Akhirnya, mereka mendarat di bukit belakang istana. Langit tampak terang benderang. Selama sesaat itu melihat ada cahaya hijau di langit di atas istana Kumar. Itu adalah cahaya ketika pintu portal terbuka atau tertutup.
Majer bangkit berdiri dan merapikan baju dan rambutnya yang berantakan.
"Terima kasih, Majer karena sudah menemaniku ke dunia manusia. Aku harus pulang ke rumahku," kata Baron yang sudah melepaskan kemeja manusianya dan memasukkannya ke dalam kantung ajaib.
Baron melompat dan berubah wujud menjadi seekor labrador. Ia berlari kencang menelusuri rerumputan yang hijau. Sekumpulan kupu-kupu berwarna ungu terbang ketika Baron melewati padang bunga.
Emporion Land adalah tempat yang sangat indah, tapi Baron merasa bahwa ia tidak akan merasa bahagia lagi berada di sini. Meski pertemuannya dengan Victoria sangat singkat, tapi ia telah jatuh cinta.
Jika seorang animagus telah jatuh cinta, maka rasa cinta itu akan terasa sangat kuat. Baron percaya akan kekuatan cinta. Meski kini, ia harus melanjutkan hidupnya dalam penderitaan akan cinta karena ia harus berada sangat jauh dari Victoria.
Baron bahkan tidak bisa membedakan antara siang dan malam. Dunianya terasa jungkir balik. Padahal ia juga harus menghadapi masalah yang ada di hadapannya.
Ia telah dijodohkan dengan Neyan, putri kerajaan dari Emporion Land. Itu bukan sesuatu hal yang mudah untuk dihadapi. Baron masih belum menemukan cara untuk menolak perjodohan itu.
Mungkin ia harus menghadapi hukumannya karena telah berani menolak seorang putri kerajaan. Jika hidupnya harus berakhir sekarang, ia rela.
Baron pun kembali ke rumahnya. Namun, ia tidak bisa melakukan apa-apa ketika hati dan pikirannya terus menerus membayangkan Victoria. Wajahnya, senyumnya, bibirnya, aromanya.
Betapa hangat tubuhnya saat Baron memeluknya. Betapa lembut bibirnya saat membalas ciumannya. Semua hal itu membuat Baron merasa sangat tersiksa.
Sebuah ketukan di pintu membuat lamunannya buyar. Baron membuka pintu dan terkejut ketika melihat Neyan berdiri di hadapannya. Wanita itu baru saja melipat sayapnya.
"Baron, boleh aku bicara denganmu?" tanyanya dengan suara yang selembut sutra.
Baron membuka pintu lebih lebar dan membiarkan Neyan untuk masuk. Neyan melihat ke sekeliling rumahnya yang berantakan. Sudah berhari-hari ia meninggalkan rumahnya, jadi ia belum sempat membereskan rumahnya.
"Seorang putri kerajaan tidak pantas berada di rumahku," kata Baron sambil menyingkirkan piring-piring kotor ke tempat cucian.
"Baron, seharusnya kamu menyuruhku untuk duduk."
Baron membersihkan kursi kayu yang berdebu dengan lap dan mempersilakan Neyan untuk duduk.
"Kamu mau minum apa?" tanya Baron sambil mengisi teko dengan air kemudian memanaskannya.
"Tolong jangan repot-repot."
Baron tahu jika Neyan berkata seperti itu hanya sekedar basa-basi saja. "Aku akan membuatkanmu teh dari daun Caraura."
Baron menyiapkan dua buah gelas dan mengisinya dengan pucuk daun Caraura kering. Neyan memperhatikannya dengan matanya yang tajam bagaikan elang yang sedang menahan amarahnya.
Baron menarik sebuah kursi dan duduk di hadapannya. "Ada apa, Neyan?"
"Bukankah aku sudah memberitahumu sebelumnya? Jika ayahku sudah memperingatkanmu, maka itu artinya dia tidak main-main."
"Ya, aku tahu," ucap Baron tenang.
Neyan mendengus. "Lalu, kenapa kamu masih saja berbuat onar?"
"Apa maksudmu?" sergah Baron yang tidak terima perkataan Neyan. "Memangnya apa yang sudah aku lakukan?"
Neyan menghela napas kesal. "Kamu pergi lagi ke dunia manusia!"
