Satu Bulan Kemudian
Andi menghadiri lokakarya di kantor pusat Jakarta, disana dia kemudian memanfaatkan waktunya untuk bertemu Akbar buah hatinya, tanpa lupa dia bervideo call dengan istrinya yang telah rindu dengan Akbar.
Dalam lokakarya itu ternyata Edwin juga hadir. "Hai bro dah lama gak jumpa kita, gimana kabar lu bro?" kata Edwin saat coffe break, mereka ngobrol di taman depan kantor pusat.
"Baik-baik aja Win, sehat-sehat seperti yang lu liat, omong-omong selamat ya, gue denger lu dipromosiin jadi Ka-Sub," jawab andi sambil menyalami sahabat lamanya itu.
"Makasih bro, oh ya gue denger ada bos baru di kantor lu ya, beliau itu mantan bos gue juga bro. Lu beruntung bro dapet bos kaya dia, jujur aja klo gak ada dia, gue gak bakalan bisa dapet jabatan kaya sekarang ini." ujar Edwin.
"Baru sebulan sih dia jadi atasan di kantor, jadi gue belum tau beruntungnya Win, hehehe," jawab andi tersenyum
"Di dunia hirarki gini, lu musti bisa ngertiin kemauan bos di, klo lu dah ngerti kemauan bos, kemauan lu juga bakalan lu dapetin, contohnya karier lu, liat gw nih." ujar Edwin.
"Gue gak paham win," andi bingung dengan ucapan sahabatnya itu.
"Ya ampun di, pantesan karier lu mandeg, sori to say bro jangan tersinggung," ujar Edwin, namun saat akan melanjutkan ucapannya, hp Edwin berbunyi.
"Bentar bro gw terima telpon dulu, dari bos gue." pamit Edwin, kemudian edwin berjalan agak menjauh dan berbincang dengan orang yang menelponnya.
"Gini bro abis lokakarya kita ngobrol lagi, kayaknya lu musti gue latih nih biar peka." ucap Edwin setelah selesai menerima telpon.
"Latih?? lu kira gue artis sirkus, hahahah." jawab andi sambil tertawa.
"Nah!! biar lu bisa jadi artis sirkus, makanya perlu dilatih, karena dunia kita ini sirkus hahaha." kata Edwin kemudian ikut terbahak-bahak.
Andi hanya mengernyitkan dahi bingung dengan perkataan temannya ini.
***
Malamnya di sebuah cafe
"Ah yang bener lu win?" ucap andi agak sedikit kaget mendengar cerita Edwin tentang pak Frans Wenda.
"Gue ngomong apa adanya di, tapi walau mesum kaya gitu, pak Frans Wenda itu koneksinya luas ke bos-bos pusat, lu tau gak koneksinya bisa luas, karena pak Frans Wenda megang kartu matinya bos-bos itu." ucap edwin sambil mengambil camilan di depannya
"Makanya rekomendasi apapun dari pak Frans Wenda langsung di acc aja sama pusat, contohnya gue, pak Frans Wenda rekomendasiin gue ke bos-bos pusat untuk jadi Ka-Sub di kantor cabang utama Bandung, gak lama SK gue nongol" ujar Edwin sambal meghisap rokoknya dalam-dalam.
Andi hanya termenung saja, dia tak tahu harus ngomong apa.
"Pak Frans Wenda gimana ya gue ngomongnya, lu liat sendiri kan, beliau bersahaja, berwibawa, pasti orang-orang gak bakalan nyangka ya kan? tapi kalau kita tau sebenernya itu benefit buat kita di, kita tau dan kita bisa memberi apa yang dia pengen, maka apa yang kita pengen juga bisa dia wujudkan." lanjut Edwin lagi.
Malam semakin larut.....obrolan mereka terus berlanjut.
***
Di pesawat Garuda yang membawanya pulang ke Solo, Andi tercenung mengingat cerita Edwin malam itu.
"Pak Frans Wenda itu suka cewek di, tapi juga yang eksklusif, bukan perek, dia dulu naksir karyawan yang kebetulan asisten gue, pas gue tau kemauan dia, gw pepet terus tuh asisten gue, emang sih asisten gue itu dah punya suami, tapi ya gitulah, pak Frans Wenda maunya cewek itu, akhirnya singkat kata gue berhasil meyakinkan tuh cewek, jadilah affair, dan suami si cewek itu tau, tapi ya gak bisa apa-apa, karena suaminya juga lagi nganggur mau gimana lagi. Tapi kemudian pak Frans Wenda dipindah ke Kalimantan, dan affair itu juga berakhir, cewek itu juga baik-baik aja rumah tangganya. gw juga gak tau apa mereka masih berhubungan atau nggak,"
Andi kemudian teringat ucapan istrinya saat di mobil dulu, yang mengatakan agak risih dengan tatapan pak Frans Wenda.
Kadang andi juga merasa aneh sejak pertemuan di acara penyambutan, pak frans semakin rajin mengundangnya dan Rina dengan alasan menemani makan malam, namun Andi tak pernah berpikir hal lain, andi hanya berpikir, mungkin pak Frans Wenda kesepian di solo, namun setelah mendengar cerita Edwin, semua itu terlihat bagai puzzle yang menyatu menjadi prasangka yang sungguh jelas.
"Apakah pak Frans Wenda menyukai Rina?"
Perlahan ada sesuatu yang membangunkan fantasinya, andi sendiri juga bingung, kenapa perasaan ketika laki-laki lain menyukai istrinya membuat hatinya berdesir, bukan berdesir geram, tapi desiran yang merangsang gairahnya.
Membayangkan Frans Wenda yang tinggi besar hitam legam itu menyukai istrinya yang cantik putih mulus membuat penis andi menegang..
"Ah, sialan!!"
***