Chereads / Baron, The Greatest Animagus (Indonesia) / Chapter 25 - 25. Sebuah Ciuman

Chapter 25 - 25. Sebuah Ciuman

Baron merengkuh wajah Victoria dan mencium bibirnya yang terasa lembut. Victoria membalas ciumannya dan itu rasanya seperti jutaan bintang meledak di kepalanya. Ia merasa luar biasa.

Semua perasaan ini tidak sama seperti saat Neyan menciumnya. Ciumannya dengan Neyan terasa begitu kaku. Tentu saja. Neyan sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Tidak ada seorang kakak yang mencium adiknya sendiri.

Namun, semuanya terasa berbeda saat ia mencium Victoria. Jantungnya berdebar dengan sangat cepat hingga seperti menghantam rusuknya. Ia terkejut ketika Victoria meremas tengkuknya, hal itu membuat napasnya menderu kencang.

Baron merasa seperti Victoria memilikinya dan menginginkannya. Sama halnya dengan Baron yang juga menginginkan Victoria. Ini memang gila. Mereka baru saja saling berkenalan dan berbicara dan tiba-tiba saja mereka menjadi sedekat ini.

Baron bisa merasakan betapa hangatnya pipi Victoria berada di bawah jemarinya. Ia berhenti sejenak untuk menatap wajahnya. Victoria menutup matanya seolah ia masih berharap ciumannya tidak pernah berakhir.

"Aku menyukaimu," bisik Baron.

Baron melanjutkan ciumannya dengan lebih bersemangat. Ia menggerakkan jemarinya turun ke bawah, ke tengah dada Victoria untuk merasakan detak jantungnya.

Victoria mendesah dan hal itu membuat Baron semakin bersemangat untuk menciumnya. Ia bisa gila karena wanita manusia di hadapannya ini. Apakah ini yang disebut dengan cinta? Baron pasti sedang dimabuk cinta.

Selama seratus dua puluh tahun hidupnya, ini adalah ciuman pertamanya yang sesungguhnya. Ia baru mengenal Victoria dan ia langsung jatuh cinta pada wanita itu. Ia merasa jika hati dan perasaannya hanya untuk Victoria.

Ciuman itu terasa begitu intens ketika Baron merasakan aliran listrik menyengat tubuhnya. Ia merasa bergairah dan mendambakan sesuatu hal yang bahkan lebih dari sekedar ciuman. Hanya saja, ia tidak berani untuk mendorong Victoria lebih jauh.

Baron melepaskan dirinya dengan lembut dan perlahan. Lalu ia menarik napas dalam-dalam untuk menyeimbangkan tubuhnya yang sedang dilanda gairah. Ia menatap Victoria tepat di matanya yang indah.

Mereka baru saja bertemu dan Baron telah mencurahkan perasaannya. Namun, mereka sudah harus berpisah. Kebahagiaan yang sejak tadi ia rasakan, kini surut dan digantikan dengan rasa sedih yang tiba-tiba menerpa hatinya. Mungkin ia tidak akan pernah bertemu dengan Victoria lagi.

Majer memberitahunya bahwa Baron tidak bisa berlama-lama tinggal di dunia manusia. Semakin lama ia berada di sini, hal itu semakin mengundang The Catcher untuk menangkap mereka semua.

Menurut Majer, urusan Baron sudah selesai di dunia manusia. Ia telah membuktikan bahwa Victoria bisa melihatnya. Jika tidak ada tanda-tanda berbahaya dari Victoria yang menunjukkan jika dia adalah The Catcher, maka ia harus segera pulang.

Majer benar. Baron harus pulang sekarang juga. Ia tidak tahu kapan ia bisa bertemu lagi dengan Victoria. Namun, ia akan menyimpan rasa cintanya pada Victoria di dalam hatinya.

Tiba-tiba, is merasakan kompas di kantung ajaibnya mulai bergetar. Saatnya untuk pulang.

"Aku akan menemuimu lagi suatu hari nanti," kata Baron dengan wajah yang sedih dan murung.

"A-apa? Kamu akan pergi?" Victoria terdengar gugup.

Baron mendesah. "Aku harus pergi sekarang. Maafkan aku karena pertemuan kita hanya sampai di sini hari ini."

Menatap wajah Victoria yang juga sedih, membuat Baron semakin bertekad untuk tidak pulang dan menetap di dunia manusia selamanya. Sayang sekali jika hal itu tidak akan terjadi.