Baron memutar bola matanya. "Apa yang salah dengan itu? Aku tidak melanggar peraturan raja."
Neyan mengatupkan rahangnya dan wajahnya memerah karena amarah. Ia seperti yang sedang memilih kata-kata yang tepat untuk memarahi Baron. Apa pun yang akan Neyan katakan, Baron tidak peduli.
"Aku tidak tahu apa yang telah kamu lakukan di dunia manusia, tapi sebaiknya kamu berhenti pergi ke sana. Besok kamu harus menghadap ayahku dan menjelaskan keputusanmu apakah kamu akan menerima perjodohan ini atau tidak."
"Yeah, baiklah. Aku mengerti," ucap Baron dengan nada bosan.
"Jika kamu tidak menerima perjodohan ini, maka ayahku akan menjatuhkan hukuman padamu," lanjut Neyan, alisnya terangkat.
Baron mengangguk. "Aku juga mengerti tentang itu."
Neyan mendecak kesal sambil menggebrak meja. "Jadi kamu memilih untuk dihukum daripada menikah denganku?"
"Aku tidak pernah berkata seperti itu."
Neyan berdiri dan menatap Baron dengan matanya yang kejam dan siap membunuh. Baron teringat bahwa beberapa hari yang lalu Neyan pernah menyerangnya hingga lehernya berdarah. Ia tidak ingin hal itu sampai terjadi lagi.
Jika Muv tidak menyelamatkannya mungkin ia sudah mati. Kini Neyan menatapnya dengan cara yang mengerikan sama seperti waktu itu. Untung saja, Baron mengingat di mana ia menyimpan pedangnya. Sepertinya kantung ajaibnya ia simpan di kamarnya.
Neyan mendekat dan kemudian menaruh tangannya di dada Baron yang telanjang. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah ia sedang menghirup sesuatu yang mencurigakan.
"Apa?" Baron mundur. "Apa kamu mau menyerangku lagi?"
"Kamu baru saja bertemu dengan manusia," tuduh Neyan.
"Tentu saja aku bertemu dengan manusia. Aku kan baru saja pergi ke dunia manusia, ingat? Jadi wajar jika aroma tubuhku bercampur dengan—"
"Tidak!" tukas Neyan. "Aroma tubuhmu berbeda. Kamu pasti habis bersentuhan dengan manusia—tidak …" Neyan kembali mengendusnya. "Kamu bahkan berpelukan dengan manusia itu. Apa aku benar?"
Baron cukup terkesan dengan daya cium Neyan yang begitu kuat dan instingnya yang sering kali benar. Baron tidak ingin Neyan mengendusnya lagi. Jadi, ia menjauh dari sang putri.
"Bukan urusanmu!" bentak Baron.
Neyan melebarkan matanya karena terkejut. "Kamu tega membentakku," ujarnya terperangah.
Baron mendengus sambil memalingkan wajahnya. "Neyan, sebaiknya kamu pergi."
"Ta-tapi …" Neyan terengah karena emosi yang membara di dadanya. Ia tampak sedih, tapi kemudian sikapnya berubah kesal. "Kamu tidak berhak mengusirku! Aku adalah calon istrimu!"
"Aku tidak akan menikah denganmu, Neyan."
Neyan terkesiap. "Baron …."
"Lebih baik aku pergi ke dunia manusia daripada mendapat serangan lagi darimu. Nyawaku dalam bahaya jika aku bersama denganmu!" seru Baron.
"Nyawamu juga dalam bahaya jika kamu bertemu dengan The Catcher," balas Neyan yang tidak mau kalah.
"Setidaknya, aku mati di tangan musuh, bukan di tangan wanita yang aku anggap seperti adikku sendiri," ucap Baron tajam.
Neyan mamemejamkan matanya dengan wajah yang terluka. "Baron, aku sungguh minta maaf karena telah menyerangmu waktu itu. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu."
Baron mendesah. "Ah, sudahlah. Kamu tidak perlu meminta maaf pada rakyat jelata sepertiku."
Neyan menggelengkan kepalanya. "Tapi … kamu bukan seorang rakyat jelata."
"Oh ya?" Baron mengangkat sebelah alisnya.
"Kamu adalah calon suamiku!" seru Neyan tegas.