecil. "Jadi secara otomatis kau mengatakan diri mu tidak tampan?"
Woosik melotot. "Oh tentu saja tidak! aku juga tampan!" seru Woosik. "Tapi tidak setampan hyung..." ucap Woosik dengan suara yang mengecil.
Jun tertawa mendengar kan ucapan Woosik yang sangat lucu baginya itu. "Jangan khawatir Woosik-ah. Pasti nanti kau akan mendapatkan kekasih yang sangat cantik," ucap Jun memberi semangat.
Woosik tersenyum mendengar ucapan Jun. "Benarkah?!" ucap Woosik dengan semangat
Jun terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Entahlah, aku tidak yakin," goda Jun.
Sedetik kemudian terdengar teriakan dari Woosik. "JUN HYUNG!" teriak Woosik dengan kesal.
...
Jun dan Woosik terlihat mengangkat sebuah alat pemotong rumput ke atas mobil pick up berwarna hitam.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Sudah berjam-jam lama nya mereka berdua menghabiskan waktu itu perkebunan milik Jun itu.
Woosik bertolak pinggang. "Jun hyung, aku lelah..." ucap Woosik.
Jun berbalik ke belakang. "Kau lelah? Kalau begitu pulang lah," ucap Jun.
"A-apakah tidak apa-apa hyung?" tanya Woosik merasa tidak enak, meninggalkan Jun sendirian.
Tentu saja ia merasa tidak enak, Jun itu pemilik perkebunan ini dan ia pulang lebih cepat dari pada sang pemilik perkebunan...
Jun mengangguk. "Tidak apa-apa. Pulang lah, eomma mu pasti sudah menunggu mu," ucap Jun.
"Eomma" adalah bahasa Korea dari Ibu. Panggilan yang tentunya selalu di gunakan untuk orang Korea.
As expect, Jun memang lah pria yang sangat baik. Bukan hanya wajah nya yang sangat tampan, tapi hati nya juga sangat baik.
Woosik pun melepaskan topi yang ia kenakan. "Baiklah hyung, sampai jumpa besok lagi annyeong..." ucap Woosik.
"Annyeong..." balas Jun.
Woosik pun berjalan pergi dari sana. Meninggalkan Jun sendirian di samping pick up berwarna hitam itu.
Jun menaiki mobil pick up itu, menyalakan mesin nya, dan berjalan meninggalkan perkebunan miliknya.
Ia melewati jalan yang selalu ia lewati setiap harinya itu. Jun menatap lurus ke depan dengan wajah yang terlihat datar.
Tangan kirinya kemudian ia lepaskan dari stir mobil. Ia mengambil bungkus rokok yang berada di samping nya, dan mengeluarkan sebatang rokok dari sana.
Ia menyalakan rokok itu dengan lighter mobil miliknya. Jun pun membawa sebatang rokok itu ke bibirnya dan menghisap nya.
Kepulan asap putih keluar dari mulut Jun. "Hufft... i hate my f*cking life," ucap Jun dengan dingin.