"Aku berjanji bahwa perpisahan kita tidak akan lama. Aku pasti akan menemukan cara untuk bisa bertemu denganmu lagi," janji Baron.

"Kamu mau pergi ke mana?" Victoria menatapnya dengan mata anak anjing. "Kita baru saja bertemu. Masih banyak hal yang harus kita bahas. Kamu tidak boleh pergi meninggalkanku begitu saja."

"Maafkan aku, Victoria. Percayalah padaku. Aku akan segera kembali lagi padamu," kata Baron sambil menyentuh pipi Victoria yang lembut dengan punggung tangannya.

"Berjanjilah padaku." Victoria terdengar seperti yang sedang merengek. Hal itu membuat Baron jadi ingin tertawa.

Baron tahu jika Victoria juga menginginkannya. Hal itu sudah cukup untuk mengobati hatinya yang terluka karena harus berpisah dengan Victoria.

"Aku berjanji," ucap Baron dengan wajah yang serius.

Baron mengangkat tangan Victoria dan menciumnya. Pipi Victoria tampak merona, dan ia terlihat sangat cantik.

"Aku tidak punya banyak waktu. Aku harus pergi," ucap Baron.

Baron melepaskan tangan Victoria dengan berat hati. Lalu ia mundur beberapa langkah. Victoria masih berdiri di sana menatapnya dengan wajah yang sedih.

"Masuklah ke dalam rumahmu. Aku akan menunggumu sampai kamu masuk ke dalam kamar."

"Baron …."

"Tenang saja. Kita pasti akan bertemu lagi," ucap Baron sambil tersenyum miring.

Victoria mengangguk. "Baiklah. Sampai bertemu lagi, Baron."

Baron mengangguk. "Sampai bertemu lagi, Victoria."

Victoria melambaikan tangannya dan membalikkan badannya untuk masuk ke dalam rumah. Baron benar-benar menunggunya sampai ia naik ke kamarnya dan menyalakan lampu.

Victoria membuka jendela kamarnya dan tersenyum manis sambil melambaikan tangannya. Setidaknya, melihat senyuman Victoria cukup sebagai bekalnya pulang ke Emporion Land. Ia akan selalu mengingat senyuman itu selamanya di dalam hatinya.

Baron pun mengangguk sekali dan kemudian ia berbalik untuk bersiap melakukan lompatan super. Angin dingin berdesir menerpa wajah Baron. Pepohonan bergerak terkena hempasan dari pergerakan Baron.

Baru kali ini Baron merasa begitu berat untuk meninggalkan dunia manusia. Semua itu karena kehadiran Victoria di dalam hidupnya. Ini adalah pertama kalinya ia merasakan sesuatu yang begitu kuat di dalam hatinya.

Ciumannya dengan Victoria terasa begitu hangat hingga merasuk ke dalam hatinya yang terdalam. Sambil memikirkan wajah Victoria, Baron pun berkonsentrasi untuk menemukan posisi yang tepat.

Akhirnya, hanya butuh waktu beberapa detik saja hingga ia mendarat di sebuah taman yang menjadi tempat pertama kali ia dan Majer tiba di dunia manusia.

Majer sedang menunggunya di sana. "Apa kamu sudah selesai berbicara dengannya?"

"Ya. Kita bisa pulang sekarang," ucap Baron datar.

"Kamu terlihat sedih," kata Majer sambil menyipitkan matanya.

Baron tidak menjawabnya. Ia fokus untuk mengeluarkan kompas dari kantung ajaibnya. Kompas itu berpendar, dan ia bisa merasakan gelombang portal yang sebentar lagi terbuka.

Majer telah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sebelumnya ia pakai dari Emporion. Baron masih mengenakan kemeja dan celana jeans. Hati dan perasaannya masih terpaku pada Victoria.

Jika ia tidak pulang sekarang, maka ia harus menunggu hingga pintu portal berikutnya terbuka dan ia tidak tahu kapan. Ia seharusnya menyogok Kumar agar dia mau memberikan waktu lebih lama lagi untuknya.

Baron mendesah. Hal itu tidak mungkin terjadi. Kumar sangat menjunjung tinggi keamanan Emporion. Baron hanyalah seorang pemberontak yang senang bermain ke dunia manusia. Lebih parahnya lagi, kini, Majer telibat bersamanya.

Lalu tiba-tiba, pintu portal terbuka. Majer dan Baron tersedot ke dalamnya. Baron menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Sensasi berputar-putar dan cahaya warna-warni di hadapannya sudah tidak membuatnya tertarik lagi.